Gara-gara Bilang Sontoloyo, Jokowi Dianggap Anti-Kritik

Kamis, 25 Oktober 2018 – 14:38 WIB
Presiden Jokowi. (Foto: JPNN)

jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPP Partai Gerindra Heri Gunawan menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) anti-kritik. Ini gara-gara pernyataan suami Iriana soal politikus sontoloyo, karena mempolitisasi rencananya mengucurkan dana kelurahan.

"Pernyataan Presiden Jokowi yang melontarkan istilah politikus sontoloyo, menyiratkan dua hal. Pertama, pernyataan tersebut sebenarnya mengekspresikan sikap presiden yang anti-kritik," ucap Heri kepada JPNN.com, Kamis (25/10).

BACA JUGA: Jokowi Resmikan Bandara dan Hadiri Muktamar IDI Kaltim

Sebab, lanjut Anggota Komisi XI DPR ini, jika dilihat dari konteksnya, pernyataan tersebut jelas diarahkan Jokowi terhadap para pengkritik kebijakan dana kelurahan, yang baru saja diputuskannya.

"Presiden tidak siap dikritik, hingga akhirnya merespon dengan ungkapan politikus sontoloyo. Presiden seharusnya menerima kritik tersebut secara konstruktif. Jangan baper," sebut Heri.

BACA JUGA: Jokowi Sebut Ada Menteri yang Lembut dan Juga Galak

Dia menyatakan bahwa setiap dana yang keluar dari APBN, mesti ada dasar hukumnya. Karena itu, Presiden ketujuh RI itu seharusnya berterima kasih karena telah diingatkan agar tidak melanggar aturan.

Dijelaskan Heri, dana kelurahan tidak bisa serta merta bisa diambil dari nomenklatur dana desa. Sebab dasar hukumnya berbeda. Dana desa telah memiliki dasar hukum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

BACA JUGA: Jokowi Ungkap Alasannya Bilang Politikus Sontoloyo

Sementara untuk dana kelurahan selama ini, jika melihat Pasal 230 ayat 2 UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan, alokasi anggaran dana kelurahan dimasukkan ke dalam anggaran Kecamatan pada bagian anggaran kelurahan, untuk dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Jika alokasi dana kelurahan telah ada dasar hukumnya, maka tidak masalah! Jangan karena sebagai presiden, dirinya kemudian bisa bergerak di luar aturan. Itu tidak boleh," kata legislator asal Jawa Barat ini.

Heri menyatakan, setiap kebijakan adalah produk politik. Jika kemudian presiden memandang kritik tersebut sifatnya politis, dia sebenarnya sangat kasihan. Sebab, secara tidak langsung Jokowi sedang mempertontonkan ketidakpahamannya.

Kedua, jika kita melihat KBBI, kata sontoloyo adalah ungkapan makian. Untuk sebagian, bahkan mungkin sebagian besar, masyarakat, ungkapan itu jauh dari adab dan adat ketimuran.

Di tengah semangat demokrasi damai-sehat yang telah disepakati bersama, lanjut Heri, semestinya presiden yang juga sedang menjadi capres, dapat lebih hati-hati dalam memilih diksi. Karena itu sensitif.

"Hindari diksi yang menuduh bahkan provokatif. Ini kontradiktif dengan ajakan adu gagasan, adu konsep, adu program, yang selalu digaungkannya sendiri," katanya.

Heri mencatat, pada pekan lalu, misalnya, presiden juga mengungkapkan istilah politik kebohongan. Pada Agustus 2018, Jokowi juga mengungkapkan kepada relawannya ajakan kesiapan jika ditantang berantem.

"Kali ini politikus sontoloyo. Jika yang dipertontonkan presiden adalah wacana-wacana negatif seperti itu, kasihan sekali masyarakat. Membayar puluhan triliun bagi pemilu, untuk wacana demokrasi yang tidak berkualitas," tandasnya.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Presiden Mengajak Berpolitik Secara Beradab


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler