Firman Menyerah Karena Ada Balita

Kamis, 06 September 2012 – 05:05 WIB
JAKARTA - Anggota Densus 88 Mabes Polri selama sepekan ini dijamin kurang tidur. Betapa tidak, hampir tiap hari dalam hitungan jam, dinamika perburuan terorisme terus terjadi. Rabu (5/9), tim CRT (Crisis Response Team) Densus 88 menangkap Firman, yang termasuk bagian dari kelompok Farhan.
   
Walaupun sempat salah menyerang rumah, Densus sukses membawa Firman tanpa perlawanan dan tanpa ada yang terluka. Penangkapan berlangsung di Perumahan Taman Anyelir 2 Blok E1 no 1, Kalimulya, Depok, Jawa Barat  Rabu (05/09) sekitar pukul 6 pagi.

"Saya lihat tiga mobil hitam masuk, saya stop. Rupanya tim Densus, itu sekitar jam 4 pagi," kata Mursyid, satpam perumahan yang juga saksi mata.

Mursyid diajak Densus melakukan sterilisasi wilayah sekitar target. "Densus mengepung rumah kosong blok F2 no 9, saya sudah sampaikan itu kosong, tapi kata Densus ada sandal jadi mungkin dipakai sembunyi," kata satpam berusia 34 tahun itu.

Satu polisi menggunakan megaphone meminta penghuni keluar. "saya dengar mereka bicara atas nama undang-undang tolong anda keluar, rumah sudah dikepung," kata Mursyid. Namun, tak ada respon.

Lima orang anggota Densus memanjat pagar rumah samping (Blok F2 no 8) dan melemparkan gas air mata. Mereka juga mengeluarkan empat kali tembakan peringatan ke udara.

Karena tak ada respon, lima orang lagi dari depan menerobos masuk. Mereka memecah kaca. "Dipukul pakai popor lalu masuk," ujar Mursyid.

Saat itulah, menurut Mursyid, terdengar teriakan dari rumah blok E1 no 1 yang jaraknya sekitar 20 meter dari lokasi. "Densus lalu berpindah konsentrasi, mereka juga meminta penghuni keluar. Dari dalam terdengar jeritan histeris, suaranya sih itu ibu Emong," katanya.

Rupanya Emong adalah tante dari Firman.  Emong adalah istri Nasuha, seorang guru yang dua tahun menghuni rumah itu. "Lalu petugas masuk dan membawa seseorang, langsung dimasukkan mobil," katanya.

Butar-Butar pemilik warung di rumah blok F2 nomer 8 heran mengapa Densus sampai salah sasaran. "Rumah ini kosong sejak lama, hanya sesekali saja didatangi tukangnya," katanya.

Butar sendiri sudah dibangunkan sejak pukul 4 pagi oleh polisi. Dia diminta menjauh 50 meter dari lokasi bersama anaknya. "Mereka juga masuk ke rumah saya dan geledah geledah, tapi karena memang tidak apa-apa ya pergi lagi," katanya.

Marjaya, camat Kalimulya, Depok menjelaskan rumah kosong yang sempat dirusak Densus itu milik seseorang bernama Erik. "saat ini sedang kosong katrena renovasi," katanya.

Marjaya juga langsung menemui Nasuha dan istrinya di dalam rumah. Saat keluar, Marjaya menjelaskan Emong (tante Firman) masih shock. "Menurut pak Nasuha Firman baru datang jam 9 malam," katanya.

Saat itu, Nasuha sempat bertanya pada keponakannya itu. "Kok tidak kerja ? Dijawab oleh Firman lagi libur Om," kata Marjaya menirukan perbincangannya dengan nasuha.

Menurut Marjaya, Firman tak melawan karena ada sepupunya (anak-anak Nasuha) yang masih balita. "Omnya bilang, apa kamu tega dengan adik-adikmu itu, karena itu dia sama sekali tak melawan," ujarnya.

Sekitar jam 9, polisi dari Bidang Dokkes Polda Metro Jaya datang membawa tabung oksigen. Rupanya Emong sempat sesak nafas dan tak sadarkan diri. Sekitar pukul 10.30, keluarga itu dievakuasi dengan mobil Avanza yang masuk hingga pekarangan rumah.

Mereka dibawa keluar dengan ditutup kain seprai bermotif Tweety untuk menghindari kamera wartawan. "Tolong ya jangan difoto, ada anak-anak, mereka tak bersalah," kata Kapolres Depok Kombes Mulyadi yang datang langsung ke TKP.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan, penangkapan terduga teroris di Depok, Jawa Barat, merupakan salah satu rangkaian dari penangkapan teroris di Solo, Jawa Tengah. Firman, tersangka teroris yang ditangkap di Depok, kata Boy, ikut berperan dalam aksi yang direncanakan Bayu, Farhan, dan Muchsin. Firman sudah berinteraksi dengan mereka sejak 2007.
     
Bahkan, kata Boy, Firman ikut mengikuti latihan ala militer bersama Bayu, Farhan, dan Muchsin di Gunung Merbabu. Menu latihannya antara lain bongkar pasang senjata dan cara menggunakan senjata api.

Diduga kuat pelatih tersangka teroris itu sangat ahli dan sudah senior. Jumlah mereka juga lebih dari satu. "Buktinya mereka sudah sangat cekatan menggunakan senjata api," kata Boy.

Firman, kata Boy, ikut berperan dalam aksi teros. Tugas dia dalam aksi tersebut adalah melakukan survey terhadap sasaran. Yaitu pos pengamanan mudik dan pos polisi di Singosaren, Solo. "Peran dia tidak bisa dianggap remeh," kata mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya itu.

Dalam aksi teror pertama pada 17 Agustus lalu, Firman membonceng untuk mengantarkan Farhan yang melancarkan tembakan pada pos pengamanan mudik di Gemblekan, Solo. Saat mereka berdua menjalankan aksinya, Bayu dan Mukhsin bersembunyi di sekitar pos untuk memantau situasi. Untungnya, aksi itu tidak menimbulkan korban jiwa, hanya dua polisi yang terluka.

Hal serupa juga dilakukan Firman dalam aksi teror kedua pada 18 Agustus di pos pengamanan di Gladak, Solo. Sebelum aksi dilakukan, Firman ikut mengamati daerah sasaran.

Keterlibatan yang nyata ditunjukkan Firman dalam aksi pada 30 Agustus dengan membonceng Farhan yang hendak melancarkan tembakan. Akibatnya, Bripka Dwi Data meregang nyawa. "Dia memang memiliki peran penting dari aksi-aksi ini," kata Boy.

Bagaimana Firman bisa berada di Depok? Boy menuturkan, begitu mengetahui bahwa rekan-rekannya ditangkap Jumat (31/8) lalu, dia kabur ke rumah keluarganya di Depok. Dia baru tiba di rumah pada Selasa (4/9) malam sekitar pukul 21.00 WIB.

Polisi, kata Boy, mengetahui keberadaan Firman namun tak segera menangkap. Dalam penangkapan tersebut, ditemukan sebuah laptop dan ponsel milik Firman. "Barang bukti nanti akan diteliti, diharapkan kita dapat mengetahui data dan dokumen jaringan ini melalui laptop tersebut," katanya.

Laptop tersebut, kata Boy, akan diteliti secara cyberforensic. Data di dalamnya akan ditelusuri dan diolah untuk membongkar anggota jaringan lain dan rencana-rencana teror lainnya.

Menurut Boy, kelompok tersebut tergolong baru namun masih memiliki kaitan dengan Ngruki. Sebab, hampir semua tersangka merupakan alumni Ngruki kecuali Bayu. "Tapi, kaitan mereka dengan Ngruki masih sebatas emosional," katanya.

Kapolri Jenderal Timur Pradopo menegaskan, penangkapan terduga teroris F di Depok masih merupakan rangkaian dari penuntasan kasus penyerangan polisi di Solo. "Itu bagian dari dinamika di Solo. Apa perannya, masih dalam proses penyelidikan," kata Timur seusai mengantar Presiden SBY yang melawat ke Mongolia dan Rusia di Bandara Halim Perdanakusuma, kemarin.

Dia mengatakan, tim Densus 88 akan terus memburu mereka yang terkait dengan pelanggaran hukum, khusus tindak pidana terorisme. Pengembangan berdasarkan keterangan tersangka yang berhasil ditangkap dan keterangan saksi-saksi.

Namun Timur menegaskan, Densus tetap akan mengupayakan menangkap dalam kondisi hidup untuk pengembangan penyelidikan. "Setiap kami melakukan penegakan hukum, harus kami perhitungkan penangkapan hidup-hidup," kata Timur. Langkah itu harus disertai dengan bukti permulaan yang cukup.

Sementara Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, penangkapan terduga teroris tidak dilakukan sembarangan. "Itu pasti melalui suatu proses pembuntutan, diikuti, dilacak, sampai pada saatnya dia harus ditangkap," kata Djoko.

Menurutnya, kegiatan teror yang baru saja terjadi di Solo tidak cukup hanya dilihat dari serangan atau penembakan terhadap polisi. Namun juga melacak dari aktivitas jaringannya. "Kan rangkaian dari aktivitasnya, jaringannya, kepada siapa dia komunikasi. Jangan dilihat outputnya kalau teror itu harus besar," katanya.(rdl/aga/fal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hambat Penegakan Syariah, Polisi jadi Target Teroris

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler