jpnn.com, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) mendesak pemerintah segera membuat aturan tentang muatan kendaraan listrik sebelum momentum mudik Lebaran tiba.
Regulasi tentang muatan kendaraan berbasis tenaga listrik ini memang belum tercantum dalam standar operasional prosedur (SOP) keamanan yang diatur Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
BACA JUGA: Tarif Penyeberangan Hanya Naik 5%, Gapasdap Bakal Lakukan Ini
Sementara itu, potensi bahaya korsleting kendaraan listrik sangat tinggi.
"Muatan electric vehicle ini memiliki tingkat bahaya yang luar biasa," ungkap Kepala Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gapasdap Rachmatika Ardiyanto dalam keterangannya, Rabu (13/3).
BACA JUGA: Gapasdap Minta Pemerintah Bertindak Cepat Selamatkan Angkutan Penyeberangan
Rachmatika mencontohkan seperti Tesla, Electric Vehicle (EV) roda empat besutan pabrikan milik Elon Musk itu pernah terbakar dan membutuhkan 36 kali lipat jumlah air yang digunakan untuk memadamkan api dibandingkan mobil bertenaga gasoline.
"Jika terbakar di kapal, kami akan kesulitan, karena kita belum tahu apakah air laut bisa memadamkan, karena sifat air laut yang mengandung garam bisa menjadi konduktor," bebernya.
Padahal pada 2030 mendatang, Gaikindo memprediksi ada 1 juta mobil listrik keluar di pasaran.
Sementara distribusinya mayoritas menggunakan angkutan laut, seperti feri dan darat.
Rachmatika yang juga pengurus Bidang Angkutan Roro dan Penumpang DPP INSA menambahkan angkutan feri sendiri sejauh ini memiliki tingkat kecelakan rendah atau hampir zero accident.
Namun, beberapa waktu terakhir terjadi peristiwa kebakaran, karena muatan kendaraan listrik.
Bahkan di luar negeri lebih parah lagi, seperti kejadian di Amsterdam dan Jerman.
"Kami minta kepada pemerintah untuk segera bisa membuat acuan atau panduan dalam waktu segera karena sebentar lagi masuk peak season angkutan Lebaran," tegas Rachmatika.
Alumnus Perkapalan ITS itu berharap setidaknya ada SOP minimal, seperti SK Dirjen yang mengatur tentang spesifikasi kendaraan listrik secara jelas maupun jenis angkutan pemuat, sehingga baik ekspedisi maupun perusahaan pelayaran bisa membedakan lokasi penempatan di atas kapal.
"Jika tidak ada tanda khusus, kita akan kesulitan mengidentifikasi itu," terangnya.
Sebelumnya, Gapasdap telah menggelar dua kali Focus Group Discussion (FGD) Mitigasi Risiko Terhadap Muatan Kapal dan Muatan Kendaraan Listrik di Angkutan Penyeberangan.
FGD diikuti Ketua Dewan Penasehat Gapasdap Bambang Haryo Soekartono (BHS), Ketua Umum Gapasdap Khoiri Soetomo, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ir Suryanto Cahyono.
Selain itu juga dihadiri Koordinator Kesyahbandaran dan Patroli Direktorat Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan Wahyudi beserta sejumlah asosiasi terkait, yakni ASDP dan Asperindo, termasuk pihak Jasa Raharja.
Tindak lanjut FGD tersebut menjadi sebuah rekomendasi panduan ekspedisi dan penanganan kebakaran kendaraan listrik.
"Hasil FGD kita rekomendasikan kepada Kemenhub agar segera membuat aturan itu mungkin bisa bekerja sama dengan perguruan tinggi dan sebagainya," ujarnya.
Ketua KNKT Suryanto pada saat itu menjelaskan bahwa perlu persiapan mitigasi risiko dalam implementasi muatan kendaraan listrik termasuk perhitungan klaim asuransi.
Manufaktur kendaraan listrik memang melewati pengujian pengendapan di air tawar. Namun, kondisi air tawar berbeda dengan air laut yang sangat konduktif dan berpotensi menimbulkan terjadinya arus pendek pada baterai mobil listrik. Setelah terjadi thermal runway, akan diikuti ledakan.
"Setiap kendaraan harus memiliki product liability insurance, ini juga harus didiskusikan dengan perusahaan kendaraan," kata Suryanto.
Mitigasi ini penting untuk menentukan sistem manajemen keselamatan sampai pada level acceptable risk atau risiko yang bisa diterima
"Pemerintah juga seharusnya melakukan mitigasi-mitigasi," tambahnya.
Kendaraan listrik disebut memiliki 4 kali probability kebakaran lebih tinggi daripada kendaraan biasa.
Di mana jika terjadi kebakaran pada kendaraan biasa berbahan bakar gasoline, mengatasinya cukup disemprot air laut. Sementara belum diketahui apakah mobil listrik aman apabila penanganan kebakaran menggunakan air laut serta dampak lain.
Kesulitan pemadaman jika menggunakan water based pada kondisi kebocoran high voltage, bisa menghasilkan setrum.
"Kami harap pada pemerintah sebelum itu terjadi, juga khususnya saat ini sudah mulai didengungkan kendaraan hidrogen," katanya.
Ia mendorong Gapasdap membuat panduan tentang keselamatan muatan mobil listrik.
Salah satunya mencontoh dari EMSA (European Maritim Safety Agency) dan American Bureau of Shipping Class ABS.
Panduan ini akan menjadi acuan muatan bagi seluruh kapal feri di Indonesia.
Apalagi tren penjualan kendaraan listrik di Indonesia cukup tinggi.
Dia menegaskan komunitas maritim harus melakukan kajian ilmiah lebih mendalam melibatkan universitas maupun badan riset tentang bahaya kendaraan listrik.
Kemudian juga membuat latihan tanggap darurat dan SOP secara spesifik di setiap kapal.
Koordinator Kesyahbandaran dan Patroli Direktorat Transportasi Sungai Danau dan Penyeberangan Wahyudi menyambut baik rancangan dalam FGD Gapasdap tersebut.
Pihaknya menyadari jika operator transportasi penyeberangan menginginkan aturan secara rigid.
Sebab, selama ini dalam mengangkut muatan kendaraan listrik, berdasarkan beberapa kejadian, pengguna tidak melaporkan kepada operator kapal.
"Sehingga penanganan di atas kapal, penempatan kendaraan listrik ini tidak sesuai SOP di atas kapal. Ini yang sebenarnya kami tekankan dalam forum sehingga semua stakeholder yang terlibat mulai dari ekspedisi sampai operator pelabuhan bisa menjalankan fungsinya secara maksimal," kata Wahyudi.
Kemenhub saat itu menyatakan siap memfasilitasi dan memastikan segera menyusun SOP berdasarkan karakteristik kapal maupun pelabuhan penyeberangan sebagaimana yang dirancang Gapasdap. (mar1/jpnn)
Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi