G20 Beres, Menteri ESDM dan DPR Diingatkan soal Tan Paulin

Rabu, 16 November 2022 – 23:37 WIB
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (14/1/2022). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Energi Watch Mamit Setiawan mendesak Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Komisi VII DPR RI melakukan investigasi terkait adanya dugaan kegiatan penambangan batu bara ilegal oleh Tan Paulin di Kalimantan Timur, pascaperhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.

Sebab, kata dia, Tan Paulin sudah dua kali disebut namanya dalam kegiatan tambang batu bara.

BACA JUGA: Nama Tan Paulin Kembali Disebut, Abraham Samad Minta KPK Ambil Inisiatif

Pertama, Anggota Komisi VII DPR Muhamad Nasir saat rapat dengan Menteri ESDM pada Januari 2022.

Kini, Tan Paulin disebut oleh mantan Anggota Polresta Samarinda, Aiptu (purn) Ismail Bolong.

BACA JUGA: KPK Siap Menindaklanjuti Laporan soal Tan Paulin

“Terkait Tan Paulin. Saya kira ini memang jadi PR yang sudah dua kali disebut. Begitu ramai, memang pengacaranya bilang bahwa mereka hanya trader posisinya. Pengacaranya bilang, bahwa kita cuma trader, memang salah kita membeli barang dan tidak tahu asal usulnya dari mana, misalnya seperti itu,” kata Mamit saat dihubungi wartawan, Rabu (16/11).

Namun demikian, Mamit tetap mendorong pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR RI untuk melakukan investigasi terkait informasi adanya dugaan penambangan batu bara ilegal di Kalimantan Timur. Bahkan, mereka harus meminta klarifikasi dari Tan Paulin.

BACA JUGA: Gegara Ismail Bolong, Tan Paulin Bakal Dipanggil DPR

“Menurut saya, tetep juga perlu dilakukan investigasi atau pemanggilan terhadap sosok Tan Paulin atau Tan Paulin lainnya. Mungkin tidak satu saya kira, masih banyak Tan Paulin lain yang beredar,” jelas dia.

Paling tidak, kata dia, aparat penegak hukum atau pemerintah harus benar-benar memastikan dan membuktikan bahwa bisnis tambang batu bara yang mereka lakukan ini clean and clear serta mengikuti peraturan yang sudah ada.

Dengan begitu, aparat penegak hukum harus tindak siapa pun yang memang terlibat dalam jaringan tambang ilegal tanpa pandang bulu dari institusi mana pun.

“Jadi yang memang salah, bahkan dari internal polisi sendiri jika ada potensi, tetap harus dilakukan semua sama dimata hukum. Kalau memang kemudian ada potensi terjadinya tindak pidana atau sesuatu ilegal, saya kira perlu dilakukan penindakan,” ujarnya.

Maka dari itu, Mamit mendorong pemerintah bersama DPR RI dan aparat penegak hukum tidak boleh diam terkait adanya informasi dari Ismail Bolong itu.

Tentu, kata dia, pemerintah atau aparat kepolisian dan DPR harus menindaklanjuti informasi tersebut agar clear pasca Presidensi G20 di Bali.

“Karena bagaimana pun ini terkait dengan potensi kerugian negara. Jangan sampai nanti negara yang dirugikan karena adanya tindakan-tindakan ilegal seperti ini. Saya kira Komisi VII DPR bisa rapat dengan Kementerian ESDM bahas isu-isu illegal mining atau lainnya yang perlu ditindaklanjuti. Ini sudah jelas ada saksi, meskipun diklarifikasi bahwa dia dalam tekanan saat membuat testimoni. Saya kira tetap dilakukan pengawalan isu-isu seperti ini,” jelas dia.

Sebab, Mamit menjelaskan kegiatan tambang ilegal itu tidak menjaga kaidah-kaidah keberlangsungan lingkungan sehingga berpotensi merugikan negara dan masyarakat.

Misalnya, setelah mengambil atau mengeruk selesai menambang itu tidak diuruk atau reklamasi sehingga bolong-bolong dan tidak ada perbaikan penghijauan kembali.

“Bahkan namanya tambang bisa membuat danau dan bisa menimbulkan korban. Jadi namanya tambang ilegal harus ditindak secara tegas, karena jelas sekali suatu tindakan pidana yang banyak merugikan banyak pihak, termasuk biaya negara,” pungkasnya.

Sebelumnya, beredar surat laporan hasil penyelidikan (LHP) yang ditujukan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari Kepala Divisi Propam Polri, saat itu Ferdy Sambo, Nomor: R/1253/WAS.2.4/2022/IV/DIVPROPAM, tanggal 7 April 2022, bersifat rahasia.

Dalam dokumen poin h, tertulis Aiptu Ismail Bolong memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri diserahkan kepada Kombes BH selaku Kasubdit V Dittipidter sebanyak 3 kali, yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 sebesar Rp 3 miliar setiap bulan untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim.

Selain itu, juga memberikan uang koordinasi kepada Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri secara langsung di ruang kerja Kabareskrim dalam bentuk USD sebanyak 3 kali, yaitu Oktober, November dan Desember 2021, sebesar Rp 2 miliar.

Sementara, kesimpulan laporan hasil penyelidikan ditemukan fakta-fakta bahwa di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur, terdapat beberapa penambangan batu bara ilegal yang tidak dilengkapi izin usaha penambangan (IUP).

Namun, tidak dilakukan upaya tindakan hukum dari Polsek, Polres, Polda Kalimantan Timur dan Bareskrim karena adanya uang koordinasi dari para pengusaha tambang ilegal. Selain itu, ada kedekatan Tan Paulin dan Leny Tulus dengan pejabat Polda Kalimantan Timur. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler