JAKARTA - Sekretaris Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti menyindir ketidak konsistenan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh dalam persiapan pelaksanaan kurikulum 2013, tentang penurunan jumlah sekolah yang akan menjalankan kurikulum yang dinilai sarat kepentingan proyek itu.
Dikatakan Retno, Mendikbud juga malu mengakui kalau penerapan kurikulum yang dipaksakan ini sebagai ujicoba, karena telah terjadi penurunan drastis jumlah sekolah dan siswa sasaran dari rencana semua 30 persen SD dan SMP serta 100 persen SMA/SMK, menjadi 5 persen SD dan 7 persen SMP
"Pejabat Kemendikbud pun dengan penuh rasa percaya diri menyatakan bahwa kurikulum 2013 hanya meliputi 5% di SD dan 7% di SMP sebagai penerapan, bukan ujicoba. Bagaimana mungkin tidak dibilang ujicoba, sementara telah terjadi pengurangan yang begitu drastis," kata Retno, kepada JPNN.COM, Selasa (21/5).
Dijelaskannya, jumlah sekolah sasaran dari semula 132.000 sekolah menjadi hanya 6.400an, kemudian dari semula 20 juta siswa menjadi hanya 1,6 juta siswa. "Masa sih para profesor di Kemendikbud masih menganggap ini bukan sampel? Kenapa harus malu dengan ujicoba sehingga ngotot dengan penerapan?,” sindirnya.
Federasi guru sendiri menurut Retno tetap menolak kurikulum 2013 diterapkan tahun ini. Penolakan itu sangat substansi dengan berbagai alasan, pertama kurikulum 2013 dilaksanakan tanpa uji coba oleh pemerintah. Mestinya sebelum diimplementasikan, rancangan sebuah kurikulum perlu diuji dan disosialisasikan secara terbuka di forum akademik.
"Kedua ketidaksiapan Sekolah dan Guru. Harusnya langkah yang dilakukan sebelum melaksanakan kurikulum adalah menyiapkan guru, sarana dan prasarana serta infrastruktur pendidikan yang tepat," tegasnya.
Yang terakhir, adanya ketidaksiapan Mendikbud hingga limit waktu penerapan yang menyisakan waktu sekitar 50 hari. Buku babon untuk guru dan buku siswa belum jadi bahkan belum dicetak dan guru-guru belum dilatih karena anggaran belum disetujui DPR.(Fat/jpnn)
Dikatakan Retno, Mendikbud juga malu mengakui kalau penerapan kurikulum yang dipaksakan ini sebagai ujicoba, karena telah terjadi penurunan drastis jumlah sekolah dan siswa sasaran dari rencana semua 30 persen SD dan SMP serta 100 persen SMA/SMK, menjadi 5 persen SD dan 7 persen SMP
"Pejabat Kemendikbud pun dengan penuh rasa percaya diri menyatakan bahwa kurikulum 2013 hanya meliputi 5% di SD dan 7% di SMP sebagai penerapan, bukan ujicoba. Bagaimana mungkin tidak dibilang ujicoba, sementara telah terjadi pengurangan yang begitu drastis," kata Retno, kepada JPNN.COM, Selasa (21/5).
Dijelaskannya, jumlah sekolah sasaran dari semula 132.000 sekolah menjadi hanya 6.400an, kemudian dari semula 20 juta siswa menjadi hanya 1,6 juta siswa. "Masa sih para profesor di Kemendikbud masih menganggap ini bukan sampel? Kenapa harus malu dengan ujicoba sehingga ngotot dengan penerapan?,” sindirnya.
Federasi guru sendiri menurut Retno tetap menolak kurikulum 2013 diterapkan tahun ini. Penolakan itu sangat substansi dengan berbagai alasan, pertama kurikulum 2013 dilaksanakan tanpa uji coba oleh pemerintah. Mestinya sebelum diimplementasikan, rancangan sebuah kurikulum perlu diuji dan disosialisasikan secara terbuka di forum akademik.
"Kedua ketidaksiapan Sekolah dan Guru. Harusnya langkah yang dilakukan sebelum melaksanakan kurikulum adalah menyiapkan guru, sarana dan prasarana serta infrastruktur pendidikan yang tepat," tegasnya.
Yang terakhir, adanya ketidaksiapan Mendikbud hingga limit waktu penerapan yang menyisakan waktu sekitar 50 hari. Buku babon untuk guru dan buku siswa belum jadi bahkan belum dicetak dan guru-guru belum dilatih karena anggaran belum disetujui DPR.(Fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jika Dibuka, Kunci Jawaban UN Dinilai Merusak Bank Soal
Redaktur : Tim Redaksi