Firli Bahuri Sebut Syarat Presidential Threshold Rawan Ditumpangi Bohir Politik

Rabu, 15 Desember 2021 – 16:02 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menilai pelaksanaan presidential threshold dalam pemilu berpeluang besar ditunggangi oleh bohir politik.

Oleh karena itu, Firli menginginkan presidential threshold di Indonesia menjadi 0 persen.

BACA JUGA: ART Tanggapi Usulan Firli Bahuri Soal Presidential Threshold 0 Persen

"Modal besar untuk pilkada sangat berpotensi membuat seseorang melakukan tindak pidana korupsi, karena setelah menang akan ada misi balik modal. Di sisi lain mencari bantuan modal dari bohir politik, akan mengikat politisi-politisi di eksekutif atau legislatif dalam budaya balas budi yang korup," kata Firli dalam keterangannya, Rabu (15/12).

Firli mengatakan jika meniadakan presidential threshold maka bohir akan menghilang sehingga kepala daerah tidak memiliki utang budi saat terpilih.

BACA JUGA: Ketua KPK Minta Presidential Threshold 0 Persen, Pengamat: Biaya Politik Jadi Rendah

Eks Kabaharkam Polri itu menyatakan KPK telah mengkaji penyebab korupsi atas dasar pencarian dana untuk pengembalian modal saat kampanye.

Menurut Firli, data itu didapat KPK dalam enam forum bersama kepala daerah dalam pendidikan dan pencegahan korupsi yang dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia.

BACA JUGA: Prajurit TNI Beraksi di Pegunungan Bintang, Kepala Kampung Beri Pujian

KPK mencatat keluhan tentang mahalnya presidential threshold di Indonesia. Calon kepala daerah harus mencari modal dengan bantuan bohir untuk bertaruh mendapatkan jabatan.

"Fakta data KPK terakhir, 82,3 persen calon kepala daerah menyatakan adanya donatur dalam pendanaan pilkada mereka," ujar Firli.

Jenderal purnawirawan polisi bintang tiga itu menyatakan calon kepala daerah ketika terpilih harus membalas budi dengan kewenangannya.

"Salah satunya, 95,4 persen balas budi pada donatur akan berbentuk meminta kemudahan perijinan terhadap bisnis yang telah dan akan dilakukan atau 90,7 persen meminta kemudahan untuk ikut serta dalam tender proyek pemerintahan," kata Firli.

Firli juga menyebut biaya politik yang mahal untuk mencari dana ke bohir bukan cuma saat kampanye. Beberapa transaksional yang biasa disebut dengan mahar juga masih sangat mahal dalam politik Indonesia.

Dia mencontohkan Kabupaten Ogan Komering Ulu (Oku) yang tidak mempunyai kepala daerah definitif saat ini. Firli mengungkapkan dari sembilan partai politik yang ada di Oku, tidak ada satu pun mengajukan calon bupati pengganti sampai saat ini.

"Persoalannya politik transaksional akan menciptakan kultur kepemimpinan yang koruptif karena akan membutuhkan modal sangat besar," tutur Firli.

Atas dasar itulah, Firli menginginkan presidential threshold di Indonesia menjadi 0 persen. Menurutnya, biaya politik yang mahal membuat potensi korupsi yang dilakukan kepala daerah meningkat.

"Selain adanya indikator memperkaya diri, upaya balik modal dan balas budi pada donatur oleh para kepala daerah dan legislatif setelah terpilih, membuat KPK merasa penting bersikap sehingga pemberantasan korupsi bisa diselesaikan dari hulu ke hilir," ucap Firli. (tan/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur : Friederich
Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler