FPKS DPR: Program Food Estate Jangan Sekadar Pencitraan

Senin, 08 Februari 2021 – 19:30 WIB
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Dapil Sulawesi Selatan II, Andi Akmal Pasluddin. Foto: FPKS DPR

jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR RI asal Sulawesi Selatan II, Andi Akmal Pasluddin mengatakan, program food estate yang dijadikan pemerintah sebagai andalan untuk menyelesaikan persoalan pangan di masa depan masih jauh dari harapan.

Akmal menerangkan, pada rangkuman informasi APBN 2021 pada program ketahanan pangan, Pengembangan Food Estate di Kalteng, Sumsel dan Papua (Merauke) untuk meningkatkan produktivitas pangan antara lain dengan pemberdayaan petani existing dan investasi small farming pada lahan seluas 165.000 hektare.

BACA JUGA: Petani: Program Food Estate Pak Presiden Jokowi Berhasil, Kami Merasa Puas

“Bagaimana Pogram food estate ini kita semua tidak ragu, bila faktor utama yakni anggaran negara dari APBN untuk Kementerian Pertanian saja dipotong sebesar Rp 6,3 triliun, dari semula Rp 21,8 triliun menjadi Rp 15,5 triliun,” tutur Akmal dalam keterangan tertulis, Senin (8/2/2021).

Politikus PKS ini meminta pemerintah agar mega proyek food estate ini jangab hanya untuk pencitraan saja, tanpa dibarengi dengan tindakan-tindakan terukur yang dapat dikendalikan pemerintah itu sendiri.

BACA JUGA: Petani: Tidak Betul Food Estate Kalteng Gagal Panen

Pemotongan sektor pangan yang begitu besar bukan saja Kementan, bahkan seluruh mitra Komisi IV. Semua terjadi pemotongan dari dasar Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor S-30/MK/02/2021.

Berdasarkan informasi yang ia terima dari berbagai sumber, Legislator asal Sulawesi Selatan II ini melihat sudah mulai ada gejala-gejala yang tidak lurus pada eksekusi pelaksanaan food estate.

BACA JUGA: Pemerintah Masih Andalkan Impor untuk Atasi Kenaikan Harga Daging Sapi, Begini Respons Andi Akmal

Meskipun ia mengakui bahwa banyak pihak yang belum menyetujui secara penuh program food estate ini mau diapakan, termasuk komisi IV DPR RI dan fraksi nya di PKS.

Informasi yang ia dapat, salah satunya adalah Petani yang lahannya masuk ke dalam program lumbung pangan atau food estate mengeluhkan penurunan hasil produksi gabah bahkan berujung gagal panen.

“Saya mendapat informasi yang menyedihkan, bahwa hampir 90 persen petani pada areal food estate tidak mendapatkan hasil panen yang memuaskan dari lahan seluas 1.000 hektare (Ha),” katanya.

Dia mencontohkan ada Petani di Desa Belanti Siam, di wilayah Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah, hanya memperoleh hasil 1,5 ton gabah per Ha sawah, bahkan ada yang kurang dari itu. Padahal biasanya mencapai 3,5 - 4 ton.

“Ini setelah mulai ada eksekusi program food estate,” kritik Akmal.

Anggota Komisi IV ini juga mengkritisi, dampak lingkungan yang saat ini sudah mulai memperlihatkan keganjilan-keganjilan.

Ia menganggap, bahwa alam ini sudah mulai menegur dengan banjir, longsor dan berbagai bencana lain akibat ulah manusia yang merusak keseimbangan alam.

Akmal tidak menutup gagasan food estate ini yang nantinya menuju cita-cita kedaulatan pangan nasional dimana kecukupan pangan dapat dipenuhi dari dalam negeri.

Pangan melimpah, harga murah untuk seluruh rakyat Indonesia. Tetapi yang ia minta agar pemerintah tidak membuat halu masyarakat dengan membuai adanya kehebatan negara kita yang akan mampu menciptakan kondisi pangan nasional stabil dan terjangkau.

Menurutnya, Contoh mobil nasional sudah cukup jadi pelajaran berharga, jangan diulang pada program-program lainnya.

“Semoga Negara ini tetap dalam lindungan yang maha kuasa. Tentunya ini semua tergantung pada penyelenggara negara dan pimpinan-pimpinan bangsa ini untuk berlaku amanah untuk kesejahteraan rakyatnya. Food Estate ini merupakan pembuktian jangka panjang, apakah negara ini mau berubah ke arah lebih baik atau tidak,” tutup Andi Akmal Pasluddin.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler