Menurut Anis, hukuman mati tersebut sangat tidak logis. Walau korbannya sampai meninggal dunia, seharusnya ada keringanan dari hakim karena pembunuhan itu bukan direncanakan. Jika harus dipidana, Anis mengaku setuju karena telah ada korban jiwa. “Kalau keduanya harus dihukum kami setuju, tetapi bukan hukuman gantung,” tegasnya.
Pemerintah Indonesia melalui KBRI di Malaysia harus melakukan pembelaan. Mesti dibuktikan tidak ada unsur kesengajaan dalam tindak pidana itu. Anis yakin masih ada upaya yang bisa dilakukan pemerintah untuk membebaskan Frans dan Dharry Frully dari hukuman gantung. “Masih bisa diperjuangkan lewat hukum yang lebih fair. Kalau basis kita HAM (hak asasi manusia) saya rasa tidak ada masalah,” ujarnya.
Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kalbar Tamsil Sjoekoer mengatakan hal serupa. Melihat kronologisnya dari berbagai media, menurutnya kematian korban jauh dari unsur kesengajaan apalagi perencanaan. “Saya lihat kasus ini lebih pada pembelaan diri pelaku, tidak pantas dihukum mati apalagi digantung,” tuturnya.
Dalam hukum Indonesia, pada Pasal 170 Ayat 2 Huruf 3 KUHP, penganiayaan yang dilakukan bersama-sama menyebab matinya orang, maksimal dihukum 12 tahun penjara.
Menurut Tamsil ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan Frans dan Dharry. Walau hukum kedua negara tidak dapat dibanding-badingkan, Tamsil yakin, penganiayaan yang menyebabkan orang meninggal dunia di Malaysia pun tidak pantas dihukum mati.
Karenanya negara harus melindungi dua TKI itu. Dia yakin masih ada upaya hukum seperti banding sampai meminta pengampunan dari Raja Malaysia. “Negara harus melindungi. Harus diperjuangkan melalui KBRI atau konsulat,” tegas Tamsil.
Tokoh masyarakat Tionghoa Pontianak Tan Tjun Hwa meragukan kematian korban sepenuhnya akibat tindakan Frans Hiu. Dia mendapat informasi setelah korban meninggal dunia ditemukan narkoba di saku pakaiannya. “Ketika diperiksa ada narkoba di saku celana korban. Ini harus diungkap juga,” katanya.
Informasi itu diperoleh Tan Tjun Hwa dari keluarga Frans dan Dharry. Mereka mengetahui hal itu karena sudah pernah ke Malaysia berkomunikasi dengan dua TKI tersebut. Jika memang korban positif mengonsumsi narkoba, kemungkinan ada andil dalam kematiannya. “Hebat benar tanpa alat satu orang bisa membuat korban mati seketika,” ucapnya.
Tanj Tjun Hwa juga tidak setuju jika Frans dan Dharry dijatuhi hukuman yang sama. Saat kejadian, kata dia, hanya Frans yang bergumul dengan pencuri. Sementara adiknya Dharry dan satu lagi warga Malaysia lari. “Mengapa keduanya dihukum mati,” ungkapnya.
Masih informasi dari keluarga Frans dan Dharry, pada sidang pertama kakak beradik itu dibebaskan oleh majelis hakim. “Namun keluarga korban menuntut, lantas persidangan dilanjutkan pada tingkat lebih tinggi sehingga Frans dan Dharry divonis gantung,” papar Tan Tjun Hwa.(hen)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pejabat dan Kepala Suku ke Jakarta Desak Pemekaran
Redaktur : Tim Redaksi