jpnn.com - JAKARTA – Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho berpeluang keluar dari bui 16 bulan lagi. Hal ini menyusul vonis Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang hanya menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara ke Gatot dan 2,5 tahun ke bini mudanya, Evi Susanti.
Vonis dijatuhkan, Senin (14/3), dalam perkara suap hakim dan panitera PTUN Medan serta gratifikasi ke anggota Komisi III DPR Patrice Rio Capella, dalam pengurusan perkara bansos di kejaksaan agung.
BACA JUGA: Jurus Bungkam Adik BW Keluar Lagi
Vonis hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK. Jaksa menuntut Gatot empat tahun enam bulan penjara. Sedangkan Evi dituntut empat tahun penjara.
Hanya saja, Gatot masih harus menunggu persidangan dan vonis untuk perkara lain, yakni kasus dugaan pemberian gratifikasi kepada sejumlah anggota DPRD Sumatera Utara dalam persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemprovsu 2012-2014, persetujuan Perubahan APBD 2013-2014, pengesahan APBD Sumut 2014-2015 serta penolakan penggunaan hak interpelasi DPRD Sumut tahun 2015. Selain itu, kasus dugaan korupsi bansos yang ditangani kejaksaan agung.
BACA JUGA: Politikus PDIP Sebut Investor Migas Resah karena Rizal Berulah
Sesuai ketentuan, jika seseorang menghadapi perkara lebih dari satu, maka hukuman yang harus dijalani adalah yang terberat. Nah, dalam pemahaman hukum, suap kepada aparat hukum tergolong berat.
Dengan demikian, terbuka kemungkinan vonis 3 tahun Gatot dalam perkara suap hakim PTUN merupakan yang terberat. Jika itu terjadi, maka Gatot berpeluang menghirup udara bebas 16 bulan lagi.
BACA JUGA: GAWAT! Kata Jenderal, Waspadai Tangan Tak Kelihatan
Hitung-hitungannya, Gatot ditahan pada 3 Agustus 2015. Hingga Maret ini, terhitung sudah 8 bulan menjalani masa kurungan.
Sesuai ketentuan, ketika sudah menjalani 2/3 masa hukuman, bisa mendapatkan bebas bersyarat. Dua per tiga dari 36 bulan (tiga tahun) adalah 24 bulan. Sedang Gatot sudah menjalani kurungan 8 bulan. Dengan demikian, 16 bulan lagi bisa bebas bersyarat.
Sekali lagi, hal itu terjadi jika untuk perkara yang belum disidang, vonisnya nanti tidak lebih dari tiga tahun. Dan peluang itu terbuka lebar.
Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lola Easter mengatakan, bisa jadi vonis ringan yang dijatuhkan ke Gatot dalam perkara suap hakim PTUN, lantaran hakim tipikor menilai pria kelahiran Magelang itu bersikap kooperatif.
Terlebih, jika Gatot sebelumnya sudah ditetapkan sebagai justice collaborator (JC), tentunya menjadikan dirnya divonis ringan.
“Kalau dia justice collaborator, mungkin vonis ini semacam reward,” ujar Lola kepada JPNN.
Namun, Lola mengkritisi hal itu. Jika hakim memberikan vonis ringan lantaran Gatot sebelumnya sudah ditetapkan sebagai JC, menurut Lola, sebenarnya itu bukan wewenang hakim. Melainkan, wewenang penyidik dan jaksa penuntut dari KPK.
“Yang jadi pertanyaan, apakah penetapan justice collaborator itu saat masih penyidikan atau tidak?” ujar Lola.
Yang pasti, lanjutnya, hakim menggunakan pasal 6 ayat 1 UU tipikor dalam menjatuhkan vonis ke Gatot. “Yang ancaman hukumannya minimal 3 tahun maksimal 15 tahun,” ujarnya. Dengan demikian, Gatot diberi vonis paling ringan berdasar pasal dimaksud.
Apakah untuk dua perkara lain Gatot berpeluang besar juga akan divonis ringan? Lola mengatakan, belum tentu.
“Tergantung pasal yang digunakan, yang ancaman pidananya berbeda-beda, minimal dan maksimalnya,” ujarnya. (sam/gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Netter: Orientasi TNI-Polri Hanya Satu, Setuju Jenderal!
Redaktur : Tim Redaksi