JAKARTA - Fundamental industri perbankan nasional saat ini masih sangat baik dan kuat dalam menghadapi dampak krisis Eropa. Sebab, eskposur perbankan Indonesia ke Eropa terbilang masih sangat kecil. Dilihat dari segi rasio permodalam dan kualitas aset tidak akan mengalami penurunan signifikan.
Muliaman Hadad, Deputi Gubernur Bank Indonesia mengemukakan, dari aspek jumlah pinjaman luar negeri perbankan Indonesia ke Eropa dan Amerika Serikat jumlahnya tidak terlalu besar yakni sekitar Rp 154 triliun. Sedangkan, total aset perbankan nasional mencapai Rp 3.000 triliun. “Eksposur itu bentuknya macam-macam. Ada surat berharga, trade finance. Justru lebih besar ke Amerika, dibanding Eropa,” ujar Muliaman di Jakarta, Senin (25/6).
Di samping itu, dari stress test yang dilakukan bank sebtral belakangan ini, juga menunjukkan, jika terjadi guncangan akibat krisis di Eropa secara umum daya tahan perbankan nasional masih kuat menghadapinya.
Hanya, yang perlu diwaspadai adalah potensi penurunan CAR individual bank khususnya terkait pelemahan nilai asset obligasi negara dan kenaikan suku bunga rupiah.
Dikemukakan, dari data Finansial Stability Index sejak 2009-2012, kondisi keuangan Indonesia berada di garis yang memperlihatkan kestabilan dan mengarah ke kondisi yang lebih bagus. Kendati Mei 2012 FSI tercatat sebesar 1,69 naik ketimbang posisi April 2012 yang 1,63. Peningkatan tekanan tersebut dipicu utamanya oleh peningkatan volatilitas di pasar saham. Sedangkan, resiko kredit perbankan relatif terkendali.
Khusus untuk perbankan, rasio permodalan atau CAR industri sampai April 2012 mencapai 17,88 persen atau membaik dibanding Desember 2011 yang 16,05 persen, terutama disebabkan peningkatan modal dan perbaikan ATMR.
Sementara itu, untuk posisi utang luar negeri swasta Indonesia dari Eropa per April 2012, BI mencatat mencapai USD 21,6 miliar. Sebagian besar berasal dari Belanda (57,3 persen), Inggris (10,7 persen), Jerman (6,4 persen), dan Prancis (2,5 persen). Eksposur utang ke negara-negara PIIGS (Portugal, Irlandia, Italia, Yunani, dan Spanyol) sangat kecil. Dari sisi nilai tukar rupiah, rupiah akan cenderung stabil. Hal ini karena Devisa Hasil Ekspor (DHE) mulai masuk ke Indonesia. “Dengan bertambahnya devisa, suplai devisa akan semakin besar, sehingga nilai tukar akan membaik,” ujar Muliaman. (lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Target Neolib Cabut Pasal 33 UUD 45
Redaktur : Tim Redaksi