jpnn.com, JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Jazuli Juwaini mengingatkan pemerintah dan aparat penegak hukum agar memprioritaskan kepentingan publik dalam penyelesaian konflik-konflik pertanahan.
“Tentu dalam prosesnya harus berkeadilan,” kata Jazuli saat Focussed Group Discussion (FGD) bertema Perlindungan Kepentingan Publik dalam Kebijakan Pertanahan di Indonesia yang digelar Fraksi PKS DPR, Rabu (7/6).
BACA JUGA: PKS tak Mau Tergesa-gesa Tetapkan Calon di Pilgub Jatim
Menurut Jazuli konflik pertanahan di Indonesia masih banyak. Berdasarkan data, konflik pertanahan meningkat tajam. Pada 2015, konflik agraria mencapai 400.430 hektare.
Sedangkan 2016 Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) mencatat wilayah yang menjadi titik konflik agraria mencapai 1,26 Juta Hektare. Hal tersebut meningkat tiga kali lipat dibandingkan pada 2015. Tiga sektor terbesar konflik agraria selama tahun 2016 adalah sektor perkebunan 163 , properti 117, dan infrastruktur 100 konflik.
BACA JUGA: PP 72/2016 Perkuat Posisi Pemerintah Memiliki Saham Mayoritas
Jazuli mengatakan, prioritas kepentingan publik dalam kebijakan pertanahan memiliki landasan konstitusional yang sangat kuat. Yakni, pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang jelas menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-sebesarnya untuk kemakmuran rakyat.
Menurut dia, hal ini merupakan pasal yang paling berat realisasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ketika dihadapkan dengan masifnya sistem ekonomi yang liberal-kapitalistik.
BACA JUGA: Makin Panas! Fahri Hamzah Menyerang, Tifatul Berpantun
“Mudah sekali tujuan kemakmuran rakyat dikalahkan oleh kepentingan kapital atau pemodal. Sayangnya negara acapkali tumpul pembelaannya pada rakyat atas nama investasi dan pembangunan,” ucap Jazuli.
Anggota Komisi I DPR dapil Banten III ini juga menyoroti implementasi pasal 33 berupa UU Pokok Agraria (UUPA) 5 tahun 1960 yang sebenarnya sangat kuat keberpihakannya pada rakyat.
"UU PA ini karakternya sangat kuat prorakyat, populis, dan berpihak pada hukum adat (tanah ulayat). Sayang UU ini tidak sepenuhnya dijalankan, tidak dipedomani, dan banyak penyimpangan," sesal Jazuli.
Untuk menguatkan UU PA kembali, Jazuli mengatakan pada awal-awal reformasi 1998 lahir Ketetapan MPR Nomor. IX Tahun 2001 tentang Reformasi Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. TAP ini menjadi landasan peraturan perundang-undangan di bidang pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya alam.
“Namun realitasnya kebijakan agraria/pertanahan yang prorakyat masih belum sepenuhnya terealisir sesuai amanat UUD. Buktinya konflik-konflik pertanahan justru meningkat tajam," katanya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pilgub Jatim, Dua Kali Calon yang Didukung PKS Menang
Redaktur & Reporter : Boy