FAO Khawatirkan Terjadinya Kerusuhan Sosial Akibat Rawan Pangan

Selasa, 11 Maret 2014 – 23:14 WIB

MOSKOW -- Populasi dunia diperkirakan mencapai sembilan miliar pada 2050. Meningkatnya pertumbuhan populasi harus dibarengi dengan ketersediaan bahan pangan yang mencukupi.
Hal ini ditambah dengan kebutuhan asupan kalori yang lebih tinggi oleh kelompok orang yang semakin kaya.

"Di masa depan kemungkinan permintaan makanan meningkat secara drastis," kata Hiroyuki Konuma, asisten Direktur Jenderal Food and Agriculture Organization (FAO) Asia-Pasifik, seperti dilansir RT, Senin (10/3).

BACA JUGA: Satu Lagi Pria Iran Teridentifikasi Pengguna Paspor Curian

Dijelaskannya, konflik politik, kerusuhan sosial, perang sipil dan terorisme, semua bisa diatasi secara baik asalkan dunia mampu meningkatkan produksi pangan sebesar 60 persen abad pertengahan datang.

"Jika kita gagal memenuhi tujuan itu dan kekurangan pangan terjadi akan ada risiko tinggi seperti kerusuhan sosial dan politik, perang sipil dan terorisme. Bahkan keamanan dunia secara keseluruhan mungkin akan terpengaruh," sambungnya.

BACA JUGA: Snowden Bangga Lawan Amerika

Dilanjutkan, kebutuhan peningkatan permintaan bahan pangan justru datang ketika dunia kurang berinvestasi dalam penelitian pertanian. Hal itu memicu ketakutan di kalangan ilmuwan akan kekurangan stok pangan global.

Beberapa faktor bisa memperburuk potensi kiamat bahan makanan. November lalu, bocoran draft laporan panel antarpemerintah memperingatkan perubahan iklim dapat menyebabkan penurunan dua persen produksi pangan setiap dekade abad ini.

BACA JUGA: Gajah Bisa Kenali Etnis Manusia Lewat Suara

Dalam tiga tahun terakhir misalnya, Australia, Kanada, China, Rusia dan Amerika Serikat semuanya menderita kerugian besar pada musim panen akibat banjir dan kekeringan. Keadaan ini diperburuk masalah konvergensi pola makan di seluruh dunia.

"Melonjaknya populasi dan meningkatnya tekanan pada sistim pangan global, seiring dengan ketergantungan kita pada tanaman dan sistim produksi yang ada," ujar Luigi Guarino, dari Global Crop Diversity Trust.

Beberapa kemajuan memang telah dibuat dalam pertempuran melawan kelaparan global, dengan produksi sayuran di Asia dan Pasifik, di mana lebih dari tigaperempat sayuran dunia tumbuh. Kondisi ini meningkat sebesar 25 persen selama dekade terakhir.

Perkiraan FAO, sekitar 842 juta orang di dunia tetap dalam kondisi kurang gizi, dan hampir dua pertiga dari mereka tinggal di Asia Pasifik. Dimana satu dari empat anak di bawah usia lima tahun terhambat karena kekurangan gizi .

Untuk mengatasi masalah tersebut, badan PBB telah menggariskan dua opsi yakni meningkatkan lahan garapan serta tingkat produktivitas. Pasalnya, kurangnya lahan dan tingkat pertumbuhan lamban pada tanaman bahan pokok telah mempersulit upaya untuk memperkuat dua pilar ketahanan pangan .

Selama dua tahun terakhir, tingkat produktivitas padi dan gandum sekitar 0,6-0,8 persen. Pemerhati lingkungan juga telah mendesak metode distribusi makanan yang lebih baik. Pada Februari, FAO, Bank Dunia dan World Resources Institute memperkirakan bahan pangan yang terbuang sekitar 25-33 persen dari makanan yang dihasilkan atau setara empat miliar metrik ton.

Produksi pertanian yang lebih efisien, cara yang lebih baik untuk menyimpan makanan dan bahan pangan beragam secara biologis, sistem pangan lokal yang tahan terhadap perubahan global juga menjadi salah satu solusi untuk membantu mengatasi ancaman kerawanan pangan. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terus Bocorkan Hasil Sadapan untuk Lawan Pelanggaran


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler