jpnn.com, MALANG - Kelalaian Dinas Kesehatan Pemkab Malang disebut-sebut sebagai pemicu belum dibayarkannya gaji tiga bulan untuk 120 bidan berstatus calon pegawai negeri sipil (CPNS).
Sebab, ada mekanisme pembayaran gaji yang tidak dilalui. Yakni, dinkes tidak segera mengajukan pembayaran gaji tersebut kepada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKAD) Kabupaten Malang.
BACA JUGA: Wali Kota: Malang Miniatur Nusantara
Padahal, sejak 24 Februari 2017, Kementerian Kesehatan RI melalui surat bernomor UM.03.01/4/587/2017 telah memberitahukan kepada Dinkes Kabupaten Malang jika per 1 Maret 2017, Kemenkes sudah memutus gaji bidan berstatus CPNS.
Tanggungan gaji beralih ke Pemkab Malang. Artinya, sejak surat itu turun, seharusnya dinkes segera mengajukan dana kepada BPKAD.
BACA JUGA: 60 Arek Malang jadi Duta Damai Dunia Maya
Namun karena lalai, gaji 120 bidan pada bulan Maret, April, dan Mei tidak bisa terbayarkan. Totalnya mencapai Rp 504 juta. Rinciannya, gaji bidan CPNS setiap bulan Rp 1,4 juta.
Jika dikalikan tiga bulan, maka haknya yang belum dipenuhi dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang sebesar Rp 4,2 juta per orang. Jadi, total tanggungan dinas kesehatan sebesar Rp 504 juta untuk 120 bidan.
BACA JUGA: Pendaftaran CPNS 2017 Mulai Dibuka 1 Agustus
”Kalau dinkes lebih proaktif dan sudah ada antisipasi sebelumnya, problem gaji telat ini tidak akan terjadi,” terang sumber di internal Pemkab Malang yang enggan disebutkan namanya.
Pemberitahuan adanya keterlambatan gaji itu baru disampaikan Dinkes Kabupaten Malang kepada Bupati Malang per 21 Juli lalu.
Dalam surat bernomor 900/2813/35.07.103/2017 itu dijelaskan bila 120 CPNS bidan tidak menerima gaji mulai bulan Maret, April, dan Mei.
Jadi, gaji tiga bulan itu baru bisa dicairkan setelah pembahasan Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) 2017. ”Ini yang menjadi pangkal masalahnya,” beber dia.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Malang Abdurahman mengakui, memang ada 120 bidan yang belum digaji.
Status mereka saat bekerja tiga bulan di 39 puskesmas yang tersebar di 33 kecamatan itu sudah calon pegawai negeri sipil (CPNS) atau kini disebut aparatur sipil negara (ASN). Artinya, tinggal menunggu surat keputusan (SK) PNS saja.
Sebelumnya, hingga bulan Februari 2017, status mereka masih pegawai tidak tetap (PTT). Ini sesuai prosedur yang berlaku dari Kementerian Kesehatan RI, insentif terakhir yang diberikan pada bidan PTT yang lolos CPNS pada bulan Februari.
Jadi sebelum mendapatkan SK PNS, Kementerian Kesehatan RI tidak lagi memberikan gaji. ”Jadi seharusnya selama proses pergantian status dari PTT sampai SK CPNS turun (Juni), mereka nggak perlu bekerja. Nanti waktu pengangkatan baru kerja lagi,” kata Abdurahman.
Nah, tampaknya pemahaman ini yang kurang dimengerti para bidan sehingga mereka tetap saja bekerja. Padahal, mereka sudah tidak mendapatkan hak lagi dari Kemenkes hingga SK-nya turun. Namun kenyataannya, selama proses menunggu SK PNS, para bidan masih saja bekerja.
”Sehingga mereka tetap menuntut gaji. Sementara dari pusat, gaji mereka sudah diputus mulai Maret, April, dan Mei,” imbuhnya.
Abdurahman menambahkan, gaji bidan yang berstatus PTT diambilkan dari anggaran pemerintah pusat atau Kemenkes RI.
Namun setelah diangkat menjadi PNS, maka gajinya melekat pada pemerintah daerah. Padahal, anggaran gaji untuk bidan tersebut tidak dianggarkan dalam APBD 2017.
Untuk menutupi gaji 120 bidan selama tiga bulan itu, Abdurahman mengajukan alokasi dana dalam Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) Dinkes 2017.
”Nilainya sekitar Rp 800 jutaan, kalau disetujui insyaallah dirapel setelah PAK cair,” kata pria asal Gresik ini. (iik/abm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Massa Honorer K2 Sempat Memblokir Jalan
Redaktur & Reporter : Soetomo