jpnn.com, SURABAYA - Upaya Pemkot Surabaya dalam upaya percepatan penanganan COVID-19 dari hulu dinilai masih kurang maksimal.
Akibatnya, kata anggota Komisi A DPRD Surabaya Fatkur Rohman, masih banyak ditemukan warga termasuk tenaga kesehatan yang terpapar COVID-19.
BACA JUGA: Peringatan Serius dari Prof Zubairi, yang Tidak Peduli, Risiko Tanggung Sendiri
"Saya mengapresiasi, akhir-akhir ini, Pemkot Surabaya sudah banyak melakukan terobosan inovatif untuk penanganan COVID-19," kata Fatkur Rohman saat rapat daring bersama Humas Pemkot Surabaya, Jumat (23/7).
Dia menghargai terobosoan yang sudah dilakukan Pemkot Surabaya mulai dari kebijakan tracing, pembatasan, menurunkan beberapa SDM ke puskesmas, puskesmas buka 24 jam dan yang terbaru adalah mencari tempat untuk isolasi mandiri (isoman) per kelurahan, walaupun beberapa ada problem komunikasi dan kesalahpahaman sehingga ada penolakan dari warga.
BACA JUGA: Ya, Inilah Akibat Mengambil Paksa Jenazah COVID-19, Menyesal
"Namun terobosan itu masih sebatas hilir, bukan hulunya. Padahal hulu ini justru kuncinya," ujarnya.
Hal Itu, lanjut dia, adalah akibat dari penanganan yang dilakukan setelah seseorang itu ada gejala dan terpapar COVID-19.
BACA JUGA: Kabar Gembira dari 2 Pejabat Perempuan terkait PPPK 2021, Ayo Guru Honorer, Semangat!
Padahal problem utama adalah di penyebabnya atau di hulunya, yaitu bagaimana memastikan semua pihak mematuhi regulasi dan menjaga prokes dengan penuh kesadaran bukan dipaksa-paksa yang justru kontraproduktif.
"Peran Humas Pemkot Surabaya ke depan ini adalah penguatan mindset, edukasi dan sosialiasi bagaiamana ini viral dan masif. Tentunya dengan melibatkan akademisi dan praktisi medis untuk bicara, manfaatkan teknologi dan, jika diperlukan, ada support tambahan anggaran untuk ini," ujarnya.
Fatkhur mengatakan terobosan inovatif yang bersifat hilir yang sudah dilakukan pemkot tetap harus dilanjutkan.
Namun terobosan yang bersifat hulu juga harus diberikan perhatian lebih.
Fakta di lapangan, kata dia, masih banyak ditemukan warga Surabaya yang masih malu ketika mengetahui terpapar COVID-19 karena dianggap sebagai aib.
Sehingga mereka beranggapan lebih baik di rumah saja dengan pengobatan seadanya dan tidak mau tes usap atau periksa padahal kondisi makin memburuk.
"Kondisi rumah yang tidak memungkinkan mengisolasi diri, ventilasi udara yang kurang bagus dan berdekatan makin memperparah munculnya klaster keluarga akhir-akhir ini. Ini problem hulu, problem mindset, pengetahuan dan kesadaran," katanya.
Untuk itu, ia berharap humas mengambil peran ini, bersinergi secara masif dengan semua pihak termasuk media, kalau perlu ada papan reklame yang memberikan pesan perihal ini secara terus menerus.
"Jadi tidak boleh putus semangat, ini sulit tapi dengan niat baik, jika Allah berkehendak maka warga pelan-pelan akan makin sadar dan selebihnya berdoa pada Allah atas semua ikhtiar ini. Semoga Allah melindungi dan menyehatkan kita semua serta mencabut penyakit ini dari bumi Nusantara," katanya. (antara/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Soetomo