Fraksi PKS Mengajukan Minderheids Nota Laporan Pertanggungjawaban APBN 2020 

Senin, 06 September 2021 – 20:05 WIB
Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini. Foto: Istimewa.

jpnn.com, JAKARTA - Fraksi PKS di DPR mengajukan minderheids nota atau catatan keberatan terhadap laporan pertanggungjawaban APBN 2020. 

Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan sebenarnya FPKS bisa menolak laporan pertanggungjawaban APBN 2020. 

BACA JUGA: Sri Mulyani Blak-blakan soal Defisit APBN 2020, Sebegini Angkanya

Namun, ujar Jazuli, demi kemaslahatan yang lebih besar maka Fraksi PKS mengajukan minderheids nota. 

Jazuli Juwaini menyampaikan ini dalam konferensi pers menyikapi pembahasan RUU Tentang Laporan Pertanggungjawaban APBN 2020, Senin (6/9). 

BACA JUGA: Rencana Revisi Permen ESDM soal PLTS Atap, Jangan Sampai APBN dan PLN Terbebani

"PKS memberikan minderheids nota berisi 28 catatan kritis, tajam, dan mendasar,” kata Jazuli didampingi Wakil Ketua Bidang Ekku FPKS di DPR Ecky Awal Mucharram, Wakil Ketua Bidang Polhukkam FPKS di DPR Sukamta, Ketua DPP Bidang Ekonomi dan Keuangan DPP PKS Anis Byarwati, dan Wakil Sekretaris FPKS di DPR Suryadi. 

Dalam kesempatan itu, FPKS menjelaskan sikap mereka dan mengajukan minderheids nota berisi 28 catatan kritis dan tajam atas kinerja anggaran pemerintah 2020. 

BACA JUGA: Jokowi Pengin Postur APBN 2021 Tahan Dampak Pandemi Global

FPKS meminta supaya seluruh catatan kritis tersebut diperhatikan dan ditindaklanjuti pemerintah untuk memperbaiki kinerja APBN ke depan.

“Kenapa kami sangat kritis, karena di masa pandemi tidak hanya bersandar pada UU APBN yang disepakati bersama DPR, tetapi juga perppu yang diteken presiden dan kami tolak, dulu. Sehingga PKS harus memastikan tidak ada penyelewengan dan abuse of power dalam pengelolaan uang rakyat," ungkap Jazuli dalam keterangan tertulis yang diterima. 

Anggota Komisi I DPR Dapil Banten itu mengatakan FPKS berusaha keras menjaga APBN agar benar-benar berpihak pada rakyat. 

Kemudian, manajemen pengelolaan APBN makin kredibel dan akuntabel.  

Selanjutnya, tidak ada korupsi dan kebocoran dalam pelaksanaan anggaran, termasuk juga dalam penerimaan pendapatan. 

FPKS juga berharap pemerintah efektif dan efisien dalam mewujudkan APBN pro rakyat, dan sebaliknya menekan anggaran yang tidak terserap apalagi sebagiannya diperoleh dari utang luar negeri pemerintah. 

Jazuli menjelaskan bahwa di tengah pandemi Covid-19, anggaran harus dibelanjakan secara optimal untuk mengatasi dampak pandemi dan menyelamatkan rakyat, bukan malah tidak terserap.

"Fraksi PKS menyoroti fundamental APBN kita yang tidak sehat saat ini,” katanya. 

Jazuli pun menjelaskan bahwa hal itu mulai  dari membengkaknya utang pemerintah dan bunganya tiga kali lipat batas yang direkomendasikan dan menjadi beban generasi mendatang. 

Kemudian, pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas, kesinambungan fiskal yang mengkhawatirkan, tingginya SiLPA atau anggaran yang tidak terserap, hingga rendahnya kinerja pendapatan pemerintah. 

“Ini yang kami soroti secara tajam dalam laporan pertanggungjawaban APBN 2020 sehingga kami ajukan minderheids nota," ungkap Jazuli Juwaini.

Sementara, Ecky Awal Mucharram mengungkapkan secara umum kinerja pemerintah dalam pelaksanaan APBN 2020 masih kurang memuaskan. “Sehingga berdampak tidak optimalnya penanganan pandemi dan peningkatkan kesejahteraan rakyat,” katanya.  

Ecky pun memaparkan sejumlah catatan kritis FPKS terkait RUU Tentang Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020 yang akan segera disahkan.

Pertama, FPKS berpendapat buruknya kinerja pemerintah dalam pengelolaan utang dan diperparah pada masa pandemi Covid-19. 

Tercatat total utang pemerintah pada 2020 mencapai Rp 6.080,08 triliun atau 39,4 persen terhadap PDB. 

Tingginya utang juga diiringi dengan melonjaknya beban bunga yang dibayarkan. 

Nilai ini menjadi sejarah baru bahwa akumulasi utang, persentase peningkatan dalam satu tahun anggaran, dan rasio utang terhadap PDB tahun 2020 menjadi yang tertinggi. “Tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan PDB dan penerimaan negara yang memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang,” katanya. 

Kedua, FPKS berpendapat pemerintah menghadapi persoalan serius terkait dengan kesinambungan fiskal. Realisasi keseimbangan primer pada 2020 tercatat sebesar negatif Rp 633,61 triliun. 

Ketiga,  FPKS berpendapat adanya pengendalian intern yang lemah dalam pengelolaan pembiayaan investasi pemerintah. “Lebih rendahnya realisasi dinilai bukan sebuah prestasi, justru sebaliknya,” ujar dia. 

Keempat, FPKS berpendapat realisasi defisit anggaran sebesar Rp 947,70 triliun atau 91,19 persen dari estimasi APBN Rp 1.039,21 triliun. “Lebih rendahnya realisasi dinilai bukan sebuah prestasi, justru sebaliknya,” paparnya. 

Kelima, FPKS berpendapat pemerintah harus melakukan perbaikan dalam proses perencanaan dan realisasi program. 

Pada 2020, tercatat adanya SiLPA Rp 245,59 triliun atau mencapai 9,46 persen dari total realisasi anggaran belanja.

Keenam, FPKS mendorong pemerintah melaksanakan rekomendasi BPK guna memperkuat realisasi pendapatan negara.  

“Fraksi PKS menilai realisasi pendapatan negara masih perlu dioptimalkan, walaupun di tengah pandemi yang terjadi,” paparnya.

Ketujuh, FPKS mendorong pemerintah menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK yang menunjukkan adanya beberapa pelaporan transaksi pajak yang belum lengkap menyajikan hak negara minimal Rp 21,57 triliun dan USD 8,26 juta. “Tahun 2019 mencapai 9,76 persen, dan tahun 2020 hanya mencapai 8,30 persen,” jelasnya.

Ecky mengatakan FPKS berpendapat resesi ekonomi  2020 telah menyebabkan indikator-indikator sosial memburuk. “Rakyat yang rentan miskin dan hampir miskin yang makin menunjukan peningkatan,” kata dia. 

Ecky menambahkan jumlah pengangguran 2020 juga memecahkan rekor dengan jumlah tingkat pengangguran terbuka (TPT) meningkat 2,67 juta orang. 

Sehingga total TPT menjadi sebanyak 9,77 juta jiwa atau 7,07 persen dari angka angkatan kerja.  

“Pada 2020 pengangguran usia muda Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara. Pengangguran usia muda di Indonesia meroket di angka 20,5 persen, padahal rata-rata pengangguran angkatan kerja muda di dunia sebesar 13,7 persen,” pungkas Ecky. (boy/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler