jpnn.com - BOGOR – Dinas Kependudukan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bogor mencatat, dari 750 ribu masyarakat yang wajib KTP, baru sekitar 690 ribu orang yang sudah memiliki e-KTP. Artinya masih ada sekitar 60 ribu warga Kota Bogor yang terancam tidak diakui di negara Indonesia.
Kepala Disdukcapil Kota Bogor Doddy Akhdiyat memaparkan, 30 September nanti pemerintah pusat menyatakan bahwa seluruh warga Indonesia wajib sudah mendaftar e-KTP, atau minimal sudah melakukan perekaman.
BACA JUGA: Rizal Ramli Sebut Ahok Senang Buat Rakyat Menderita
“Jadi untuk warga Kota Bogor mulai tanggal 29 Agustus sampai 30 September kita akan melakukan pelayanan keliling dengan jemput bola, selain pelayanan reguler di setiap kecamatan dan Mall BTM, tetap berjalan biasa. Kita lansung mendatangi kelurahan dan ke lokasi yang memang cakupan perekamannya masih rendah,” urainya pada Radar Bogor kemarin.
Doddy mengungkapkan, untuk Kota Bogor, wilayah yang memiliki cakupan rendah soal perekamanm e-KTP adalah wilayah Kecamatan Bogor Selatan, seperti di Kelurahan Kertamaya dan Rancamaya. Sistem jemput bola tersebut diakuinya akan tersebar di seluruh kelurahan.
BACA JUGA: Blusukan Akhir Pekan, Ketum PAN Bagi-bagi Sembako di Pinggiran Jakarta
“Sistemasinya perjadwal, dan pemberitahuan ke setiap kelurahan yang akan didatangi oleh petugas Disdukcapil. Mudah - mudahan mencakup semua yang belum, dan kita harapkan ada bantuan dari wilayah seperti kecamatan, kelurahan, RT dan RW,” sambungnya.
Untuk blanko, Doddy mengakui ketersediannya memang masih terbatas. Namun, Disdukcapil Kota Bogor menekankan hanya mengejar kepada perekaman terlebih dahulu. Sampai saat ini pun, masih ada sekitar 9900 warga yang belum diberikan fisik e-KTP namun sudah melakukan perekaman.
BACA JUGA: Tudingan Ahok ke Sekda Buat NU DKI Geram
“Tapi itu sudah siap cetak. Yang kita kejar saat ini memang perekaman terlebih dahulu, yang penting sampai 30 September semua harus terekam dulu. Untuk pendatang yang pindah ke kota bogor juga ada 20 orang rata-rata, mereka harus sudah direkam lansung,” lanjutnya memaparkan.
Namun, stok blanko e-KTP untuk wilayah Kota Bogor masih belum tergolong aman. Informasi tambahan, jumlah penduduk Kota Bogor sendiri sekarang sudah mencapai 986.630 jiwa.
Pembuatan e-KTP juga tidak lepas dari kendala teknis yang terjadi. Ia menyampaikan penggunaan sistem online membuat kendala tidak terlihat secara fisik. “Ya bisa dari cuaca, alat atau bisa jadi dari manusianya, tapi sejauh ini kita masih bisa kendalikan,” ucapnya.
Dalam menanggapi masyarakat Kota Bogor yang belum membuat atau merekam KTP-el, Dody mengimbau untuk segera melapor ke kantor kecamatan terdekat untuk melakukan pendataan. “Bagi yang merasa 17 tahun atau yang sudah menikah, segera melakukan perekaman e-KTP ke Kecamatan,” lanjutnya.
Kendala lainnya, Doddy menyampaikan berasal dari kurangnya kesadaran masyarkat untuk membuat e-KTP. Padahal, ketentuan sudah menegaskan bahwa setiap warga Indonesia wajib memiliki e-KTP.
Ia menambahkan Disdukcapil pun berencana untuk melaksanakan kebijakan Peraturan Mendagri Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pendataan Penduduk Non Permanen pada tahun 2017 mendatang.
“Jadi yang merasa bukan orang Bogor, tapi tinggal di Bogor, segera mendaftarkan diri ke kelurahan dengan pengantar RT/RW untuk segera diproses,” pungkasnya. Pasalnya, e-KTP sangat penting sebagai identitas masyarakat negara Indonesia, pun dalam pembuatan kartu akses lain seperti paspor, kartu ATM, BPJS dan lain-lain.
Melihat kondisi seperti ini, pengamat kebijakan Yayasan Satu Keadilan Sugeng Teguh Santoso mengungkapkan, pemerintah tak seharusnya memabuat warga masyarakat menjadi takut dengan kebijakan e-KTP tersebut. Menurutnya, masih ada opsi lain untuk menyelesaikan setiap persoalan.
"Pemerintah itu jangan kerjanya nakut–nakutin warga dan hanya menuntut kewajiban warga. Padahal, diadakannya pemerintah itu yang pertama harus memenuhi kewajiban mensejahterakan rakyat. Jadi, kalau sampai Oktober ini harus selesai (e-KTP), maka pemerintah yang harus mengerahkan segala daya upaya," beber Sugeng kemarin.
Upaya tesebut, lanjut Sugeng, harus juga menjangkau masyarakat yang berada di pedalaman. Artinya, Sugeng sepakat jika ada jemput bola kepada masyarakat. "Dan otomatis juga jemput fisik," tegasnya lagi.
Jika itu dilakukan, Sugeng menyatakan itu baru sebagai pelayanan masyarakat. Lanjutnya, pemerintah belum mampu menyediakan blanko untuk e-KTP tersebut, hanya berfokus pada Nomor Induk Kependudukan (NIK) elektronik.
"Kalaupun sudah jemput bola, dan masih ada yang belum, kenapa harus diperlakukan kebijakan itu? Dan akibat kebijakan itu pasti masyarakat akan kehilangan publik, seperti BPJS dan SIM. Harus ada plan B," jawabnya lagi.
Artinya, harus ada opsi lain untuk melayani masyarakat dan menganggap mereka warga negara. Prakarsa masyarakat untuk menggugat juga perlu dipikirkan jikalau memang kebijakan tersebut merugikan. "Dengan kebijakan tersebut harus ada solusi. Dan solusi itu harus dari pemerintah, bukan dari warga," tukasnya. (dka/dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bruakkk... Alphard Tubruk Vellfire di Pondok Indah, Beginilah Jadinya
Redaktur : Tim Redaksi