jpnn.com, SLEMAN - Warga yang terdampak proyek pembangunan jalan tol Jogja-Solo menanyakan soal besaran ganti rugi.
Hal itu terungkap di acara sosialisasi rencana proyek tol Yogyakarta-Solo di Balai Desa Bokoharjo, Rabu (4/12), yang diikuti ratusan warga di Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
BACA JUGA: Rencana Pembangunan 3 Jalan Tol, Jogja â Solo Paling Alot
Banyak warga di Dusun Jobohan dan Pelemsari terdampak pembangunan tol itu menanyakan kejelasan besaran nilai ganti untung atas lahan, bangunan, dan tanaman milik mereka yang tergusur proyek tersebut.
"Ternyata sosialisasi hanya terkait dengan penjelasan teknis daerah mana saja yang bakal terlewati tol. Harapan kami sosialisasi tentang kejelasan ganti untung lahan dan bangunan," kata warga bernama Jobohan Abdul Qodir Zaini (30).
Beberapa warga mengaku kecewa dengan sosialisasi tersebut karena mereka berharap segera mengetahui berapa harga ganti untung untuk bidang tanah atau bangunan yang terdampak.
"Saat sosialisasi tidak disampaikan secara gamblang terkait dengan besaran ganti untung. Katanya ganti untung. Pembicara dalam acara tersebut juga bilang dibeli sesuai dengan harga pasar, lalu untungnya di mana?" katanya.
Namun, lanjut dia, besaran ganti untung tidak akan terlalu besar. Harga tanah di sekitar Bokoharjo, mulai dari Rp2,5 juta hingga Rp3 juta per meter persegi.
Siti Handayani (60), warga Pelemsari, justru berharap seluruh bidang tanah bisa ikut dibeli pemerintah sebab hanya sebagian dari 500 meter persegi tanah miliknya yang terkena proyek.
"Kalau hanya sebagian yang kena, kelak tinggal di pinggir jalan, nanti bising bagaimana anak cucu saya," katanya.
Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY Krido Suprayitno menegaskan bahwa pihaknya hanya melakukan sosialisasi dalam rangka untuk mempersiapkan konsultasi publik.
BACA JUGA: Dengar Suara Aneh dari Kamar Wisma, Penasaran Lantas Dicek, Astaga Ternyata
Terkait dengan pertanyaan masyarakat tentang harga tanah, Krido menegaskan bahwa hal itu baru bisa dilakukan oleh tim appraisal setelah terbit izin penetapan lokasi (penlok), termasuk pertanyaan kapan pembayarannya. "Masalah itu, kami masih belum bisa menjawab," katanya.
Menurut dia, sesuai undang-undang, penerbitan penlok maksimal 3 bulan, atau pada bulan Maret 2020 diharapka bisa terbit.
"Hal itu membutuhkan konsistensi masyarakat. Setelah sosialisasi, kami memberikan waktu 2 minggu untuk melakukan sinkronisasi dan validasi data pemilik tanah dan bangunan, tolong dibantu," katanya. (antara/jpnn)
BACA JUGA: Sri Sultan HB X Pastikan Tidak Ada Rest Area di Jalan Tol
Redaktur & Reporter : Soetomo