jpnn.com - KELURAHAN Sungai Lekop hanya noktah hitam kecil di peta Provinsi Kepulauan Riau. Tapi, noktah kecil itu menggores prestasi besar setelah Menteri Dalam Negeri RI, Gamawan Fauzi menobatkannya sebagai kelurahan terbaik ketiga se-Indonesia, Sabtu (16/8) lalu, di Ballroom Hotel Redtop, Jakarta.
FATIH MUFTIH, Bintan.
BACA JUGA: Semangat Hentakan Kaki Telanjang Anak Waisai
Kantor kelurahan yang merupakan hasil pemekaran dari kecamatan Bintan Timur ini berada di Jalan Korindo KM 21. Sekilas, bentuk bangunannya biasa-biasa saja, sebagaimana kantor kelurahan kebanyakan. Akan tetapi, selangkah melewati pintu masuk, akan terasa berbeda nuansanya.
Nuansa yang menyeruak di kantor beratap biru itu justru laiknya nuansa sebuah bandar udara (bandara). Ada televisi yang memaparkan informasi terkini. Bila di bandara lazimnya mewartakan jadwal penerbangan, di kantor kelurahan Sungai Lekop layar digital itu menampilkan informasi paling anyar mengenai peraturan, kebijakan, atau sekadar jadwal kegiatan.
BACA JUGA: Targetkan Umur 25 Tahun Sudah Jadi Doktor
Sedikit mendongakkan kepala, ada papan berukuran panjang sekitar lima meter dengan dominan warna biru bergaris kuning. Bila di bandara papan itu menginformasikan ruang-ruang tunggu yang mesti didatangi calon penumpang pesawat terbang, di kantor kelurahan Sungai Lekop papan itu menunjukkan arah menuju loket pengurusan administrasi kelurahan.
Ada empat lorong loket pelayanan pengurusan dengan klasifikasi berbeda. Tak boleh masuk salah loket bila pengurusan administrasi ingin segera dilaksanakan.
BACA JUGA: Obat Aborsi Dimasukkan ke Kemaluan sembari Ngeseks dengan Pacar
Loket 1 untuk pengurusan perizinan dan pembangunan, loket 2 pelayanan administrasi kependudukan, loket 3 pelayanan administrasi kesejahteraan dan pengaduan masyarakat, dan loket 4 pelayanan administrasi pertanahan.
Disusun pembedaan loket pelayanan semacam ini agar tak menyulitkan masyarakat Sungai Lekop dan petugas untuk segera melayani pengurusan yang diajukan.
"Sehingga tak makan banyak waktu bagi masyarakat dan petugas. Mereka sudah tahu harus ke loket berapa ketika hendak mengurus administrasi. Jadi antrean pun tak memanjang," ujar Lurah Sungai Lekop, Muhammad Riduan, ditemui Batam Pos, Rabu (20/8).
Persoalan antrean juga menjadi perhatian. Bila galibnya, pengantre hanya dibiarkan duduk di kursi sambil termenung menunggu, kelurahan Sungai Lekop punya inovasi untuk mengurangi kejenuhan masyarakat yang mengantre.
Mereka, para pengantre, bisa menunggu sambil asik membaca koleksi buku yang disediakan di sebuah perpustakaan mini, yang terletak hanya beberapa langkah saja dari kantor kelurahan. Tak hanya buku-buku orang dewasa saja. Ada banyak buku anak-anak sekaligus kelir pewarna yang tersedia.
Tak ketinggalan pula buku mewarnai yang selalu disediakan pihak kelurahan. Dengan ini, waktu menunggu bisa menjadi lebih berguna dan mengasikkan. "Ruangan itu kami beri nama Saung Rumah Pintar," terang Riduan.
Koleksi buku mewarnai memang sengaja disediakan pihak kelurahan. Berdasarkan hasil pengamatan lurah kelahiran Natuna ini, setiap masyarakat yang mengurus administrasi di kantor kelurahan cenderung membawa anak-anaknya, yang biasanya masih berusia balita.
"Jadi, biar tidak mengganggu karena lari kesana-kemari, kami berikan anak-anak itu crayon dan buku mewarnai. Sambil menunggui, ibu-ibu juga bisa membaca buku-buku dewasa yang tersedia," jelas lurah 34 tahun ini.
Bahkan, bagi ibu-ibu yang masih menyusui bayinya, tak perlu riskan dan sungkan untuk menyalurkan ASI-nya. Karena di sudut ruangan ada kamar kecil bernama Pojok ASI, yang memang secara khusus disediakan untuk ibu-ibu menyusui.
Pelbagai inovasi di bidang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) ini, kata Riduan, cukup menyita perhatian tim penilai. Karena bukan hanya terpadu, tapi memberikan pelayanan prima yang nyaman kepada masyarakat yang hendak mengurus administrasi di kantor kelurahan.
Itu saja inovasi Sungai Lekop? Tidak. Di bidang kebersihan misalnya. Barangkali masyarakat sudah lazim mengenal program bank sampah. Tapi, di tangan Riduan, program bank sampah dimodifikasi hingga menyentuh ke sekolah-sekolah.
Terlebih, Sungai Lekop sudah ditetapkan sebagai kawasan pendidikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bintan. Tentu hal ini tak disia-disiakan dengan membentuk unit bank sampah di masing-masing sekolah.
Dengan begitu, kata Riduan, secara tak langsung sudah mengajak siswa untuk berteman dengan sampah. Karena selain berdampak pada terciptanya lingkungan sekolah yang bersih dan elok dipandang mata, keberadaan unit bank sampah di sekolah juga menghasilkan pendapatan bagi sekolah.
Selain itu, untuk meminimalisasi jumlah sampah non-organik, Riduan punya gagasan menarik. Setiap hari Jumat, masyarakat Sungai Lekop dilarang menggunakan kantong kresek kala berbelanja ke pasar atau kedai.
Program ini disosialisasikan secara menyeluruh kepada para penjual di Sungai Lekop agar tak menyediakan kantong kresek kepada pembeli. Jadi, mau tak mau, pembeli harus membawa sendiri kantong kresek dari rumahnya.
"Paling tidak, dengan program Jumat Tanpa Kantong Kresek ini, bisa mengurangi satu sampah non-organik dari satu rumah," kata Riduan.
Kemudian, lurah lulusan Stisipol Tanjungpinang ini juga tak menginginkan masyarakat Sungai Lekop tidak mengalami peningkatan mutu pendidikan yang signifikan.
Apalagi, Pemkab Bintan sudah membuat program Satu Rumah Satu Sarjana. Untuk menyejalankan program itu, Riduan menetapkan jam wajib belajar selama dua jam, dari pukul 18.00-20.00 malam. Awalnya, kata Riduan, amat sulit mengedukasi masyarakat mengenai program ini.
"Tapi, kami tak patah arang. Kami datangi rumah ke rumah, dan mensosialisasikan program ini ke orang tua, agar mereka juga tak menghidupkan televisi pada jam segitu. Bagaimana pun, tak ada orang tua yang ingin anaknya bodoh. Akhirnya mereka mau juga," ujar Riduan.
Karena Sungai Lekop juga sudah ditetapkan sebagai kawasan pendidikan, masih ada inovasi lain untuk memajukan sektor ini. Yakni, dengan membangun halte bus di masing-masing sekolah yang ada. Inovasi ini tak Riduan pungkiri guna menyejalankan dengan program Pemkab Bintan yang mengadakan layanan bus sekolah antar-jemput gratis.
Hanya saja, setelah program itu berjalan, Riduan masih punya rasa khawatir yang lain. Yakni kala anak-anak menunggu kedatangan bus sekolah dengan bermain di tepi-tepi jalan. Keadaan ini amat riskan mengingat jalur utama Sungai Lekop merupakan jalan dengan arus lalu-lalang kendaraan yang padat.
"Mereka itu kan bermain karena tak ada tempat duduk. Makanya, kami mengajukan pembangunan halte-halte. Dan sekarang, anak-anak lebih suka menunggu bus dengan duduk-duduk di halte," kata Riduan.
Kebersihan sudah. Pendidikan juga. Bidang kesehatan tak luput jadi perhatian. Hal ini terbukti dari penurunan angka kematian ibu hamil dan angka kematian bayi melalui program Keluarga Berencana (KB) dan Posyandu Holistik. Ini juga dikarenakan penyaluran 161 Kartu Bintan Sejahtera (KBS) yang digagas Pemkab Bintan tepat sasaran.
Bahkan, guna mengantisipasi terjadinya stok langka darah di Palang Merah Indonesia (PMI), kelurahan Sungai Lekop menggagas program Kader Donor Darah Sukarela (KDDS). Pada program ini, setiap warga wajib melaporkan jenis golongan darahnya ke kantor kelurahan.
Kemudian, dari data itu, para kader juga dengan sukarela mendonorkan darahnya guna ditabung di bank darah. Sehingga setiap ada warga yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit membutuhkan darah, bisa menghubungi petugas kelurahan. "Sudah ada 64 kader yang medonorkan darahnya dan disimpan di bank darah," sebut Riduan.
Menariknya, bank darah ini disediakan bukan sekadar diperuntukkan warga Sungai Lekop saja. Akan tetapi, seluruh warga Bintan dan Tanjungpinang, yang berkebutuhan darah bisa mendapatkan stok darah di bank darah Sungai Lekop. Lebih inovatif lagi, tanpa perlu datang ke bank darah, warga sudah bisa menilik stok darah yang tersedia.
"Kami tampilkan stok bank darah Sungai Lekop di situs www.seilekop.com. Di situ, semuanya sudah tercantum," terang Riduan.
Ketika Batam Pos mengakses situs resmi kelurahan tersebut, tampilannya sangat memikat mata. Panel-panelnya malah dibuat aplikatif dengan peranti layar sentuh karena menyerupai grafis Windows generasi delapan.
Dan yang paling prima dari seluruh bentuk pelayanan administrasi di kelurahan Sungai Lekop adalah kesiapsiagaan dan komitmen seluruh petugasnya untuk melayani penerbitan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) selama 24 jam. Kapan pun dibutuhkan, petugas kelurahan siap menerbitkan SKTM yang lazimnya digunakan bagi masyarakat tidak mampu yang hendak berobat.
Ada pengalaman pribadi Riduan yang membuatnya menggagas pelayanan SKTM selama 24 jam ini. Ketika masih menjabat sebagai sekretaris lurah, Riduan tak kuasa menahan air matanya kala mengetahui seorang warganya mesti menunda pengobatan di rumah sakit karena ketiadaan SKTM.
"Saat itu hari Sabtu. Sedangkan warga itu sudah sesak napasnya dan tetap bersikeras menunggu hari Senin, sampai punya SKTM. Tapi, hari Minggu esoknya, warga itu justru meninggal dunia," kenang Riduan. Setelah menjabat sebagai orang nomor satu di Sungai Lekop, Riduan tak menginginkan tragedi semacam itu terulang.
Segala inovasi serta perbaikan yang ada di kelurahan Sungai Lekop yang digagas Riduan itu ternyata tak membutuhkan waktu lama. Ia menyebutkan, baru 18 bulan menjabat sebagai Lurah Sungai Lekop. Akan tetapi selama waktu itu, Riduan tak henti-hentinya menggali potensi dirinya dan sumber daya manusia masyarakat yang tinggal di kelurahannya.
"Memimpin itu perlu seni. Saya hanya menerapkan seni dalam memimpin," ungkapnya disusul tawa. Seni memimpin pula yang membuat Riduan mudah diterima oleh masyarakat setempat, meski usianya belum genap kepala empat.
Lantas, dari mana Riduan mempunyai senarai gagasan gemilang yang menasbihkan kelurahannya sebagai terbaik ketiga dari ribuan kelurahan di Indonesia? Tanpa segan, lurah kelahiran 3 Juli 1980 ini membocorkan rahasianya.
"Kalau boleh saya katakan, saya mendapatkan ide, masukan, dan gagasan, justru dari Forum RT-RW (Rukun Tetangga-Rukun Warga, red) yang digelar setiap tanggal enam di awal bulannya," bebernya.
Dari forum yang dilangsungkan secara bergantian di rumah ketua RW ini, kata Riduan, dirinya banyak menrima masukan tentang apa-apa yang benar-benar diperlukan warganya. Selama itu bisa diputuskan di tingkat kelurahan, Riduan bisa segera membuat keputusan.
"Tapi, bila perlu dikoordinasikan ke camat atau bupati, ya segera saya laporkan keesokan harinya," kata Riduan. Selain itu, forum semacam ini juga bisa menjalin ikatan silaturahim pemimpin dengan warganya. "Kalau seluruh warga rukun, akan mudah saja menatanya. Maka itu, perlu dirukunkan terlebih dahulu," tambah Riduan.
Meski kelurahan yang dipimpinnya telah menyabet penghargaan prestisius, Riduan enggan lekas jemawa. Menurutnya, masih banyak pekerjaan rumah yang menanti untuk terus meningkatkan kualitas kelurahan Sungai Lekop.
Apalagi, dampak secara tak langsung dari status sebagai terbaik ketiga se-Indonesia ini membuat kelurahan Sungai Lekop menjadi tempat bertanya sekaligus belajar bagi kelurahan-kelurahan lain yang ada di Indonesia.
Riduan tak menyangkal itu. "Sekarang sudah banyak surat dan panggilan yang masuk dari luar kota yang ingin belajar dari Sungai Lekop. Masih diatur dulu jadwalnya," ungkap lurah yang kala menerima penghargaan ini dikira lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) ini. Lantaran lima lurah yang hadir pada malam anugerah itu keseluruhannya adalah alumni institut pemerintahan yang dibiayai negara ini.
"Padahal, saya kan hanya anak pulau yang kuliah di kampus swasta di Tanjungpinang. Paling tidak saya bisa buktikan, latar belakang pendidikan tidak menjamin segalanya," kelakarnya. (***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hario Kecik, Pejuang Surabaya yang Nasibnya Terabaikan
Redaktur : Tim Redaksi