Pada persidangan dugaan korupsi penyewaan pesawat dengan terdakwa mantan Dirut Merpati, Hotasi Nababan dan mantan anak buahnya, Tony Sudjiarto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/9) malam, saksi yang dihadirkan membeber upaya yang dilakukan perusahaan plat merah itu untuk menarik uang dari TALG beserta bunganya. Saksi yang dihadirkan adalah mantan manajer kontrak MNA, Ferdinand Kennedy.
Ferdinand mengatakan, dirinya pertama kali tahu bahwa pesawat yang disewa Merpati dari TALG tak jadi datang pada 5 Januari 2007. Sebab, 5 Januari 2007 itu adalah tanggal pengiriman dua unit peswat yang disewa MNA, yakni Boeing 737-400 dan 737-500.
"Kami berusaha menanyakan kepada lessor (TALG), kenapa nggak datang. Akhirnya ada surat mereka mau mengganti pesawat dengan harga lebih tinggi. Kami jadi tidak percaya dan menolak dengan meminta security deposit dikembalikan," ucap Ferdinand.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Pangeran Napitupulu itu Ferdinan menambahkan, pihaknya menempuh berbagai cara untuk menarik uang USD 1 juta yang sudah dibayarkan ke kantor pengacara Hume Associates di AS yang ditunjuk TALG. Namun menurutnya, uang yang dikembalikan baru USD 4783.
Hingga akhirnya pada Maret 2007, Merpati mengajukan gugatan di Pengadilan District of Columbia. "Kita sudah melakukan banyak upaya, termasuk mengajukan gugatan ke Washington. Kita menang, cuma dalam pelaksanaan eksekusi terdapat kesulitan karena lessor (TALG) membangkang dan mengajukan permohonan pailit di Chicago," ucap Ferdinand.
Dipaparkannya, pada Juli 2008 pernah dilakukan mediasi. "Mereka (TALG) mereka siap membayar USD 5000 per bulan tapi tanpa jaminan. Kita menolak karena kita maunya kalau tidak ada jaminan ya mencicil dengan jumlah yang lebih besar," sambungnya.
Ditambahkannya, Duta Besar RI di AS waktu itu, Sudjadnan Parnohadiningrat, menyarankan Merpati agar menempuh segala upaya untuk mengembalikan uang yang sudah terlanjur keluar. Ferdinand juga mengungkapkan, pada 2010 Jaksa Agung Muda Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejagung menyarankan Merpati agar mengajukan gugatan pidana.
Menurut Ferdinand, langkah hukum yang diambil Merpati itu ternyata juga dicermati Pemerintah AS. "Juli lalu FBI dan pihak Kedubes AS menanyakan apakah persidangan tersebut dilanjutkan. FBI siap membantu kami di peradilan Amerika," ucapnya.
Karenanya dalam persidangan itu pihak Hotasi juga membeberkan surat tertanggal 20 Juli 2012 dari Dirut MNA, Rudy Setyopurnomo ke Dubes RI di AS, Dinno Patti Djalal. Dalam surat tersebut, MNA minta dukungan Dubes RI di Washington untuk menarik uang USD 1 juta dari TALG. permintaan lainnya adalah agar Dubes RI membantu langkah hukum MNA yang telah membuat laporan pidana terhadap dua petinggi TALG, yakni Alan Mesner dan John Cooper.
Seperti diberitakan sebelumnya, Hotasi dan Tonny didakwa korupsi USD 1 juta terkait penyewaan dua unit pesawat dari TALG pada 2006. Alasannya, karena Merpati telah mengeluarkan dana USD 1 juta namun pesawat yang akan disewa dari TALG masih dimiliki dan dikuasai oleh pihak lain, yaitu East Dover Ltd.
JPU menganggap keputusan Hotasi selaku Dirut MNA dan Tony selaku General Manager Pengadaan Pesawat membayarkan security deposite secara cash USD 1 juta telah memperkaya TALG dan mengakibatkan kerugian negara USD 1 juta. Dalam dakwaan primair, keduanya dijerat dengan pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sebelum Gabung MMI, Teroris Depok jadi Relawan Tsunami
Redaktur : Tim Redaksi