SETELAH sepekan mendekam di balik jeruji besi ruang tahanan Polres Rejang Lebong (RL), barulah satu dari dua tersangka penjaga ladang ganja di Desa Lubuk Alai, Kecamatan Sidang Beliti Ulu,Kabupaten RL, HA (21), bernyanyi. Tak hanya mengungkap identitas Su (masih buron), pemilik ladang ganja yang juga ayah kandungnya, HA juga bercerita bagaimana cara menanam ganja yang relatif sama dengan cara menanam cabai.
"Kalau saya perhatikan, menaman ganja ini sama dengan menanam cabai. Harus ada jarak tanamnya, juga butuh perawatan dan membersihnya dari rumput bila ingin daunnya tumbuh lebat dan cepat berbuga. Selain itu harus dilakukan pengawasan yang ketat," ujar HA mengawali pembicaraan bersama wartawan RB (Grup JPNN) secara ekslusif di ruang penyidik Satuan Narkoba Polres RL, Kamis (21/3).
Berstatus hanya sebagai penjaga kebun yang mendapat upah, HA mengaku tidak banyak tahu tentang latar belakang ladang ganja seluas 2 hektare tersebut. Apakah memang lading ganja baru yang ditanam sejak awal oleh ayahnya, atau merupakan bekas lading ganja yang sebelumnya pernah dimusnahkan.
Lanjut HA, sewaktu disuruh menunggui lading ganja itu, tumbuhan kelompok Narkotika golongan I itu, sudah besar dan hampir panen. Kira-kira berumur 3 bulan lebih. Sepintas tanaman ini menyerupai tumbuhan cabai, butuh perewatan agak ekstra, terutama di musim panas harus dilakukan penyiraman. Tanaman ini cepat berkembang di dataran tinggi, yang agak lembab seperti daerah pegunungan.
"Jujur saja, saya menjaga lading ganja itu baru 5 hari hingga akhirnya ditangkap polisi. Tidak banyak saya tahu bagaimana tanaman ini dipanen dan dipasarkan. Yang lebih tahu ayah saya yang bekerjasama dengan dua orang rekannya (berinisial SD dan RD yang masih dalam penyelidikan polisi)," ungkapnya.
HA mengaku diajak oleh He atas perintah dua orang rekan ayahnya. HA tertarik karena upah menjaga lading ganja itu sangat menggiurkan. Bayangkan 1 minggu ia diberi upah Rp 1 juta, sama jauh lebih tinggi dari upah buruh pertanian, yang hanya kisaran Rp 750 ribu perbulannya.
"Setelah mendapat tawaran itu, saya pulang ke desa. Saat itu saya ditanya langsung oleh ayah saya, apakah benar-benar ingin mengambil pekerjaan beresiko ini. Karena saya memang tidak punya pekerjaan dan butuh uang untuk kebutuhan keluarga, saya siap. Padahal, ayah saya tidak pernah suka jika saya terlibat pergaulan atau pekerjaan yang salah seperti itu. Tapi mungkin dia juga paham dengan kondisi ekonomi saya," kata ayah satu anak ini.
Diakui HA, menjaga ladang ganja cukup berat dan berisiko. Berat karena harus tinggal di dalam hutan jauh dari keramaian dan pemukiman warga lain. Berisiko hukum, ditangkap polisi penjara menanti. Risiko lainnya, menghadapi pencuri daun ganja yang biasa berbuat nekat, serta ancaman hama yakni rombongan mo
nyet hutan yang sukan makan daun ganja, yang biasanya juga mencabut pohon ganja.
Sistem kerja Ha dan satu rekannya He (27), di lading ganjua layaknya penjaga kebun yang harus memperhatikan kondisi tanaman dari serangan hama ataupun pencuri. Tugas utama mereka yakni mengamati daun-daun yang sudah menua dan layu.
"Kalau malam, kami tidur bergantian. Kerjanya tidak begitu sulit, kalau bukan gangguan monyet, paling ada pencuri. Itulah yang harus kami awasi. Ancaman pencuri memang ada. Pemuda-pemuda iseng yang biasanya mencuri. Tapi kalau saya sendiri belum pernah menemui kejadian pencurian itu," katanya.
Terjerumus dengan dunia hitam itu, cukup menjadi penyesalan bagi HA. Ia tak membayangkan kehidupan ia bersama istri dan anaknya yang masih kecil. Tapi ia tidak dapat menyalahkan siapapun juga, karena itu pilihannya. Berharap mendapat keuntungan dari upah yang besar dan kerja yang tidak begitu berat, ia harus menjalani hukuman jauh berbalik dari harapannya. Akibat ulahnya, HA dijerat Pasal 111 ayat 2 Undang Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman hukuman 5 hingga 20 tahun penjara.
Sementara, Kapolres RL, AKBP. Edi Suroso, SH melalui Kasat Narkoba, AKP. Darwin Tampubolon, SH didampingi PPID, Aiptu. Tri Sumartono, SH membenarkan cara penanaman ganja layaknya menanam cabai. Bibit ganja lebih dulu disemai hingga berumur 1 atau 2 bulan. Setelah itu, penanamnnya dibentuk teratur. Dibuat seperti bedengan tanah persis dengan bedeng tanaman cabai.
"Masuk umur tanam 3 bulan, ada yang sudah bisa dipanen. Daun yang diambil yang sudah tua tapi tidak layu. Begitu seterusnya panennya. Sekarang kami masih terputus untuk menangkap pemilik utamanya. Dari pengakuan dua orang tsk, keterangannya sangat minim mengenai ladang tersebut," jelas Darwin.(cuy)
"Kalau saya perhatikan, menaman ganja ini sama dengan menanam cabai. Harus ada jarak tanamnya, juga butuh perawatan dan membersihnya dari rumput bila ingin daunnya tumbuh lebat dan cepat berbuga. Selain itu harus dilakukan pengawasan yang ketat," ujar HA mengawali pembicaraan bersama wartawan RB (Grup JPNN) secara ekslusif di ruang penyidik Satuan Narkoba Polres RL, Kamis (21/3).
Berstatus hanya sebagai penjaga kebun yang mendapat upah, HA mengaku tidak banyak tahu tentang latar belakang ladang ganja seluas 2 hektare tersebut. Apakah memang lading ganja baru yang ditanam sejak awal oleh ayahnya, atau merupakan bekas lading ganja yang sebelumnya pernah dimusnahkan.
Lanjut HA, sewaktu disuruh menunggui lading ganja itu, tumbuhan kelompok Narkotika golongan I itu, sudah besar dan hampir panen. Kira-kira berumur 3 bulan lebih. Sepintas tanaman ini menyerupai tumbuhan cabai, butuh perewatan agak ekstra, terutama di musim panas harus dilakukan penyiraman. Tanaman ini cepat berkembang di dataran tinggi, yang agak lembab seperti daerah pegunungan.
"Jujur saja, saya menjaga lading ganja itu baru 5 hari hingga akhirnya ditangkap polisi. Tidak banyak saya tahu bagaimana tanaman ini dipanen dan dipasarkan. Yang lebih tahu ayah saya yang bekerjasama dengan dua orang rekannya (berinisial SD dan RD yang masih dalam penyelidikan polisi)," ungkapnya.
HA mengaku diajak oleh He atas perintah dua orang rekan ayahnya. HA tertarik karena upah menjaga lading ganja itu sangat menggiurkan. Bayangkan 1 minggu ia diberi upah Rp 1 juta, sama jauh lebih tinggi dari upah buruh pertanian, yang hanya kisaran Rp 750 ribu perbulannya.
"Setelah mendapat tawaran itu, saya pulang ke desa. Saat itu saya ditanya langsung oleh ayah saya, apakah benar-benar ingin mengambil pekerjaan beresiko ini. Karena saya memang tidak punya pekerjaan dan butuh uang untuk kebutuhan keluarga, saya siap. Padahal, ayah saya tidak pernah suka jika saya terlibat pergaulan atau pekerjaan yang salah seperti itu. Tapi mungkin dia juga paham dengan kondisi ekonomi saya," kata ayah satu anak ini.
Diakui HA, menjaga ladang ganja cukup berat dan berisiko. Berat karena harus tinggal di dalam hutan jauh dari keramaian dan pemukiman warga lain. Berisiko hukum, ditangkap polisi penjara menanti. Risiko lainnya, menghadapi pencuri daun ganja yang biasa berbuat nekat, serta ancaman hama yakni rombongan mo
nyet hutan yang sukan makan daun ganja, yang biasanya juga mencabut pohon ganja.
Sistem kerja Ha dan satu rekannya He (27), di lading ganjua layaknya penjaga kebun yang harus memperhatikan kondisi tanaman dari serangan hama ataupun pencuri. Tugas utama mereka yakni mengamati daun-daun yang sudah menua dan layu.
"Kalau malam, kami tidur bergantian. Kerjanya tidak begitu sulit, kalau bukan gangguan monyet, paling ada pencuri. Itulah yang harus kami awasi. Ancaman pencuri memang ada. Pemuda-pemuda iseng yang biasanya mencuri. Tapi kalau saya sendiri belum pernah menemui kejadian pencurian itu," katanya.
Terjerumus dengan dunia hitam itu, cukup menjadi penyesalan bagi HA. Ia tak membayangkan kehidupan ia bersama istri dan anaknya yang masih kecil. Tapi ia tidak dapat menyalahkan siapapun juga, karena itu pilihannya. Berharap mendapat keuntungan dari upah yang besar dan kerja yang tidak begitu berat, ia harus menjalani hukuman jauh berbalik dari harapannya. Akibat ulahnya, HA dijerat Pasal 111 ayat 2 Undang Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman hukuman 5 hingga 20 tahun penjara.
Sementara, Kapolres RL, AKBP. Edi Suroso, SH melalui Kasat Narkoba, AKP. Darwin Tampubolon, SH didampingi PPID, Aiptu. Tri Sumartono, SH membenarkan cara penanaman ganja layaknya menanam cabai. Bibit ganja lebih dulu disemai hingga berumur 1 atau 2 bulan. Setelah itu, penanamnnya dibentuk teratur. Dibuat seperti bedengan tanah persis dengan bedeng tanaman cabai.
"Masuk umur tanam 3 bulan, ada yang sudah bisa dipanen. Daun yang diambil yang sudah tua tapi tidak layu. Begitu seterusnya panennya. Sekarang kami masih terputus untuk menangkap pemilik utamanya. Dari pengakuan dua orang tsk, keterangannya sangat minim mengenai ladang tersebut," jelas Darwin.(cuy)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Diperkosa, Hamil Lalu Dibunuh
Redaktur : Tim Redaksi