Ketua Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suryanto mengatakan, perubahan kepanjangan BPR tersebut sangat perlu dilakukan, lantaran masyarakat mengira bahwa BPR hanya sebatas memberikan pinjaman. Sehingga, untuk menghimpun dana masyarakat, BPR cenderung mengalami kesulitan. Padahal lebih dari itu, BPR juga menghimpun dana dari masyarakat berupa tabungan, hingga deposito berjangka, seperti lazimnya bank di tanah air.
"Dengan kata-kata perekonomian, paling tidak mendapatkan pengakuan de fac to dari masyarakat," terang Joko saat rapat dengar pendapat umum panitia kerja RUU Perbankan, di Komisi XI DPR, Kamis (4/10).
Apalagi, berdasarkan rancangan regulasi perbankan yang baru, BPR akan memiliki kegiatan usaha secara konvensional, meski tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran secara langsung. "Usulan ini sudah mendapatkan signal baik dari anggota Dewan. Memang hanya sekadar nama, namun ini mempegaruhi bisnis. RUU Perbankan lebih banyak mengakomodasi peran BPR di masa depan," paparnya.
Tak hanya soal nama, Joko memaparkan, selama ini peran BPR terasingkan dibanding sektor perbankan lainnya, khususnya bank umum. Ketika ruang gerak BPR dibatasi UU, di sisi lain, perbankan umum justru dibolehkan membuat produk-produk perbankan untuk menyasar segmen yang sama dengan BPR. "Selain itu, meski di dalam UU memang BPR diakui, namun kalau untuk upaya pengembangan, misalnya kerjasama dengan bank umum, BPR tidak diberi peran. Itu yang membuat perkembangan BPR tidak cukup pesat," jelasnya.
"Meski kompetisi sangat ketat dan market share BPR sangat kecil dibandingkan bank umum, Joko memproyeksi pertumbuhan BPR cukup cerah. Hal ini terlihat dari catatan pertumbuhan aset BPR yang terus meningkat. Hingga periode Agustus 2012, aset BPR secara nasional tumbuh 21,11 persen, dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy). Aset BPR hingga Agustus 2012 sebesar Rp 61,78 miliar, atau naik dari Rp 51,01 miliar pada Agustus 2011 silam. "Dilihat dari keseluruhan aset BPR, penguasaan kami hanya kurang dari 3 persen," terangnya.
Ke depan, BPR lebih memiliki komitmen kuat untuk penyaluran kredit pada sektor UMKM. Penyaluran kredit BPR konvensional terus meningkat 20,68 persen, dari Rp 39,73 triliun pada Agustus 2011, menjadi RP 47,947 miliar pada Agustus 2012. Ini artinya, loan to deposit ratio (LDR) dari industri BPR mencapai 83,63 persen per Agustus 2012. Posisi tersebut jauh lebih besar dibandingkan LDR pada 2011 yang hanya 78,54 persen. "Komitmen kami adalah menyalurkan pembiayaan UMKM. Karena karakteristik BPR adalah melakukan pelayanan yang sederhana dan cepat," tuturnya."(gal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BPD Diminta Kurangi Kredit ke PNS
Redaktur : Tim Redaksi