jpnn.com, MANILA - Filipina pada Sabtu (15/6) mengajukan klaim kepada Perserikatan Banga-Bangsa (PBB) untuk memperpanjang landas kontinental (ECS) di Laut China Selatan, kata Kemenlu Filipina.
Dalam pernyataannya, Kementerian mengatakan utusan negara itu di PBB telah menginformasikan Komisi PBB tentang Batas Landas Kontinen untuk mendaftarkan hak negara tersebut atas perpanjangan landas kontinen di wilayah Palawan Barat di Laut China Selatan.
BACA JUGA: ASEAN & Australia Bahas Laut China Selatan, Tiongkok Sampaikan Peringatan
Berdasarkan pasal 76 Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), negara pantai seperti Filipina berhak menetapkan batas terluar landas kontinennya, kata Kemenlu.
Landas kontinen itu disebutkan meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari wilayah bawah laut yang melebihi 200 mil laut tetapi tidak melebihi 350 mil dari garis pangkal yang mengukur lebar laut teritorial.
BACA JUGA: Teuku Rezasyah: Solusi 3 Capres Soal Laut China Selatan Kurang Mendalam dan tidak Komprehensif
Filipina dan China telah mengalami hubungan bilateral yang memburuk akibat sengketa wilayah di Laut China Selatan, yang sudah berlangsung lama.
Beijing mengeklaim banyak wilayah maritim di Laut China Selatan berdasarkan sembilan garis putus-putus.
BACA JUGA: COC Laut China Selatan Harus Bisa Mengekang Perilaku Agresif Tiongkok
Pengadilan Arbitrase Tetap, yang berbasis di Den Haag, pada 2016 menetapkan bahwa klaim China itu menurut hukum internasional tidak memiliki dasar.
China menolak ketetapan tersebut dengan menganggapnya tidak valid, dan terus melakukan negosiasi dengan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) sejak 2002 untuk menyusun kode etik di laut yang disengketakan.
Asisten Menteri Luar Negeri Filipina untuk Maritim dan Kelautan Marshall Louis Alferez mengatakan pengajuan negaranya ke PBB bukan hanya merupakan deklarasi hak maritim Manila berdasarkan UNCLOS, tetapi juga komitmen pada penerapan proses yang bertanggung jawab.
"Insiden di perairan cenderung mengabaikan pentingnya apa yang ada di bawahnya,” katanya.
Awal bulan ini pada Dialog Shangri-la di Singapura, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr memperlihatkan sikap tegas untuk melindungi nyawa warga sipil dan militer Filipina dari kemungkinan insiden.
“Jika tidak hanya prajurit melainkan juga warga sipil Filipina terbunuh... menurut saya bisa didefinisikan sebagai tindakan perang dan oleh karena itu kami akan meresponsnya dengan tepat."
Belakangan, China mengatakan bahwa pernyataan Marcos Jr. dirancang untuk “dengan sengaja memutarbalikkan dan membesar-besarkan situasi maritim.” (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif