Garuda BUMN Paling Bermasalah, Ini Saran DPR untuk Menyelamatkannya

Minggu, 03 Mei 2020 – 15:29 WIB
49 TKA Tiongkok dari Bandara Soetta ke Kendagri menumpang pesawat Garuda Indonesia . Ilustrasi Foto: Soetomo Samsu/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Sitorus, mengatakan kondisi maskapai penerbangan BUMN, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) terus tertekan akibat pandemi Covid-19, besarnya biaya operasional, dan jatuh tempo utang SUKUK pada 3 Juni 2020. Menurut Deddy, kondisi Garuda makin mengkhawatirkan karena belum ada langkah jelas untuk menentukan solusinya.

“Saya amati Garuda, saya anggap BUMN ini yang paling bermasalah besar sekarang. Semakin mendekati jatuh tempo utang SUKUK (3 Juni 2020), makin membuat cemas. Belum terlihat langkah pas untuk solusinya,” kata Deddy, melalui pernyataan tertulis, Minggu (3/4).

BACA JUGA: Deddy Sitorus Pertanyakan Kemampuan Garuda Indonesia Bertahan di Tengah Badai Corona

Deddy menyampaikan, berdasarkan informasi yang dia terima, direksi Garuda menempuh cara renegosiasi dengan pemegang SUKUK dan menunjuk PJT Partners sebagai penasihat negosiasinya.

Alasan penunjukan penasihat negosiasi itu, kata Deddy, harus dibuka gamblang bukan hanya karena PJT Partners adalah pihak asing, tapi juga harus diungkap kompetensi dan komitmen dalam menyelamatkan Garuda Indonesia.

BACA JUGA: Garuda Indonesia Terbebani Utang, Makin Merana Dihajar Corona

“Saya dapat info PJT Partners bukan financial advisor ulung dan tidak punya presence di Indonesia,” ungkap Deddy.

Terlepas dari penunjukan PJT Partners, sambung Deddy, yang terpenting saat ini adalah segera menentukan langkah yang diambil direksi untuk menyelamatkan maskapai nasional tersebut.

BACA JUGA: Bisnis Penerbangan Lesu, Gaji Karyawan Garuda Dipotong

“Arahnya mau ke mana, mau dorong pemegang SUKUK menjual SUKUK ke pihak lain dengan diskon? Atau mendorong pemegang SUKUK menunda jatuh tempo?” ujar Deddy.

Jika solusi yang dipilih adalah menjual SUKUK dengan diskon, Deddy menilai itu sulit dilakukan karena waktunya mepet. Selain membutuhkan EGM bondholders dan 75 persen quorum, penentuannya juga perlu waktu sekitar 20 hari.

“Kita tahu pemegang SUKUK ini juga banyak yang punya perspektif berbeda. Bisa saja bondholders tidak mau melepas SUKUK dengan diskon karena mereka tahu Garuda akan dibantu Pemerintah RI,” kata anggota legislatif dari dapil Kalimantan Utara tersebut.

Lebih jauh Deddy bilang, pemberian diskon besar atau 60-70 persen dari value awal SUKUK akan diinterpretasikan pasar sebagai gagal bayar. Hal itu akan berefek jangka panjang bagi Garuda di industri, bahkan bisa memicu dampak silang ke BUMN lain, investasi masa depan, obligasi pemerintah, dan tentunya rupiah.

“Garuda juga harus hati-hati dengan siapa yang akan beli SUKUK ini. Apakah perbankan, investor, pihak yang berafiliasi dengan Garuda, atau malah ekuitas pribadi?” ujar Deddy.

“Pemerintah sebagai pemegang saham Garuda harus mengecek secara pasti. Jangan sampai SUKUK terdiskon itu jatuh ke pihak yang justru membuat kondisi Garuda semakin buruk,” sambung politikus PDI Perjuangan tersebut.

Jika pilihannya menunda jatuh tempo SUKUK, Deddy meragukan rencana itu bisa terlaksana. Pasalnya, waktu yang tersedia tidak cukup untuk prosesnya, dan perpanjangan tempo umumnya diikuti kenaikan harga dan adanya jaminan pemerintah.

“Cara ini pun bisa diinterpretasikan pasar bahwa Garuda gagal bayar,” ujar Deddy.

Menurut Deddy, langkah paling tepat untuk mengatasi masa paceklik Garuda adalah dengan membayar SUKUK saat jatuh tempo. Caranya, mencari sumber pembiayaan dari bank dan diutamakan dari bank BUMN.

Jika direksi Garuda masih ragu karena ada potensi mengganggu likuiditas bank, Deddy menyarankan untuk mencari sumber pembiayaan lain. Deddy yakin banyak sumber pembiayaan dari dalam atau luar negeri yang sanggup membantu Garuda tanpa menimbulkan interpretasi gagal bayar dan efek berantai lainnya.

“Sekali lagi saya ajak Kementerian BUMN dan manajemen Garuda agar sangat berhati-hati menentukan kebijakan pelunasan SUKUK jatuh tempo ini. Sedikit tergelincir, napas Garuda bisa berakhir,” pungkas Deddy. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler