JAKARTA - Mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq terjerat kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penentuan kuota impor daging sapi. Apabila ada peran PKS sebagai sebuah organisasi dalam kasus Luthfi, maka partai berlambang bulan sabit kembar itu terancam dibekukan atau dibubarkan.
Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S.Langkun menilai bahwa partai politik seperti PKS terkategori sebagai korporasi.
Jika terbukti ikut berperan dalam kasus yang menjerat Luthfi maka PKS bisa dijerat dengan Pasal 6 dan Pasal 7 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Dalam UU TPPU ada Pasal 6, itu untuk menjerat korporasi yang menerima. Apa parpol masuk? Iya," kata Tama dalam acara diskusi bertajuk 'Uang Dicuri, Uang Dicuci' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (11/5).
Pasal 6 menyebutkan bahwa pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila TPPU dilakukan atau diperintahkan oleh personil pengendali korporasi, dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi, dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku, dan dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi.
Sedangkan Pasal 7 mengatur hukuman pidana bagi korporasi yang terbukti terlibat TPPU. Pidana pokoknya yaitu pidana denda paling banyak Rp100 miliar. Kemudian pidana tambahan antara lain pengumuman putusan hakim, pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha korporasi, pembubaran atau pelarangan korporasi, perampasan aset korporasi untuk negara, dan pengambilalihan korporasi oleh negara.
"Jadi bisa dibekukan usahanya, dicabut izinnya," ujar Tama.
Menurut Tama, pasal TPPU yang melibatkan korporasi berbentuk parpol jangan cuma diterapkan di kasus Luthfi. Ia mendesak KPK untuk menggunakan pasal yang sama dalam menyidik kasus korupsi Hambalang dan wisma atlet SEA Games yang melibatkan beberapa kader Partai Demokrat.
"Jangan sampai atas nama korporasi partai, lalu dianggap biasa saja," imbuh pegiat antikorupsi tersebut. (dil/jpnn)
Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S.Langkun menilai bahwa partai politik seperti PKS terkategori sebagai korporasi.
Jika terbukti ikut berperan dalam kasus yang menjerat Luthfi maka PKS bisa dijerat dengan Pasal 6 dan Pasal 7 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Dalam UU TPPU ada Pasal 6, itu untuk menjerat korporasi yang menerima. Apa parpol masuk? Iya," kata Tama dalam acara diskusi bertajuk 'Uang Dicuri, Uang Dicuci' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (11/5).
Pasal 6 menyebutkan bahwa pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila TPPU dilakukan atau diperintahkan oleh personil pengendali korporasi, dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi, dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku, dan dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi.
Sedangkan Pasal 7 mengatur hukuman pidana bagi korporasi yang terbukti terlibat TPPU. Pidana pokoknya yaitu pidana denda paling banyak Rp100 miliar. Kemudian pidana tambahan antara lain pengumuman putusan hakim, pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha korporasi, pembubaran atau pelarangan korporasi, perampasan aset korporasi untuk negara, dan pengambilalihan korporasi oleh negara.
"Jadi bisa dibekukan usahanya, dicabut izinnya," ujar Tama.
Menurut Tama, pasal TPPU yang melibatkan korporasi berbentuk parpol jangan cuma diterapkan di kasus Luthfi. Ia mendesak KPK untuk menggunakan pasal yang sama dalam menyidik kasus korupsi Hambalang dan wisma atlet SEA Games yang melibatkan beberapa kader Partai Demokrat.
"Jangan sampai atas nama korporasi partai, lalu dianggap biasa saja," imbuh pegiat antikorupsi tersebut. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Vila Milik Susno Seharga Rp5,6 M Lolos dari Penyitaan
Redaktur : Tim Redaksi