jpnn.com, JAKARTA - Persoalan antara pemerintah dengan Front Pembela Islam (FPI) terkesan tidak pernah berakhir dan makin berkepanjangan.
Puncaknya, enam laskar FPI tewas dalam insiden FPI versus polisi di Tol Jakarta-Cikampek, Karawang, Senin (7/12) dini hari lalu.
BACA JUGA: Genting, Wali Kota Ahyar Turun Tangan Imbau Masyarakat Jangan Keluar Rumah
Menurut pengamat politik Adi Prayitno, persoalan berkepanjangan kemungkinan disebabkan pola komunikasi yang kurang tepat.
Penyebab lain, FPI juga selama ini terkesan sangat agresif menentang pemerintah.
BACA JUGA: Enam Laskar FPI Tewas, Upaya yang Ditempuh tak Akan Melebihi Hal Ini
"Sebelumnya kan memang kritis, tetapi tidak seagresif sekarang. Kalau mau jujur, FPI ini kan menentang pemerintah, menentang kekuasaan saat ini," ujar Adi kepada jpnn.com, Kamis (10/12).
Dosen di Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta itu mencontohkan keinginan FPI untuk tetap menggelar reuni 212, kecuali pilkada ditunda baru mereka batal menggelar reuni.
BACA JUGA: Habib Rizieq Tersangka, Respons Novel PA 212 Menohok Kapolda Irjen Fadil Imran
"Di tengah orang menghindari kerumunan dan menerapkan standar protokol kesehatan, mereka menentang. Mereka akan tetap menggelar reuni 212, itu kan menentang namanya," ucap Adi.
Menurut Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu, langkah yang penting ditempuh pemerintah ialah mengelola komunikasi dengan FPI.
"Mungkin dari segi timing, orang yang selama ini diutus pemerintah itu turut memengaruhi hubungan dengan FPI," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Adi kemudian, pemerintah perlu memikirkan langkah yang tepat.
"Ini yang saya kira perlu dipikirkan bagaimana cara memperlakukan dan berkomunikasi dengan FPI. Karena suka tidak suka, ini juga memengaruhi psikologi publik saat ini," pungkas Adi.(gir/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang