jpnn.com, JAKARTA - Sejarah penyebaran Islam di Nusantara mencatat nama Fatimah binti Maimun.
Ada batu nisan bertuliskan namanya di Kompleks Makam Leran, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
BACA JUGA: Ustaz Abdul Somad Dikarunia Putra Pertama dari Fatimah Az Zahra, Siapa Namanya?
Makam itu berjarak sekitar tiga kilometer dari pusara Maulana Malik Ibrahim yang juga dikenal sebagai Sunan Gresik.
Lantas, siapakan Fatimah binti Maimun?
BACA JUGA: Semarakkan Ramadan, Bu Mega Undang Cak Nun Isi Kajian di PDIP
Buku 'Kafilah Budaya' karya Dr. Muhammad Zafar Iqbal menyebut Fatimah binti Maimun merupakan mubaligah.
Pendapat itu merujuk pada tulisan A Hasjmy dalam bukunya yang berjudul 'Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia' terbitan PT Al-Maarif Bandung (1981).
BACA JUGA: Dokter Boyke Ingatkan Pasutri Tidak Seperti Ini Selama Ramadan
Perempuan yang dianggap memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di Jawa Timur itu diyakini berasal dari keluarga Ler di Iran.
Ler merupakan penguasa di wilayah Larestan.
Keluarga Ler itulah yang diyakini datang ke Jawa, lalu membangun sebuah desa bernama Lorin di Gresik. Kini, desa itu lebih dikenal dengan nama Leran.
Situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendedahkan analisis lain soal makam Fatimah binti Maimun. Rujukan situs itu adalah hasil penelitian JP Moquette.
Ilmuwan berkebangsaan Belanda itu merupakan peneliti pertama yang meriset makam Leran.
Dia menuangkan hasil penelitiannya menjadi sebuah karya tulis bertitel 'De Oudste Mohammedaansche Inscriptie op Java end Madura de Graafsteen te Leran' pada 1912.
Menurut Moquette, Kompleks Makam Leran dalam kondisi memprihatinkan saat pertama kali ditemukan.
Batu-batu nisannya berantakan karena tidak berada di tempat aslinya, sedangkan dinding bangunannya retak, bahkan ada yang runruh.
Adapun atap cungkup permakaman itu tersisa seperempatnya.
Banyak batu berserakan di sekitar dinding cungkup.
Moquette juga meneliti inskripsi kuno di Kompleks Makam Leran.
Dia berkesimpulan bahwa kompleks makam itu kental dengan pengaruh Hindu.
Artikel karya Moquette juga membeber cerita rakyat yang melingkupi kompleks kuburan itu.
Namun, hal yang lebih penting ialah pendapat Moquette tentang angka pada nisan Fatimah binti Maimun bin Hibatallah itu, yakni 495 Hijriah atau 1101 Masehi.
Akan tetapi, peneliti asal Prancis Paul Ravaisse punya pendapat lain soal angka itu.
Menurutnya, angka yang tertera pada nisan itu ialah 475 H atau 1082 M.
Ravaisse juga berpendapat bahwa nisan itu dari batu kapur gelap yang bisa ditemukan di Pulau Jawa dan Sumatera.
Pendapatnya didasarkan pada geolog dari Belanda, E.C. Abendanon, yang bekerja di Indonesia.
Walakin, ada yang meragukan soal makam itu benar-benar pusara Fatimah binti Maimun.
Ada dugaan tentang batu nisan dari tempat lain yang dipakai untuk jangkar kapal.
Ahli geologi asal Prancis MA Fediaevsky menyimpulkan nisan itu merupakan marmer biru abu-abu dengan komponen karang.
Menurut dia, batu jenis itu tidak sesuai dengan bebatuan dari masa pratersier di daerah Sumatera dan Kalimantan Tengah.
Batu jenis itu tidak terdapat di Pulau Jawa.
Oleh karena itu, penulis Claude Guillot dan Ludvik Kalus mengutip pendapat Fediaevsky untuk menyodorkan simpulan melalui buku mereka yang berjudul 'Inskripsi Islam Tertua Di Indonesia' terbitan 2008.
"Nisan-nisan di Leran diambil dari makam aslinya untuk dijadikan sebagai pemberat atau penolak bara, sedangkan satu nisan lainnya dijadikan sebagai jangkar," bunyi narasi di situs Kemendikbud.
Meski ada kontroversi tentang angka pada nisan Fatimah binti Maimun maupun jenis batunya, keberadaannya menjadi bukti tertua tentang kedatangan Islam dan perkembangannya di Pulau Jawa.
Situs Kemendikbud menyebut angka tahun yang tertera pada nisan tersebut merupakan bukti tertua mengenai Islamisasi di Indonesia.
"Hingga kini Kompleks Makam Leran dipercaya sebagai makam Islam tertua di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara," demikian tertulis di situs cagarbudaya.kemdikbud.go.id. (jpnn)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Antoni