jpnn.com - JEJAK kawin kontrak di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, seolah tidak ada matinya. Fenomena ini menjadi sisi gelap lain selain prostitusi. Belum diketahui sejak kapan praktik ini mulai terjadi.
Laporan: Muhamad Arifal Fajar, Bogor
BACA JUGA: Marak Kawin Kontrak di Puncak, Begini Respons Bupati Bogor
KAWASAN Puncak menyimpan sejuta pesona. Keindahan alamnya membuat dataran tinggi ini kerap dikunjungi wisatawan. Tidak hanya pelancong lokal, juga mancananegara. Khususnya kawasan Timur Tengah.
Bahkan, satu daerah yang ramai dikunjungi turis Arab kini berubah nama menjadi Kampung Arab. Keramaian mencapai puncaknya pada bulan Juli hingga September.
BACA JUGA: Kawin Kontrak, Modus Human Trafficking
Bagi warga sekitar, kehadiran turis Timur Tengah meningkatkan roda perekonomian warga. Namun di sisi lain kehadiranya justru membawa aroma nista.
Fenomena kawin kontrak menjadi sisi gelap lain selain prostitusi di kawasan ini. Untuk membuktikanya radarbogor.id coba ikut menelusuri. Mengaku sebagai guide turis, radarbogor.id mulai menelusuri tempat-tempat yang disinyalir dijadikan lokasi penyedia kawin kontrak.
Akan tetapi, tidak mudah menemukan wanita yang bersedia menjadi istri kontrak. Baik di kawasan warung kaleng maupun Kampung Ciburial. Dua kampung yang menjadi tempatya para turis Timur Tengah menghabiskan liburanya.
Dua jam mencari, akhirnya ada sedikit informasi. Itu datang dari seorang penjaja vila, radarbogor.id akhirnya mendapatkan informasi wanita yang dicari.
Ia adalah Roy (bukan nama sebenarnya). Warga Desa Ciburial itu mengaku memiliki banyak kenalan wanita yang bisa diajak untuk tinggal bersama. Namun, ia tidak secara gamblang menyebutkan wanita-wanita yang ia tawarkan bisa dikawin kontrak.
“Ada. Cuman kalau kawin kontrak kayanya susah sekarang. Soalnya lagi viral lagi. Cuman nanti dicoba aja ngobrol langsung. Saya hubungi dulu sebentar,” ucap pria paruh baya dengan topi merah itu.
Lima menit, Roy menelepon. Percakapan logat Sunda samar terdengar. Tak lama ia langsung menutup teleponya. “Sebentar ya, paling 20 menitan sampai. Ngopi aja dulu,” ucapnya.
Sambil menunggu, Roy menceritakan perihal wanita tersebut. Menurutnya kawin kontrak sudah sangat jarang terjadi. Yang ada sewa. hitunganya per hari. “Udah enggak ada ijab kabul gitu. Yang ada cuma sewa semingu sampai sebulan,” tuturnya.
Tak lama seorang wanita berambut panjang sebahu datang. Dengan mata belo serta hidung mangir. Tingginya sekitar 150 cm.
Ia diantar oleh seorang pria mengenakan jaket kulit hitam agak luntur. Sebut saja namanya Sandra.
Perkenalan mengawali obrolan kami sebelum menjurus pada kawin kontrak. Kepada radarbogor.id, Sandra mengaku seorang janda 26 tahun beranak satu. Ia tinggal di kawasan Cipanas Cianjur. “Deket tinggalnya di Cipanas. Cuman kalau KTP asli Tugu Utara,” akunya.
Obrolan pun mulai menjurus pada kawin kontrak. Namun Sandra tidak langsung mengiyakan. Wanita yang mengenakan kaus cokelat itu hanya menawarkan ditemani beberapa malam. Dengan tarif Rp 1 juta permalam. “Aduh, kalau langsung aja gimana. Enggak usah kawin kontrak segala,” tawar Sandra.
Sandraa mengaku masih sedikit trauma dengan kawin kontrak yang ia jalani tiga tahun silam. Dirinya mendapatkan perlakuan kasar dari suami kontraknya. “Udah lama sih. Cuman masih takut saja. Apalagi enggak ngerti bahasanya. Jadi kalau mau gitu aja,” katanya.
Sandra menuturkan, kawin kontrak saat ini sudah jarang di kawasan Puncak. Saat ini lebih pada penjaja seks vila ke vila saja. Atau hiburan malam di kawasan Puncak.
“Sebenarnya sudah enggak ada (kawin kontrak, red). Pada trauma soalnya. Jadi paling seperti ini (WTS red). Sewa tiga hari plus vila. Bayar, main, selesai. Susah kalau kawin kontrak, pada enggak mau,” katanya. (*)
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti