Film Mata Jiwa Membuat Penonton di Jakarta Terharu

Kamis, 30 November 2017 – 15:18 WIB
Acara nobar film Mata Jiwa di Gedung A Graha Plaza Insan Berprestasi, Senayan, Jakarta, Selasa (28/11). Foto: Istimewa for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Film Mata Jiwa akhirnya menyambangi Jakarta setelah sempat diputar di lima kota di Indonesia.

Film besutan sutradara muda Tsaqiva Kinasih Gusti (14) itu ditonton oleh para pelajar Jakarta di Gedung A Graha Plaza Insan Berprestasi, Senayan, Jakarta, Selasa (28/11).

BACA JUGA: Menteri Muhadjir: Semua Honorer Diangkat, Kemendikbud Bubar

Pemutaran film itu berkat kerja sama Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga, Ditjen PAUD dan Dikmas serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Film Mata Jiwa diangkat dari cerpen berjudul Bintang di Langit Jakarta yang ditulis Tsaqiva.

BACA JUGA: Mendikbud: Saya Pusing Mikirin Guru

Cerpen itu menjadi salah satu karya sastra remaja terbaik versi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2016.

Cerpen ini akan diterbitkan Kemendikbud sebagai bacaan sastra di sekolah-sekolah SD/SMP/SMA di Indonesia.

BACA JUGA: Mendikbud: Saya Hadir agar Anak-anak tak Merasa Sendiri

Film yang diperankan secara apik oleh para pelajar SD dan SMP yang aktif di Omah Dongeng Marwa Kudus itu berkisah tentang Jiwa (7), anak bermata rabun dari keluarga pemulung di Jakarta.

Jiwa ingin melihat cahaya di malam hari sejak ayahnya mendongeng tentang bintang kejora di atas langit Jakarta.

Untuk membahagiakan sang ayah, Jiwa mengaku sudah bisa melihat kejora.

Padahal, dia tak pernah benar-benar bisa melihat bintang itu, kecuali kerlap-kerlip lampu hotel di sebelah rumah bedengnya. 

Dari hotel itulah penggusuran justru dimulai. Penggusuran memaksa keluarga Jiwa kembali pulang ke kampung halamannya.

Film ini menggambarkan ketegaran Jiwa dalam menghadapi sulitnya hidup.

Tsaqiva menuturkan, dirinyaa tertarik dengan tema film itu setelah melihat banyak fenomena yang terjadi di Indonesia.

Menurut dia, masih banyak anak yang tidak bisa mewujudkan harapannya karena keterbatasan yang mereka miliki.

“Anak-anak mau bercita-cita jadi fotografer, tapi karena tidak punya kamera dan tidak mau berusaha, luruh harapan itu. Padahal, kalau berusaha, pasti bisa. Teknologi zaman sekarang sudah sangat memadai. Bisa belajar dari internet. Soal kamera, dengan HP pun bisa,” terang remaja kelahiran 11 September 2003 itu .

Ketua Pusat Studi Literatur Universitas Islam Malang Ari Ambarwati mengatakan, Mata Jiwa adalah potret keseharian anak-anak dengan permasalahan yang mereka hadapi.

"Bagi saya, karya Tsaqiva ini adalah karya yang jujur," ucap Ari setelah menonton film itu.

Sementara itu, sutradara muda Wregas Bhanutedja menuturkan, Mata Jiwa adalah film yang menjanjikan, baik dari segi cerita maupun sinematografi.

"Terlebih film ini dibuat oleh anak-anak. Sangat menarik," tambah pemenang Festival Film Cannes 2016 ini.

Film Mata Jiwa juga ditonton oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Harris Iskandar, pejabat dari Kemendikbud, dan Komisioner Lembaga Sensor Film (LSF) Rommy Fibri.

“Pendidikan untuk anak dan remaja mempunyai tantangan tersendiri. Sebab, pada masa ini mereka tumbuh dan berkembang dengan sangat pesat, baik secara fisik, kognitif maupun sosial. Sebagian besar menganggap masa remaja adalah masa krisis dan pencarian identitas diri,” kata Muhadjir.

Di sisi lain, Ketua PKBM ODM Edy Supratno, acara nonton bareng itu memiliki beberapa arti dan tujuan.

Pertama, sebagai wujud syukur. Setelah berproses sekian lama, Mata Jiwa dapat ditonton di berbagai kota.

“Nobar bagi kami adalah apresiasi kepada anak-anak yang telah sungguh-sungguh berkreasi,” imbuh pria yang berperan sebagai Bapak dalam film itu. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendikbud Imbau Disdik se-Indonesia Soal Zonasi


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler