jpnn.com, MENTAWAI - Seorang remaja berinisial DCS (15) menjadi korban penganiayaan yang diduga dilakukan bule Amerika Serikat di Dusun Muara Taikako Timur, Desa Taikako, Kecamatan Sikakap, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.
Akibat dugaan penganiayaan itu, bibir DCS bonyok.
BACA JUGA: Siapkan Lahan, Mentawai Minta Pusat Bangun Lapangan Olahraga
Posmetro Padang melansir, WNA AS yang menghajar Derhart itu berinisial Er (38).
Konon selama lima tahun belakangan ini Er tinggal di Mentawai dan memiliki istri warga Indonesia.
BACA JUGA: Gempa Guncang Mentawai, Rasanya Seperti Truk Lewat
DCS yang tak terima dengan pemukulan itu, melapor ke pihak kepolisian setempat.
Pihak kepolisian juga sudah menetapkan Er (38) sebagai tersangka.
BACA JUGA: Istri Banting Tulang di Malaysia, Suami Malah Berbuat Terlarang di Penginapan
Sebelumnya, pihak kepolisian melalui pengacaranya sudah melakukan pemanggilan, akan tetapi yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan tersebut alias mangkir.
Kapolsek Sikakap AKP Tirto Edhi mengatakan, penetapan tersangka warga negara asing tersebut sesuai hasil penyelidikan.
Korban dari aksi penganiayaan itu mengalami luka di bagian bibir. WNA tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan.
Penetapan tersangka sesuai hasil penyelidikan dan laporan dari korban yang disertai dengan bukti hasil visum.
"Status sudah ditetapkan tersangka. Kami memanggil yang bersangkutan dengan status tersangka. Kami sudah panggil satu kali, tetapi melalui pengacaranya tidak datang," kata AKP Tirto, seperti dikutip dari Posmetro Padang, Rabu (8/7).
"Dalam pekan ini akan menjadwalkan kembali untuk pemanggilan ulang terhadap tersangka. Tersangka dijerat pasal 76 c Undang-undang RI No 35 tahun 2014 tentang perubahan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak,” imbuhnya.
Tirto menjelaskan, dugaan penganiayaan ini diketahui terjadi pada 30 Juni dan kemudian dilaporkan pada 1 Juli dengan nomor laporan LP/18/K/VII/2020/ tentang dugaan perkara penganiayaan.
Penyebab terjadinya penganiayaan tersebut karena korban dituduh telah membunuh anjing milik tersangka.
"Namun, dari keterangan saksi-saksi yang sudah diperiksa, anjing tersangka mati karena berkelahi dengan anjing lainnya. Korban yang melihat anjing tersangka mati di pinggir pantai, kemudian memberitahu kabar tersebut kepada tersangka. Korban malah dituduh membunuh hingga tersangka kemudian melakukan penganiayaan dengan cara memukul korban beberapa kali,” ujar Tirto.
Saat berita ini diracik, jenis anjing yang dimiliki tersangka belum diketahui secara pasti. Informasinya, anjing tersebut cukup besar dan biasa dipelihara di kediaman tersangka.
"Yang jelas jenis anjing luar negeri, ukuran cukup besar. Anjing ini berkelahi sama anjing kampung. Namun, penyidik hanya mengejar perbuatan pidana tersangka ini, tidak sampai cari tahu jenis anjingnya. Persoalan anjing itu tidak diperlukan dalam penanganan kasus ini,” ungkapnya.
AKP Tirto menuturkan, dari informasi yang didapat, terlapor tersebut telah berada di Kabupaten Kepulauan Mentawai selama lima tahun belakangan.
Terlapor juga sedang dalam pembangunan resor atas nama istrinya warga Indonesia.
"Membangun resort sudah berjalan dua tahun, hampir 80 persen di Pulau Sibigeu Desa Malakopak, Kecamatan Pagai Selatan. Terkait pembangunan resor atas nama istrinya, warga Indonesia,” kata Tirto.
Nah, terkait WNA dan resor itu, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai baru mengetahui adanya WNA asal Amerika yang tinggai di Pulau Sibigeu, Desa Malakkopa, Kecamatan Pagai Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai setelah adanya kasus penganiayaan.
Pasalnya, dari ibu kota kabupaten di Tuapejat, pulau itu sangat jauh dan perlu waktu tempuh 12 jam mengunakan kapal.
"Kami tahu ada warga negara Amerika itu di sana pas kejadian penganiayaan. Masyarakat ini juga tidak mau melaporkan. Kalau aman-aman tidak mau lapor, kalau bermasalah baru kami diajak," kata Wakil Bupati Kepulauan Mentawai, Kortanius Sabeleake, Senin (6/7).
"Saya juga kaget WN Amerika itu dalam tahap pembangunan resor. Karena selama ini di Pulau Sibigeu tak ada resor. Bahkan, jarak dari pulau terdekat yang dihuni masyarakat juga butuh waktu tempuh setengah jam untuk ke sana,” imbuhnya.
Menurut Kortanius, status resor belum terdaftar di Pemkab dan belum ada dilaporkan.
Pihaknya juga sudah menindaklanjuti informasi tersebut dengan menurunkan tim dari Dinas Pariwisata.
Tim itu akan melakukan survei dan penelitian terkait kegiatan yang telah dilakukan warga negara Amerika itu dan menyelidiki kewajiban yang harus dipenuhinya.
"Termasuk, menghitung aset-aset yang telah didirikannya di Pulau Sibigeu. Tahun lalu, kawasan di pulau itu hanya ada pondok-pondok kecil. Kalau itu hanya rumah kecil saja, ya sudahlah menyesuaikan, tetapi tetap harus ada orang lokal. Secara aturan saat suasana pandemi ini segala kegiatan pariwisata di Kabupaten Kepulauan Mentawai belum resmi dibuka,” ungkapnya. (s)
Redaktur & Reporter : Adek