jpnn.com - JAKARTA – Pasangan calon gubernur - wakil gubernur pada Pilkada Jakarta yang memiliki elektabilitas tinggi berdasarkan survei malah akan menelan kekalahan.
Demikian dikatakan Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio. Menurutnya, Pilkada Jakarta memang unik.
BACA JUGA: Political Strategy Group: Pilkada Jakarta Diprediksi Dua Putaran
Dia mengatakan, selama ini belum pernah ada calon yang memiliki survei elektabilitas tertinggi bisa memenangi pertarungan Pilkada Jakarta.
"Dulu Fauzi Bowo pas 2012 itu surveinya tinggi, kalah sama Jokowi. Ahok juga sama, 2017 memiliki survei tinggi, tumbang oleh Anies. Jadi menurut saya biasanya yang surveinya tinggi justru kalah di Pilkada Jakarta," kata pria yang akrab disapa Hensat itu di Jakarta, Sabtu (7/9).
BACA JUGA: Ditanya Soal Ketua Tim Pemenangannya di Pilkada Jakarta, RK Bilang Begini, Hmm...
Menurut Hensat kemenangan pasangan calon di Pilkada Jakarta ditentukan oleh kuatnya basis akar rumput partai pengusung.
Hensat melanjutkan, sejarah itu terbukti sejak Pilkada Jakarta digelar secara langsung pada 2007 lantaran hanya satu kali paslon yang didukung banyak parpol memenangkan kompetisi.
BACA JUGA: Kelompok Suporter Tolak Politisasi Sepak Bola di Pilkada Jakarta
Hal tersebut terjadi ketika Fauzi Bowo mengalahkan Adang Daradjatun dari PKS pada Pilkada Jakarta 2007.
"Sisanya? Jokowi menang karena akar rumput PDI Perjuangan di 2012. Anies Baswedan di 2017 juga bermodalkan akar rumput PKS-Gerindra berhasil mengalahkan Basuki Tjahja Purnama yang diusung PDI Perjuangan, Golkar, Hanura, dan Nasdem," lanjutnya.
Saat ini, Pilkada Jakarta 2024 diramaikan oleh nama-nama besar seperti Ridwan Kamil dari Golkar dan Pramono Anung dari PDI Perjuangan.
Hingga saat ini, Hensat belum bisa memastikan elektabilitas siapa yang paling tinggi dan berpotensi memenangi perebutan kursi Gubernur Jakarta. (antara/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu