Ferry Mursyidan Baldan di Ujung Tanduk

Senin, 28 Desember 2015 – 16:19 WIB
Ferry Mursyidan Baldan. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Pendiri Indonesia Audit Watch (IAW) Junisab Akbar mengatakan kegundahan Presiden Joko Widodo terhadap kinerja para menteri, terutama  Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Ferry Mursyidan Baldan perlu dicermati.

Hal itu menyusul rumor ancaman presiden mereshuffle politikus Partai Nasdem itu jika batas waktu 1,5 bulan penyelesaian sengketa pembebasan lahan tak kunjung usai.

BACA JUGA: Bocor, Ini Tanggal Rilis dan Harga Samsung Galaxy S7

Dia mengatakan, apa yang ditampilkan presiden tersebut merupakan langkah yang tidak lazim dan sudah terkategori bersifat luar biasa. Mengingat itu dilakukan secara terbuka dengan menggunakan ukuran-ukuran yang sangat jelas.

Sehingga, imbuh Junisab, sulit untuk memberikan tafsir terbalik terhadap ungkapan Presiden Jokowi itu. "Sudah demikian tegas kegundahan presiden diungkapkan," ungkap mantan anggota Komisi III DPR itu, Senin (28/12).

BACA JUGA: PKS: Pak Jokowi Janji Bentuk Kabinet Ahli, Mana Buktinya?

Nah, kata dia, sekarang presiden bisa langsung melihat sisi negatif dari kinerja Kementerian ATR/BPN. Pernyataan presiden itu sudah menyentil ke arah kinerja Ferry terutama soal pembebasan tanah yang berjalan lamban. Karenanya presiden memberi batas waktu 1,5 bulan, apabila belum juga dikerjakan maka diberi rapor merah.

Menurut dia, yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa sedemikian lancar dan gamblang Presiden Jokowi mengungkapkan persoalan rapor merah pembantunya Ferry Mursydan Baldan kepada publik?

BACA JUGA: Reshuffle Santer, PKS Bela Rini Soemarno

"Apa karena memang nyata berkinerja buruk atau presiden hanya mau berbicara saja di saat ada kegiatannya? Kalau ukurannya hanya untuk bahan pidato, mengapa sedetail dan tegas seperti itu? Sampai di situ, menjadi sulit untuk mencari tahu apa yang melatar belakangi presiden berbicara gamblang," ucap Junisab.

IAW juga memiliki catatan tentang institusi Ferry yang kementeriannya 'dimerger' di masa Kabinet Kerja Presiden Jokowi. Ferry terlihat masih 'terkategori gagal' dalam menata struktur Kementerian ATR/BPN. Bahkan, dalam mengisi personel struktur di kementerian itu dia tidak menggunakan ukuran yang jelas seperti dalam penempatan pejabat eselon I dan II.

"Kualitas Ferry berbeda jauh dengan sejawatnya dari Nasdem, Siti Nurbaya Bahar yang ditugaskan Presiden Jokowi menata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan menjadi satu hingga akhirnya lahirlah Kementerian LHK. Struktur Kementerian LHK sudah nyaris baik, bahkan personilnya sudah tersusun rapi," paparnya.

Malah kata dia, Siti menjadi menteri yang terdepan dalam suatu kementerian dengan membuatkan posisi Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Dirjend Gakum). Instrumen seperti itu di kementerian lain baru hanya sebatas Kepala Biro Hukum di bawah Sekretariat Jenderal.

"Dia juga menempatkan orang yang 'pas dan kuat' dari sisi kinerja. Itu terbukti dari lahirnya model baru dimana Pemerintah mulai memperbanyak gugatan terhadap terduga pelaku kejahatan. Sekarang, semakin banyak gugatan Kementerian LHK terhadap pembakar hutan dan lahan," papar Junisab.

Semoga saja, kata Junisab, penilaian 'buruk' Presiden Jokowi terhadap kinerja Ferry dalam menata kelola pertanahan dan tata ruang di Indonesia bisa menjadi pelajaran berharga ke depan. "Agar tidak salah lagi dalam memilih Menteri ATR/BPN saat mereshuffle kabinetnya," pungkasnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Buntut Bentrok di Lapas Kerobokan, Baladika Laporkan Laskar Bali ke Mabes Polri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler