jpnn.com - MAKASSAR - Para peneliti dari Ehime University Jepang, menemukan telah berkembangnya radiasi merkuri di kalangan masyarakat Sulsel. Dominan, paparan merkuri ini mengenai perempuan.
Seorang peneliti Ehime University asal Sulsel, Basri Mahmud, mengungkapkan, dari sejumlah sampel yang diteliti, ditemukan fakta bahwa 55,81 persen perempuan telah terpapar merkuri. Basri mengambil sampel di Makassar, Pinrang, dan Palopo.
BACA JUGA: Diduga Ayan Kambuh, Aceng Tewas Dilindas Mobil
Ia secara khusus meneliti konsentrasi merkuri dengan menggunakan rambut sebagai bahan uji laboratorium. Sampel-sampel tersebut diuji di Sakakibara Laboratory, Ehime University Jepang. Pengambilan sampel dilakukan dua kali kurun 2013 dan 2014.
"Ini data awal. Penggunaan merkuri dalam produk kecantikan ini merusak melanin, yang melindungi kulit dari ultraviolet," ujar Basri di sela-sela konferensi internasional yang bertema "Transdisciplinary Research on Environmental Problem in Southern Asia" di Hotel Swiss-beLinn, Jumat (5/9).
BACA JUGA: Pulang dari Lokalisasi, Istri Menjerit Lihat Suami Tewas Gantung Diri
Ia mengatakan, penelitian menemukan, paparan merkuri akut di kalangan wanita Sulsel lebih parah dibandingkan paparan normal. Untuk paparan normal kadar merkuri dalam tubuh hanya maksimal 0,01-1 part per million (PPM). 1-5 PPM sudah peringatan (alert level), dan di atas 5 PPM sudah sangat berbahaya (high level).
Dari total sampel yang terpapar merkuri, untuk 0-1 PPM, terdapat 6,98 persen, alert level 37,21 persen, dan high level 55,81 persen. Basri menyebut, hal ini sangat riskan karena kanker bisa terjadi saat tubuh menyerap merkuri yang terkandung dalam kosmetik terutama barang impor dari Tiongkok.
BACA JUGA: Kamar Guru Diacak-acak Maling, Emas 100 Gram Raib
"Jika melamin hilang, bisa menyebabkan kanker. Merkuri juga bisa berdampak bagi bayi dan janin," ujar pria yang juga dosen STIK Makassar ini.
Ambang batas kadar merkuri dalam tubuh sebaiknya tidak melebihi 2 PPM. Namun faktanya, di Sulsel sudah banyak yang mencapai di atas 5 PPM.
Koordinator peneliti Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknik (Science and Enginering) Ehime University Jepang, Prof Masayuki Sakakibara, Masayuki, mengungkapkan, selain lewat kosmetik, paparan merkuri juga melalui ikan yang dimakan. Warga yang tinggal di kawasan pertambangan logam ilegal atau yang menggunakan sistem amalgamasi, akan menjadi rentan.
Air sistem amalgamasi ini akan dibawa ke laut lalu ikan menjadi terkontaminasi. Selanjutnya, manusia yang mengonsumsinya akan terpapar merkuri. Bukan hanya di derah Sulsel, hal ini juga banyak terjadi di Gorontalo, Palu, dan Kendari.
"Kadar merkuri yang ada di dalam air sudah ada yang sampai 75 PPM," ujar Masayuki.
Ia mengungkapkan, pemutih wajah yang banyak dijual di Indonesia, kebanyakan mengandung merkuri. Indonesia berada pada posisi kedua dalam hal penggunaan merkuri untuk produk kosmetik dan paling banyak korban yang terpapar. Posisi pertama dipegang oleh Tiongkok. Bahkan ikan pun semakin tercemari merkuri.
"Dokter di Jepang menyarankan tiga bulan ke depan sudah tidak bisa lagi makan ikan tuna," katanya.
Masayuki menyayangkan banyaknya perempuan Indonesia yang ingin mengubah warna kulitnya dari cokelat menjadi putih. Padahal, sistem pertahanan atau proteksi kulit bagi wanita Indonesia, memang berwarna cokelat.
"Kenapa kita berkulit cokelat? Karena itu sistem pertahanan alamiah dari ultraviolet," imbuhnya.
Salah satu cara sederhana untuk menguji pemutih kulit mengandung merkuri atau tidak adalah dengan menggosokkannya secara terbatas pada kulit tangan. Jika kulit menjadi merah, maka kosmetik tersebut patut dicurigai mengandung merkuri. (zuk)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anang Ditemukan Tewas Membusuk
Redaktur : Tim Redaksi