jpnn.com, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengeluhkan ketidakpastian investasi di Indonesia.
Hal itu diungkapkan Sekretaris Jenderal GAPKI Togar Sitanggang ketika dimintai pendapat tentang Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Nomor P.17 tahun 2017.
BACA JUGA: Kementan Dorong Pengelolaan Kelapa Sawit Berkelanjutan
“Kami berinvestasi bertahun tahun yang lalu terus peraturan dikeluarkan seperti itu. Artinya apa, ada suatu ketidakpastian investasi di Indonesia. Karena peraturan itu, sekarang yang punya gambut investasinya mati, kan?” kata Togar di Jakarta, Sabtu (8/4).
Dia mempertanyakan solusi dari pemerintah untuk mengatasi masalah investasi, tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan, dan dampak sosial ekonomi di daerah-daerah yang menjadi tidak produktif lagi karena aturan tersebut.
BACA JUGA: REI Pasang Puzzle Investasi di Mandalika
“Apakah itu sudah ada pemikiran atau regulasi tambahan untuk mengatasi dampak-dampak itu?” ujar Togar.
Dia menambahkan, tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit sudah dibayangi masalah.
BACA JUGA: Ekonomi Belum Stabil, Target Investasi Hanya Rp 35 T
Siapa yang akan bertanggung jawab, apakah investor lagi yang harus bertanggung jawab? Mereka kehilangan pekerjaan bukan karena perusahaannya tidak bisa berkembang tetapi karena regulasi pemerintah,” tegas Togar.
Meski demikian, menurut Togar, GAPKI pada dasarnya akan mematuhi peraturan pemerintah.
Namun, pihaknya juga menginginkan agar peraturan dibuat dengan memikirkan dampaknya ke depan.
Menurut Togar, pemerintah lebih melihat pada dampak lingkungan hidup, tetapi kurang memikirkan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
Togar mengatakan, pengusaha di sektor mana pun tentu menginginkan kepastian investasi di Indonesia.
Jangan hanya karena satu alasan yang jadi pertimbangan, pemerintah bisa membatalkan investasi yang sudah ada tanpa mempertimbangkan hal-hal yang lain.
“Kalau pemerintah ingin menciptakan investasi yang sehat, ini (Permen KLHK 17/2017) sepertinya bukan salah satunya,” tambah Togar.
Menurutnya, perusahan-perusahaan tersebut tentu harus menuruti regulasi yang berlaku saat berinvestasi.
“Gambut, misalnya, ada ketentuan tidak boleh menanam gambut yang lebih dari tiga meter kedalamannya, saya yakin itu sudah dilaksanakan. Terus semua itu dibatalkan, ya kami sih melongo saja. Ini gimana, sih, sebenarnya maunya seperti apa kami berinvestasi di Indonesia,” pungkas Togar.
Sebagaimana diketahui, Peraturan Menteri KLHK P.17 tahun 2017 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri mengatur tentang perubahan areal tanaman pokok menjadi fungsi lindung ekosistem gambut.
Pasal 8e menyebutkan, perubahan areal tanaman pokok menjadi fungsi lindung , yang telah terdapat tanaman pokok pada lahan yang memiliki zin usaha emanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK-HTI), tanaman yang sudah ada, dapat dipanen satu daur, dan tidak dapat ditanami kembali.
Kemudian, wajib dilakukan pemulihan dan dialokasikan sebagai kawasan fungsi lindung ekosistem gambut dalam tata ruang IUPHHK-HTI.
Pasal di atas membuat banyak pemegang IUPHHK-HTI yang sebelumnya mendapat area gambut yang masih boleh berproduksi kini berpotensi kehilangan sebagian area garapan. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Jurus Jokowi untuk Kejar Target Pertumbuhan Ekonomi
Redaktur & Reporter : Ragil