jpnn.com, JAKARTA - Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya mengeluarkan keputusan tentang hukum agama dalam penggunaan vaksin measles dan rubella (MR). Fatwa terbaru MUI itu mengharamkan vaksi MR buatan Serum Institute of India (SII) untuk imunisasi.
Keputusan itu tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR Produk SII untuk Imunisasi. Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin Abdul Fattah menyatakan, penggunaan vaksin MR buatan SII hukumnya haram.
BACA JUGA: MUI Bahas Fatwa untuk Vaksin MR Malam Ini
Namun, penggunaan vaksin MR buatan SII dibolehkan untuk kondisi darurat. "Selama tidak ada vaksin pengganti boleh, tapi kalau ada tidak boleh," kata Hasanuddin saat dikonfirmasi JPNN, Senin (20/8) malam.
Oleh karena itu fatwa MUI soal vaksin MR buatan SII juga memuat sejumlah rekomendasi. Antara lain rekomendasi yang mewajibkan pemerintah menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat.
BACA JUGA: Imunisasi MR Fase II Baru Sekitar 23 Persen
Menurut Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam, produsen wajib mengupayakan vaksin yang halal. MUI juga mengharuskan produsen vaksin juga menyertifikasikan kehalalan produknya.
"Pemerintah hendaknya mengupayakan secara maksimal, serta melalui WHO dan negara-negara berpenduduk muslim, agar memperhatikan kepentingan umat Islam dalam hal kebutuhan akan obat-obatan dan vaksin yang suci dan halal," kata Niam.(boy/fat/JPNN)
BACA JUGA: Heran, Program Imuniasi MR tanpa Koordinasi dengan MUI
Berikut petikan Fatwa MUI Nomor 33 tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR Produk Dari SII untuk Imunisasi.
Dengan bertawakal kepada Allah SWT
Memutuskan
Menetapkan: Fatwa Penggunaan Vaksin MR Produk Dari SII untuk Imunisasi.
Pertama: Ketentuan Hukum
1. Penggunaan vaksin yang memanfaatkan unsur babi dan turunannya hukumnya haram.
2. Penggunaan Vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII) hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari babi.
3. Penggunaan Vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII), pada saat ini, dibolehkan (mubah) karena :
a. Ada kondisi keterpaksaan (dlarurat syar’iyyah).
b. Belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci.
c. Ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi dan belum adanya vaksin yang halal.
4. Kebolehan penggunaan vaksin MR sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku jika ditemukan adanya vaksin yang halal dan suci.
Kedua: Rekomendasi
1. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat.
2. Produsen vaksin wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan mensertifikasi halal produk vaksin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Pemerintah harus menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam imunisasi dan pengobatan.
4. Pemerintah hendaknya mengupayakan secara maksimal, serta melalui WHO dan negara-negara berpenduduk muslim, agar memperhatikan kepentingan umat Islam dalam hal kebutuhan akan obat-obatan dan vaksin yang suci dan halal.
Ketiga: Ketentuan Penutup
1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata membutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, mengimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal:
08 Dzulhijjah 1439 H
20 Agustus 2018 M
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Prof Hasanuddin AF MA (Ketua)
DR H Asrorun Ni'am Sholeh MA (Sekretaris)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polemik Sertifikat Halal Vaksin MR Masih Terjadi di Daerah
Redaktur : Boy
Reporter : Boy, M. Fathra Nazrul Islam