Gangguan Tidur pada Bumil Terkait dengan Kelahiran Prematur?

Selasa, 22 Agustus 2017 – 20:56 WIB
Hamil. Foto: Health

jpnn.com - Wanita yang mengalami gangguan tidur seperti insomnia dan apnea selama kehamilan mungkin lebih cenderung akan melahirkan bayi prematur, dibanding mereka yang tidak mengalami masalah tidur.

Dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki masalah tidur, wanita dengan insomnia adalah 30 persen lebih mungkin untuk memiliki preemie.

BACA JUGA: Istri Egi John Sudah Hamil?

"Merupakan hal biasa mengalami perubahan tidur selama kehamilan, seringkali karena ketidaknyamanan, rasa sakit atau sering bepergian ke kamar mandi," kata penulis utama studi, Jennifer Felder, seperti dilansir laman Lifescript, Senin (21/8).

"Studi saat ini berfokus pada lebih banyak gangguan pada masalah tidur yang cukup parah, sehingga bisa mengakibatkan diagnosis gangguan tidur," jelas Felder.

BACA JUGA: Hamil Enam Bulan, Olla Ramlan Masih Senang Pakai Sepatu Tinggi

Sleep apnea adalah suatu kelainan tidur yang berpotensi serius melibatkan penghentian nafas berulang dan telah dikaitkan dengan tekanan darah tinggi selama kehamilan yang merupakan faktor risiko independen untuk kelahiran prematur.

Obesitas dan usia lanjut juga bisa membuat apnea lebih mungkin terjadi.

BACA JUGA: Siswi SMA Hamil Dicueki, Riswan Beralih ke Perempuan Lain, Parah!

Meskipun banyak wanita hamil mengalami insomnia pada suatu saat, penelitian sebelumnya belum menunjukkan gambaran yang jelas tentang bagaimana kekurangan tidur jenis ini bisa memengaruhi kemungkinan kelahiran prematur.

Di seluruh dunia, kelahiran prematur adalah penyebab utama kematian pada anak di bawah usia 5 tahun, catat para peneliti dalam jurnal Obstetrics and Gynecology.

Kehamilan biasanya berlangsung sekitar 40 minggu dan bayi yang lahir setelah 37 minggu dianggap full term.

Studi baru ini berfokus pada bayi prematur yang dilahirkan pada usia kehamilan 34-36 minggu, dan bayi yang sangat prematur dilahirkan sebelum sang ibu mencapai usia kehamilan 34 minggu.

Dalam minggu-minggu setelah kelahiran, bayi prematur sering mengalami kesulitan bernafas dan mencerna makanan.

Mereka juga bisa menghadapi tantangan jangka panjang seperti gangguan penglihatan, pendengaran dan keterampilan kognitif serta masalah sosial dan perilaku.

Tim peneliti memeriksa data di lebih dari 3 juta kelahiran di California dari tahun 2007 hingga 2012.

Mereka memusatkan perhatian pada 2.172 wanita yang memiliki diagnosis gangguan tidur dan membandingkan hasil kelahiran mereka dengan kelompok yang dipilih secara acak dari 2.172 ibu yang serupa dalam banyak hal namun tidak memiliki masalah tidur

Wanita dengan kelainan tidur lebih cenderung berkulit hitam, berusia 35 tahun ke atas, obesitas dan memiliki masalah medis lainnya seperti tekanan darah tinggi, diabetes dan infeksi serta kemungkinan merokok yang lebih tinggi atau penggunaan obat-obatan terlarang dan mengonsumsi alkohol saat hamil.

Mereka juga cenderung memiliki riwayat kelahiran prematur.

Secara keseluruhan, hampir 15 persen wanita dengan gangguan tidur memiliki kelahiran prematur, dibandingkan dengan 11 persen wanita yang tanpa masalah tidur.

Penelitian ini bukan eksperimen terkontrol yang dirancang untuk membuktikan bagaimana kelainan tidur secara langsung menyebabkan kelahiran prematur.

"Meski begitu, hasil penelitian ini menunjukkan bukti baru adanya hubungan antara gangguan tidur dan pendatang awal," kata Dr. Ghada Bourjeily, seorang peneliti di Warren Alpert Medical School of Brown University di Providence, Rhode Island, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

"Masalah tidur tampak memburuk pada kehamilan, bahkan pada wanita yang tidak memiliki kelainan tidur yang sudah ada sebelumnya," jelas Bourjeily.

Sayangnya, hingga kini pihaknya belum tahu apakah memperbaiki kualitas tidur sebelum atau selama kehamilan akan mencegah perkembangan hasil negatif seperti kelahiran prematur.

"Memulai kehamilan dengan berat badan yang sehat, bagaimanapun bisa memperkecil resiko kelainan tidur," kata Dr. Amos Grunebaum, direktur kebidanan di NewYork-Presbyterian Hospital / Weill Cornell Medical Center di New York.

"Kelebihan berat badan atau obesitas bisa meningkatkan risiko Anda mengalami gangguan tidur," kata Grunebaum, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut

Kelebihan berat badan juga meningkatkan komplikasi kehamilan.

Bila terjadi gangguan tidur selama kehamilan, wanita harus mendiskusikan gejala secara rinci dengan dokter.

Ini termasuk masalah dengan pernapasan, terengah-engah atau tersedak di malam hari atau adanya sensasi di kaki yang membuat Anda sulit tidur.

Ibu hamil juga harus membuat tidur menjadi prioritas dalam jadwal rutinitas mereka.(fny/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PNS Tarik Paksa Tangan Siswi SMA ke Kamar Hotel, Parah!


Redaktur & Reporter : Fany

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler