jpnn.com - JAKARTA - Ayahanda Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Samuel Hutabarat menilai vonis mati Ferdy Sambo dalam perkara pembunuhan berencana anaknya sudah tepat.
Menurut Samuel, hukuman itu sesuai Pasal 340 KUHP yang didakwakan kepada bekas Kadiv Propam Polri tersebut. Ancaman maksimal pasal itu ialah hukuman mati.
BACA JUGA: Merespons Vonis Ferdy Sambo, Komnas HAM Minta Hukuman Mati Dihapus Saja
"Ini bukan soal puas atau tidak, itu berarti ada unsur dendam. Namun, memang itulah yang sesuai dengan Pasal 340 KUHP," kata Samuel di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (14/2).
Samuel mengucap syukur atas vonis mati Ferdy Sambo itu.
BACA JUGA: Sidang Vonis Ferdy Sambo, Sempat Riuh, Begini Sikap Suami Putri Candrawathi Itu
"Kami sangat merasa terharu. Keadilan itu memang nyata ada di negeri ini," ujar Samuel.
Dia mengatakan keluarga besar di Jambi pun merasa terharu atas vonis mati yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Ferdy Sambo.
BACA JUGA: Ferdy Sambo Masih Bisa Mendapat Hukuman Lebih Ringan, Ini Alasannya
"Keluarga di Jambi merespons hal yang sama seperti kami, merasa mendapat keadilan dari majelis hakim PN Jaksel, perpanjangan tangan Tuhan," tutur Samuel.
Majelis hakim PN Jaksel yang dipimpin Wahyu Iman Santosa menyatakan Ferdy Sambo terbukti bersalah dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dan obstruction of justice.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta serta, melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana semestinya secara bersama-sama," ujar Hakim Wahyu pada persidangan di PN Jaksel, Senin (13/2).
"...menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana mati," imbuh Hakim Wahyu.
Majelis hakim juga memerintahkan Ferdy Sambo tetap ditahan.
Putusan lain dalam vonis itu ialah membebankan biaya perkara kepada negara. (cr3/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur : Mufthia Ridwan
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama