Gara-gara Perempuan Ini, BW Terancam 7 Tahun Bui

Sabtu, 24 Januari 2015 – 00:12 WIB
Persidangan di MK. Foto: Ist/dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri makin ngeri. Kemarin, Bareskrim Mabes Polri menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto saat mengantar anaknya ke sekolah, di sebuah jalan di Depok, Jawa Barat.

Selang beberapa jam pascapenangkapan, Mabes Polri mengumumkan penetapan tersangka mantan pengacara itu, karena diduga memerintahkan saksi persidangan sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalteng, 2010 silam, memberikan keterangan palsu.

BACA JUGA: Komisioner KPK Tertahan di Depan Teras Utama Mabes

Pria yang akbrab dipanggil BW itu dijerat pasal 242 juncto pasal 55 KUHP dengan ancaman tujuh tahun penjara.

"Tersangka BW menurut saksi menyuruh melakukan atau memberikan keterangan palsu di depan sidang di pengadilan Mahkamah Konstitusi," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Ronny Franky Sompie, di markasnya, kemarin (23/1).

BACA JUGA: Pimpinan KPK Sempat Tertahan Pagar Mabes Polri

Apa peran Bambang? Belum ada keterangan rinci dari pihak Mabes Polri.

BW sebelum jadi pimpinan KPK memang pengacara yang menangani sejumlah sengketa pilkada di MK, antara lain pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalteng, dan juga Tapanuli Tengah. Dalam sengketa pilkada Tapteng, BW menjadi pengacara calon bupati Tapteng Diana Riana Samosir.

BACA JUGA: Ini Bentuk Intimidasi yang Dialami BW saat Ditangkap

Nah, yang terkait dengan "keterangan palsu", terjadi pada sidang sengketa pilkada Kobar. Pilkada Kobar diikuti dua pasangan calon yakni Ujang Iskandar-Bambang Purwanto dan Sugianto-Eko Soemarmo.

Pilkada dimenangkan pasangan Sugianto-Eko yang diusung koalisi PAN, Gerindra dan PDIP, dengan raihan suara 67.199

Lantas, pasangan Ujang-Bambang mengajukan gugatan sengketa hasil pilkada ke MK, menunjuk BW sebagai pengacara. Sidang panel dipimpin Akil Mohtar.

Dalam persidangan, Ujang-Bambang mengajukan sejumlah saksi, salah satunya bernama Ratna Mutiara. Belakangan, pengadilan memvonis Ratna terbukti memberikan keterangan palsu.

Ratna memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan MK pada Senin, 28 Juni 2010. Pada persidangan itu Ratna cerita bahwa  pada tanggal 4 April 2010, dirinya didatangai tim Sugianto-Eko di kebun karet.

"Dia meminta saya supaya menjadi tim karena saya kebetulan tokoh masyarakat, sebagai pengurus yasinan dan guru TPA," kata Ratna dalam sidang yang dipimpin hakim konstitusi Akil Mohtar itu.

Ratna menolak diajak jadi tim sukses. Pada 4 April ada undangan menghadiri pertemuan di rumah Ngadio, salah seorang anggota timses Sugianto-Eko, yang juga dihadiri calon bupati dan calon wakil bupati ini.

Ratna mengaku tidak hadir di pertemuan itu.  "Dia membagi-bagikan uang sebesar 50.000 untuk setiap yang hadir di undangan itu," kata Ratna dalam keterangannya.

Akil bertanya, bagaimana bisa tahu ada bagi-bagi uang, toh Ratna tak hadir? Ratna menjawab, dirinya tahu setelah sore harinya di acara pertemuan Yasinan, beberapa warga mengaku uangnya yang dikasih Sugianto pada hilang.

Pada 7 Juli 2010, MK pun memutuskan mendiskualifikasi kemenangan pasangan Sugianto-Eko Soemarno. Yang bikin heboh, MK langsung menetapkan pasangan Ujang-Bambang sebagai pemenang.

Sejumlah pendukung Sugiarto-Eko tak terima dan pada 16 Juli lalu melaporkan Ratna dengan tuduhan memberikan keterangan palsu di depan persidangan di MK.

Menerima laporkan, penyidik Bareskrim Mabes Polri pun bergerak. Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, Ratna ditetapkan sebagai tersangka dan di tahan, sejak 9 Oktober 2010.

Kasus disidangkan di PN Jakarta Pusat. Vonis keluar 16 Maret 2011, menyatakan Ratna terbukti bohong saat memberikan keterangan di persidangan di MK. Ratna dijatuhi hukuman 5 bulan penjara. Menariknya, Ratna menerima putusan itu, alias tidak mengajukan banding.

Kesaksian Ratna itulah  yang kemungkinan besar dikait-kaitkan dengan posisi BW sebagai pengacara Ujang-Bambang.

 

Roder Nababan, pengacara yang kerap beracara di persidangan sengketa pilkada di MK, sangat yakin BW tidak mengarahkan keterangan saksi.

Dua alasan dikemukakan. Pertama, dalam sengketa pilkada jumlah saksinya biasanya sangat banyak, yang mayoritas didatangkan dari 'kampung" daerah yang menggelar pilkada itu. Nama-nama saksi dan jumlahnya disodorkan oleh tim sukses pasangan calon kepala daerah-wakil kepala daerah yang bersengketa.

"Pengacara hanya menyodorkan nama-nama saksi ke hakim MK dan tidak kenal satu per satu para saksi itu," ujar Roder kepada JPNN.

Alasan kedua, BW menjadi pengacara Ujang-Bambang saat gugatan sengketa pilkada sudah masuk ke MK. Jadi, BW menurut Roder, tidak mengurusi sejak awal. Hal ini menjadi dasar keyakinan Roder bahwa BW tidak kenal dengan para tim sukses Ujang-Bambang, yang sebagian biasanya juga menjadi saksi.

"Berbeda dengan pengacara yang sejak awal mengurusi berkas gugatan, dia berhubungan langsung dengan para tim sukses," ujar Roder, pria asal Tapanuli Utara, Sumut, itu.

Apakah ada kebiasaan pengacara memberikan briefing kepada para saksi sebelum menyampaikan keterangan di persidangan? Roder membenarkan ada.

"Ada, tapi bukan mengarahkan materi yang akan disampaikan. Tapi hanya minta agar saksi berani menyampaikan keterangan yang sebenarnya, tidak usah takut. Karena biasanya mereka dari kampung, agak takut-takut gitu. Nah, pengacara minta mereka jangan takut," kata Roder. (sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendebarkan, Pintu Bareskrim Dijaga Ketat, KPK Tunggu Plt Kapolri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler