jpnn.com, JAKARTA - Gerakan Patriot Muda Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali menggelar aksi damai menolak wacana penutupan Pulau Komodo sesuai pernyataan Gubernur NTT Victor Bungtilu Laiskodat.
Sebelumnya Gubernur NTT menyatakan bakal menutup Pulau Komodo selama satu tahun guna untuk melakukan konservasi pulau tersebut. Penutupan tersebut terhitung mulai Januari 2020.
BACA JUGA: Jangan Gusur 2000 Jiwa Penduduk Asli Dari Pulau Komodo !
Belasan anggota Garda NTT mendatangi Kementerian Pariwisata di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (13/9). Massa menolak wacana relokasi 2.000 warga Pulau Komodo.
"Kami juga mendesak menteri pariwisata mempublikasikan rencana grand desain dan master plan pembangunan Labuan Bajo dan Pulau Komodo. Meminta Kemenpar membuka ke publik sembilan perusahaan yang telah memegang izin usaha di Pulau Komodo," ujar Sekjen Garda NTT Marlin Bato.
BACA JUGA: Bandara Komodo di Labuan Bajo Akan jadi Bandara Internasional
Massa juga mendesak Menpar Arief Yahya mencabut dan membatalkan izin-izin pengusahaan pariwisata alam di dalam Taman Nasional Komodo, karena diyakini akan membahayakan habibat Komodo.
Marlin menyatakan pihaknya juga telah menggelar aksi unjuk rasa disertai audiensi dengan Kemeterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta, 28 Agustus lalu.
"Hasil dari audiensi tersebut kami menemukan beberapa poin penting. KLHK sepakat bahwa Pemprov NTT tidak berwenang menutup Pulau Komodo karena kewenangan tersebut ada di KLHK," ucapnya.
Kemudian soal relokasi, Marlin menyebut tidak ada dalam perencanaan KLHK. Karena itu pihaknya menanyakan siapa yang mencetuskan wacana tersebut.
"KLHK menengarai bahwa pihaknya tidak tahu wacana ini. Saat ini tim terpadu pusat yang terdiri dari personel jaksa, komnas HAM, Kementerian KLHK, kemenpar, Gakumdu, kepolisian, LSM dan tim independen lainnya sedang melakukan pantauan, penelitian langsung terkait amdal dan dampak negatif akibat kebijakan yang merugikan warga Pulau Komodo," katanya.
Marlin juga menyatakan, Kepala Biro Humas KLHK Djati Witjaksono Hadi ketika itu menyampaikan, sebelum akhir tahun hasil penelitian akan diumunkan ke publik.
"Dalam pandangan kami, KLHK berkewajiban mengedepankan prinsip kemanusiaan dan memperhatikan nasib sekitar 2.000 penghuni Pulau Komodo yang tinggal di TNK Komodo selama ratusan tahun. Dari data yang kami himpun; ada sekitar 500 kepala keluarga yang terbagi dalam 10 RT dan 5 RW. Kawasan ini telah dihuni selama ratusan tahun lalu oleh masyarakat lokal," katanya.
Bahkan, makam-makam leluhur masyarakat Pulau Komodo, kata Marlin kemudian, dikebumikan di pulau itu. Mereka telah melekat dengan tradisi budayanya serta mempunyai hubungan historis dengan hewan komodo.
"Mereka benar-benar resah dengan wacana penutupan Pulau Komodo karena kehidupan mereka terancam digusur atas nama sebuah kebijakan tanpa mendengar langsung aspirasi mereka. Mereka sedang berjuang mencari keadilan," pungkas Marlin.(gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang