jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Fahmy Alaydroes mendesak Mendikbudristek Nadiem Makarim mencabut Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
"Saya juga ingin mengingatkan kepada kita semua pentingnya ketahanan moral dan peradaban bangsa bahwa ada ancaman serius yang tidak disadari di depan mata kita. Kemendikbudristek telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi,” kata Fahmy saat memberikan keterangan pers bersama pimpinan Fraksi PKS DPR, Senin (8/11).
BACA JUGA: Fraksi PKS DPR Borong 2 Penghargaan Teropong Democracy Award 2021
Legislator Dapil V Jawa Barat itu mengatakan peraturan menteri ini hadir begitu saja di tengah pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) di DPR.
"Terbitnya permen ini menimbulkan keresahan, kegelisahan dan kegaduhan di kalangan masyarakat," ungkapnya dalam siaran pers yang diterima Senin (8/11).
BACA JUGA: Habib Aboe Tegaskan Deklarasi Anies-Ganjar untuk Pilpres 2024 Hoaks
Menurutnya, sejumlah ormas seperti Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Universitas NU Yogyakarta, Aliansi Indonesia Cinta Keluarga, Persaudaraan Muslimah Indonesia, Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi se Indonesia, para dosen dan akademisi di berbagai kampus mempertanyakan keberadaan permendikbudristek ini.
Fahmy yakin maksud dan tujuan dari permendikbudristek ini ingin menghilangkan kekerasan seksual di dunia kampus.
BACA JUGA: Fraksi PKS: Tolong, Pemerintah Hadir Selamatkan Rakyat
Namun, kata Fahmy, sayangnya peraturan ini sama sekali tidak menjangkau atau menyentuh persoalan pelanggaran susila yang sangat mungkin terjadi di lingkungan perguruan tinggi.
“Termasuk praktik perzinahan dan hubungan seksual sesama jenis (LGBT)," ungkap Fahmy.
Menurut dia, peraturan ini hanya berlaku apabila timbulkan korban akibat paksaan, atau melakukan interaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban.
"Dengan perkataan lain, bila terjadi hubungan seksual suka sama suka, kapan saja, di mana saja, oleh siapa saja, dan dilakukan di luar ikatan pernikahan, peraturan ini membiarkan, mengabaikan, dan menganggap normal,” katanya.
Fahmy menambahkan peraturan ini dapat ditafsirkan sebagai bentuk ‘legalisasi’ perbuatan asusila seksual yang dilakukan tanpa paksaan (suka sama suka) di kalangan perguruan tinggi.
“Pertanyaan kritisnya adalah, apakah peraturan ini ingin mencegah dan melarang perzinahan dengan paksaan, tetapi mengizinkan perzinahan dengan kesepakatan?" tanya Fahmy.
Dia mengatakan bagaimana mungkin Kemendikbudristek membuat suatu peraturan yang dapat ditafsirkan mengabaikan nilai-nilai agama, nilai-nilai Pancasila, dan sekaligus menabrak nilai-nilai luhur adat dan budaya sebagai bangsa yang beradab.
Oleh karena itu, Fahmy menyatakan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 ini harus dicabut dan segera direvisi dan dilengkapi.
“Permendikbud ini harus sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945 yang menugaskan pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa," kata anggota Badan Anggaran DPR RI ini.
Fahmy menjelaskan Pasal 6 Huruf b UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dengan prinsip demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa.
"Peraturan ini hendaknya dapat dijadikan instrumen untuk membangun iklim kehidupan sosial yang beradab, bermoral, menjunjung tinggi etika dan nilai agama dan Pancasila di lingkungan perguruan tinggi,” ungkapnya.
Pihaknya meminta Kemendikbudristek dan pemerintah mengajak dan melibatkan semua pihak untuk bersama-sama bahu-membahu mencegah dan melindungi semua pelajar dan mahasiswa dari segala bentuk perbuatan kekerasan seksual.
“Serta segala bentuk perbuatan asusila seksual yang dilarang agama dan bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan amanat UUD 1945," tutup Fahmy. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy