jpnn.com, JAKARTA - Universitas Mercu Buana merilis hasil penelitian soal kepedulian pada masalah stunting anak di Indonesia pada kalangan media masa.
Riset yang dipimpin oleh Prof. Dr. Suraya. M. Si., dan timnya yang terdiri dari dua dosen Universitas Mercu Buana Nurhayani Saragih dan Afgiansyah, dan dua lainnya dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto; Wiwik Novianti; S. Bekti Istiyanto.
BACA JUGA: Lestari Moerdijat Sebut Butuh Komitmen Kuat untuk Kurangi Angka Prevalensi Stunting
Ketua Peneliti Prof Suraya menyatakan bahwa hasil riset menunjukkan minimnya perhatian media nasional terhadap isu stunting anak di Indonesia.
Penelitian dengan judul Child Stunting: Revealing the Lack of Concern of National Media in Indonesia, ini dipublikasikan dalam Profetik Jurnal Komunikasi oleh tim dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana, bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana media berita online di Indonesia membahas masalah stunting anak.
BACA JUGA: Cegah Stunting, Menko PMK Tinjau Posyandu As-Syifa Ponpes Al Ubaidah Sebagai Percontohan
Dengan menggunakan metode analisis konten digital dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan dari berita-berita yang diterbitkan oleh portal berita online selama bulan November 2022, bertepatan dengan Hari Kesehatan Nasional.
“Kami menemukan bahwa meskipun ada beberapa media yang cukup aktif memberitakan isu stunting, secara umum, perhatian media nasional terhadap masalah ini masih kurang. Kebanyakan berita yang dipublikasikan berkisar pada komitmen pemerintah untuk menurunkan angka stunting dan program kampanye pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pencegahan dan penanganan stunting,” kata Prof Suraya Rabu (19/6).
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis, yang berdampak pada terganggunya perkembangan otak dan fisik anak. Menurut data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021, angka stunting di Indonesia mencapai 24,4 persen, yang berarti satu dari empat anak di Indonesia mengalami stunting.
Provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi termasuk Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara.
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting sebagai bagian dari komitmen pemerintah untuk mencapai target penurunan stunting menjadi 14 persen pada 2024.
Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, menyatakan bahwa anggaran kesehatan pada 2021 diprioritaskan untuk menangani enam masalah kesehatan utama, termasuk pencegahan stunting.
Prof Suraya menyebutkan penelitian ini menyoroti pentingnya peran media dalam menyebarkan informasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang stunting.
Media massa diharapkan dapat mendukung kampanye kesehatan pemerintah dengan memberikan informasi yang akurat dan relevan kepada masyarakat.
“Media memiliki peran strategis dalam meningkatkan kesadaran publik. Oleh karena itu, sangat penting bagi media untuk tidak hanya fokus pada isu-isu yang populer, tetapi juga memberikan sorotan pada isu-isu krusial seperti stunting,” tambah Suraya.
Prof Suraya berharap para peneliti dan praktisi komunikasi dapat memperdalam wawasan mereka tentang pentingnya peran media dalam kampanye kesehatan, serta mendorong media nasional untuk lebih proaktif dalam memberitakan isu-isu kesehatan yang krusial seperti stunting.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul