Film G30S/PKI, Antara Malam Horor bagi Murid dan Penyesalan Sutradara

Jumat, 01 Oktober 2021 – 23:50 WIB
Syubah Asa memerankan tokoh DN Aidit dalam film Pengkhianatan G30S/PKI buatan PPFN. Foto: YouTube

jpnn.com, JAKARTA - Polemik tentang pemutaran film Pengkhianatan G30S/PKI selalu bergulir setiap akhir September. Banyak pihak mendukung, tetapi tak sedikit penentang pemutaran film yang dirilis pada 1984 itu.

Pengkhianatan G30S/PKI diproduksi oleh Pusat Produksi Film Negara (PPFN). Adapun sutradaranya ialah Arifin C Noer.

BACA JUGA: Hindari Kegaduhan, TVRI Tidak Tayangkan Film Pengkhianatan G30S PKI

Sineas Garin Nugroho bersama akademisi Dyna Herlina S dalam buku ‘Krisis dan Paradok Film Indonesia’ menyebut Pengkhianatan G30S/PKI merupakan propaganda antikomunis.

Menurut Garin dan Dyina, Pengkhianatan G30S/PKI bukanlah satu-satunya film antikomunis yang menjadi media propaganda Orde Baru. Ada pula film Djakarta 1966 yang dirilis pada 1982, dan Operasi Trisula: Penumpasan Sisa-sisa PKI di Blitar Selatan buatan 1986.

BACA JUGA: G30S, Front Kostrad Vs Halim, Mengapa Soeharto Tidak Diculik?

Namun, Pengkhianatan G30S/PKI memang film antikomunisme paling kontroversial. Garin menyebut film itu dengan istilah dokudrama yang merupakan tafsir penguasa Orde Baru atas peristiwa 30 September 1965.

“Film itu merupakan produksi kolosal dengan biaya besar, berdurasi 4,5 jam, berisi banyak adegan kekerasan dan pidato politik,” tulis Garin.

BACA JUGA: Masih Ribut soal Pemutaran Film G30S/PKI? Ingat, Ada Persoalan Lebih Penting

Film-maker asal Yogyakarta itu juga mencatat Pengkhianatan G30S/PKI tidak diedarkan secara komersial. Salah satu sebabnya ialah PPFN tidak mau mengambil risiko jika film itu gagal di pasar atau tidak memperoleh perhatian penonbton.

Namun, Pengkhiatan G30S/PKI menjadi film paling banyak ditonton rakyat Indonesia.

”Film ini justru dijadikan tontonan wajib anak-anak sekolah dan pegawai negeri, dan sejak pertengahan 1980-an hingga 1997 ditayangkan setiap tahun pada 30 September di TVRI dan direlai oleh seluruh stasiun TV,” tutur Garin menukil Krishna Sen dan David T Hill (2000).

Murid sekolah pun diwajibkan menonton Pengkhianatan G30S/PKI yang diputar ulang setiap tahun. Biasanya, guru akan meminta salinan resensi film tersebut dari setiap murid.

Menurut Garin, setiap pemutaran film itu di stasiun televisi setiap 30 September dipastikan menjadi ‘malam horor’ bagi anak-anak yang diharuskan menyaksikan adegan kekerasan.

“Kewajiban itu adalah upaya Soeharto ‘mencuci otak’ anak-anak Indonesia tentang komunisme,” papar Garin dalam analisisnya.

Memang Arifin C Noer menyutradarai berbagai film propaganda Orba, antara lain, Serangan Fajar (1981), Pengkhianatan G30S/PKI, dan Djakarta 1966.

Menurut Garin, sineas kondang itu menyesalkan hal tersebut pada akhir hayatnya.

“Permintaan maafnya tidak pernah diketahui secara luas oleh publik. Ia hanya menyampaikannya melalui sahabatnya, Gunawan Mohamad dan Putu Wijaya,” tulis Garin dalam buku yang diterbitkan PT Kompas Media Nusantara pada 2015 itu.(ara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler