Formalitas Birokrasi Pemda jadi Hambatan Investasi

Selasa, 12 Juni 2012 – 01:10 WIB

JAKARTA - Lembaga pemeringkat Doing Business mengeluarkan hasil penelitiannya tentang perbandingan kebijakan di 20 kota di Indonesia. Penelitian  Doing Business 2012 yang melibatkan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN&RB) dan Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) itu dibeber di Jakarta, Senin (11/6).

20 kota yang disurvei adalah Balikpapan, Banda Aceh, Bandung, Batam, Denpasar, Gorontalo, Jakarta, Jambi, Makassar, Manado, Mataram, Medan, Palangka Raya, Palembang, Pekanbaru, Pontianak, Semarang, Surabaya, Surakarta dan Yogyakarta. 

Manajer Hubungan Eksternal KPPOD Robert Endi Jaweng saat memaparkan hasil penelitian itu mengungkapkan, Indonesia menghadapi tantangan-tantangan yang menghambat perkembangan sektor swasta. Kekurangan tenaga kerja terdidik, infrastruktur yang buruk dan kerangka kebijakan yang berbelit-belit merupakan 3 penghambat terbesar terhadap perluasan usaha.

Menurutnya, dua hambatan terbesar terhadap kegiatan investasi perusahaan adalah tidak memadainya jumlah tenaga kerja terdidik dan tingginya tingkat informalitas.  "Salah satu dari kunci penyebab tingginya tingkat informalitas di Indonesia ini adalah beratnya beban yang harus ditanggung oleh perusahaan-perusahaan akibat kebijakan-kebijakan yang berlaku. Bahkan, hampir 30 persen dari perusahaan-perusahaan di Indonesia memulai kegiatan usahanya tanpa mendaftarkan diri secara formal," kata Jaweng.

Dari hasil penelitian itu, muncul lima besar kota di posisi teratas dalam hal kemudahan mendirikan usaha. Sesuai peringkat lima kota yang dianggap mudah dalam mengurus usaha adalah Yogyakarta, Palangkaraya, Surakarta, Semarang dan Banda Aceh.

Sementara Batam di peringkat ke-15. Posisi Batam berada di atas Pekanbaru (peringkat 16) dan di bawah Surabaya (peringkat 14). Sedangkan tiga kota dengan peringkat terendah dari 20 kota yang disurvei adalah Jambi, Medan dan Manado.

Tapi peringkat Batam sedikit membaik dalam hal kemudahan mengurus IMB. Batam berada di peringkat ke-10. Sedangkan peringkat pertama adalah Balikpapan. Sementara Jakarta justru di peringkat terakhir.

Di Batam dibutuhkan waktu 45 hari untuk mengurus IMB, atau lebih singkat dari rata-rata nasional yang mencapai 68 hari. Paling singkat di Banda Aceh, yakni 42 hari. Sedangkan pengurusan IMB terlama di Jakarta yang memakan waktu hingga 158 hari.

"Metodologi untuk mengurus izin-izin mendirikan bangunan berubah pada tahun 2011. Peringkat didasarkan pada rata-rata persentase peringkat kota untuk prosedur, waktu, dan biaya mengurus izin-izin mendirikan bangunan," papar Jaweng.

Namun untuk kemudahan mendaftarkan properti, Batam justru berada di posisi paling buncit atau peringkat 20. Peringkat pertama ditempati Bandung.  "Peringkat didasarkan pada rata-rata persentase peringkat kota untuk prosedur, waktu dan biaya untuk mendaftarkan properti," ucap Jaweng.

Untuk biaya pendaftaran properti, di Batam juga paling mahal dbandingkan kota-kota lain di Indonesia karena dipatok hingga 13 persen dari nilai properti. Biaya pendaftaran paling murah justru di Jakarta, yang hanya dipatok 10,81 persen dari nilai properti.

Sementara untuk kecepatan proses pendaftaran properti, Batam dan Surakarta juga tercatat paling lama karena memakan waktu 54 hari. Di Manado sebagai kota yang paling cepat dalam pengurusan pendaftaran propetri, hanya dibutuhkan 11 hari.

Penelitian Doing Business di Indonesia 2012 yang meliputi 20 kota itu didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di tingkat pusat dan daerah, berikut dengan persyaratan administratif terkait. Para responden Doing Business melengkapi survei tertulis dan memberikan referensi-referensi terhadap hukum, peraturan dan daftar-daftar biaya yang berlaku, membantu proses pemeriksaan data dan jaminan mutu.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Giliran Sumsel Minta Tambahan Kuota BBM


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler