Gappri: RPP RIPIN Abaikan Nasib Pelaku Industri Tembakau

Selasa, 03 Maret 2015 – 15:10 WIB
Gappri: RPP RIPIN Abaikan Nasib Pelaku Industri Tembakau. Foto JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA — Pemerintahan Joko Widodo dinilai tidak berpihak kepada pelaku industri hasil tembakau (IHT). Itu telihat dari Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) Tahun 2015-2035.

Pelaku industri hasil tembakau yang tergabung dalam Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menyatakan dalam draft  draft RPP yang disusun Kementerian Perindustrian terungkap upaya menghilangkan IHT dari RPP RIPIN. Padahal, dalam penjabaran yang tertera di tabel 1 tentang “Sasaran Pembangunan Industri Tahun 2015-2035” pemerintah telah menjabarkan, tembakau masih menjadi parameter pertumbuhan industri.

BACA JUGA: Bosan Numpang, Perhutani Bangun Kantor Pusat

“Tidak dimasukkannya IHT ke dalam RIPIN, berpotensi tidak adanya perlindungan terhadap IHT. Karena Pasal 1 ayat 2 poin G draft RPP RIPIN menyebutkan, salah satu fungsi RIPIN sebagai pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan Industri,” ujar Ketua Umum Gappri Ismanu Soemiran dalam keterangan tertulisnya yang diterima JPNN.com, Selasa (3/3).

Tetapi anehnya kata Simanu, pada bagian lain dalam RPP tersebut, ada Lampiran angka IV bagian C, menyebutkan, IHT tidak termasuk dalam 10 industri prioritas yang menjadi fokus Pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam RIPIN 2015-2035.

BACA JUGA: Jokowi Payah! Harga Beras Belum Turun, BBM dan Elpiji 12 Kg Dinaikkan

Secara detil dipaparkan dalam RIPIN2015-2035 bahwa yang termasuk industri andalan antara lain Industri Pangan; Industri Farmasi, Kosmetik dan Alat Kesehatan; Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka; Industri Alat Transportasi; Industri Elektronika dan Telematika (ICT); dan Industri Pembangkit Energi

Sedangkan yang termasuk industri pendukung yakni Industri Barang Modal, Komponen, dan Bahan Penolong. Terakhir, yang masuk dalam industri hulu, tercatat Industri Hulu Agro; Industri Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam; dan Industri Kimia Dasar (Hulu dan Antara).

BACA JUGA: Elpiji 3 Kg Langka atau Harganya Tinggi, Hubungi Nomor Ini

Ismanu mengaku heran dengan kebijakan pemerintahan saat ini. Pasalnya, kata Ismanu, sejak pemerintahan Presiden Soeharto hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, IHT selalu menjadi prioritas dan andalan bagi penerimaan negara. Apalagi, RIPIN disusun sebagai pelaksanaan amanat Pasal 8 ayat 1 dan mengacu pada ketentuan Pasal 9 ayat (5) UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

Seperti diketahui, RIPIN 2015-2035 ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 dan merupakan pedoman bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pelaku Industri dalam perencanaan dan pembangunan Industri.

Karena itu, “Ketika IHT tidak masuk RPP RIPIN 2015-2035 ada kesan upaya memberangus IHT sebagai usaha rakyat. Saya menduga adanya penyelundupan program kesehatan yang begitu kuat sebagai alasan menyingkirkan IHT,” ujar Ismanu.

Padahal IHT terbukti sebagai industri yang tahan krisis, mampu menyerap tenaga kerja dengan jumlah yang sangat signifikan, mulai dari petani tembakau, petani cengkeh, pekerja pabrik rokok, distributor hingga pengecer.

Kontribusi IHT terhadap pendapatan negara juga sangat besar dari sisi cukai dan perpajakan lainnya, yakni hampir 10 persen dari total Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara.

Untuk cukai rokok saja, tahun lalu industri setor ke pemerintah mencapai Rp 112 triliun. Untuk tahun ini cukai rokok dikerek naik sebesar 27 persen, atau mencapai Rp 140 triliun. Belum lagi pajak yang disetor sebagai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang besarannya mencapai 10 persen dari target cukai.

“Kondisi ini menunjukkan betapa IHT jadi andalan Ditjen Bea dan Cukai dalam memenuhi target penerimaan kepabeanan dan cukai senilai Rp188,9 triliun,” ujarnya.

Melihat potensi cukai rokok yang sangat besar tersebut, menurut Ismanu akan lebih baik jika pemerintah lebih memperhatikan dan memasukkan dalam prioritas RIPIN 2015-2035. Apalagi, tahun ini target produksi rokok lokal dipatok di angka 358 miliar batang, naik dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 345 miliar batang.

“Rokok ini porsinya sangat besar dan tidak ada komoditi lain yang bisa lawan. Contohnya miniman beralkohol saja hanya di sekitar Rp 4 triliun sampai Rp 5 triliun," tandasnya.

Karena itu, Ismanu meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk lebih memperhatikan industri hasil tembakau dengan memasukkan sebagai program prioritas dalam RPP RIPIN 2015-2035. “Jika Presiden masih cinta bangsa ini serta peduli akan nasib petani dan buruh tembakau, harusnya Presiden merevisi RIPIN 2015-2035,” tandasnya. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pelayanan Tol Rendah, Kok Bayarnya Naik


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler