Fraksi Bikin Anggaran Boros

Minta MK Bubarkan lewat Uji Materi UU MD4

Kamis, 19 Juli 2012 – 06:26 WIB

JAKARTA - Pemborosan uang negara menjadi alasan pengajuan uji materi undang-undang (UU) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kemarin (18/7) Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) meminta instansi pimpinan Mahfud M.D. itu membubarkan keberadaan fraksi di DPR melalui sidang uji materi UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPD, DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota (MD4).

Alasannya, keberadaan fraksi telah merugikan negara triliunan rupiah. GNPK mencatat, total uang negara yang dihabiskan fraksi di DPR mencapai Rp 27,11 triliun per lima tahun. Sedangkan menurut laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), anggaran negara untuk fraksi mencapai Rp 9,18 triliun per tahun.

Ketua GNPK Adi Warman mengatakan, hitungan kerugian itu akan terjadi jika fraksi di DPR masih ada dalam tiga tahun depan. Tentu saja potensi kerugian bisa terus bertambah kalau keberadaan fraksi tidak juga dihapus. "Buktinya, ada dana Rp 12,5 miliar untuk (dana operasional, Red) fraksi di DPR dari APBN 2012," ujar Adi di gedung MK kemarin.

Menurut Adi, hitung-hitungan kerugian negara Rp 27,11 triliun per lima tahun muncul karena adanya sembilan fraksi di DPR. Adi mengatakan, untuk efisiensi uang negara, DPR lebih baik mengoptimalkan peran komisi. Jadi, negara tidak perlu mengeluarkan anggaran untuk banyak kelompok di dewan. "Kalau gugatannya berhasil, berbagai hal yang dilakukan atas nama atau menyampaikan sesuatu di depan fraksi cukup di komisi," jelasnya.

Adi juga merasa bahwa keberadaan fraksi justru menjadi benih korupsi. Alasannya jelas, fraksi merupakan kepanjangan tangan parpol. "Anggota yang ada di fraksi lebih bekerja atas nama parpol, bukan rakyat," cetusnya.

Tidak ingin keuangan negara terus tersedot ke fraksi, Adi lantas meminta MK menguji ketentuan pasal 12 huruf e UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik jo UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan UU Nomor 2 Tahun 2008. Termasuk di dalamnya pasal 11, 80, 301, dan 352 UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD4. "Pasal-pasal tersebut bertabrakan dengan UUD 1945," tandas Adi.

Sejumlah bukti untuk memperkuat gugatannya, antara lain, naskah UUD 1945, UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) seluruh parpol.

Pria yang pernah mengajukan uji materi soal keberadaan wakil menteri itu meyakini, gugatannya kali ini bakal dikabulkan MK. Apalagi, saat ini negara juga sudah gembar-gembor melakukan penghematan. Nah, bagaimana mungkin penghematan bisa dilakukan kalau keberadaan fraksi menyedot begitu banyak anggaran?

Pengamat hukum tata negara Refli Harun menilai, gugatan penghapusan fraksi dalam struktur DPR sulit terealisasi. Menurut Refli, tidak mungkin menghilangkan keberadaan fraksi yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari parlemen. "Fraksi itu kan perpanjangan tangan parpol, perjuangan parpol di parlemen. Nggak mungkin (dihilangkan, Red)," ujarnya di gedung parlemen, Jakarta, kemarin.

Menurut Refli, opsi yang mungkin terjadi adalah penyederhanaan fraksi. Refli berpendapat, keberadaan fraksi saat ini cukup diperas menjadi tiga bagian yang memiliki posisi yang berbeda-beda. "Fraksi itu cukup tiga, ada koalisi, oposisi, dan yang netral," paparnya.

Keberadaan fraksi saat ini, ungkap Refli, memang mengesankan ketidakseimbangan antara satu dan yang lain. Partai Demokrat, misalnya, memiliki anggota fraksi terbesar, namun memiliki suara yang sama kedudukannya dengan Partai Hanura yang berada di posisi terbawah. "Ada overvoice aspirasi dan undervoice yang bisa memengaruhi publik. "Posisi oposisi diuntungkan karena jauh lebih kencang di mata publik," tegasnya.

Posisi fraksi, tutur Refli, penting karena menjadi pengambil keputusan parpol di DPR. Kohesivitas komisi tidak bisa muncul tanpa keberadaan fraksi. "Bagaimanapun, pengambilan keputusan juga terkait dengan parpol," tandasnya. (dim/bay/c9/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Golkar tak Solid, Ical Terancam Kalah di Pilpres


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler