Gawat, Ada Prediksi Buruk soal Target Defisit Negara

Rabu, 06 Oktober 2021 – 17:51 WIB
Direktur Eksekutif Indef mengatakan melihat celah melebarnya target defisit negara pada 2023. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan melihat celah melebarnya target defisit negara pada 2023.

Ekonom itu menjelaskan kenaikan sumber penerimaan negara, khususnya pajak, bertujuan untuk mencapai target tersebut, yang artinya besaran defisit akan senilai Rp 600-700 triliun pada

BACA JUGA: Defisit APBD 2021 Batam Diprediksi Mencapai Rp 200 Miliar

Namun, kata dia, kondisi kinerja penerimaan negara maupun perpajakan dinilai kurang mumpuni.

"Kami melihat adanya potensi target defisit negara bisa melebar di atas tiga persen," kata Tauhid dalam Diskusi Publik INDEF yang disiarkan secara daring, Rabu (6/10).

BACA JUGA: Target Penerimaan Negara Turun, Defisit RAPBN 2017 Tembus Rp 332,8 Triliun

Tauhid juga mengelaborasikan alasan keraguannya tersebut.

Pertama, kata dia, situasi pemulihan di penerimaan negara tak mudah dilakukan terutama dalam kondisi pemulihan ekonomi akibat pandemi.

"Jadi, masih sangat tergantung bagaimana sektor-sektor di penerimaan negara, khususnya perpajakan seperti industri manufaktur dan sektor perdagangan, itu cepat pulih, bisa tumbuh," jelas Tauhid.

Menurut dia, tak hanya dari sisi pemasukan, ada juga tantangan dari sisi pengeluaran negara.

Kondisi pengeluaran negara, lanjut Tauhid, basisnya berasal dari konsumsi.

"Itu masih relatif rendah dibanding pertumbuhan belanja investasi pemerintah, ekspor-impor, sehingga sumber PPN yang basisnya adalah konsumsi itu jauh lebih lambat dibanding perkiraan semula," ungkapnya.

Namun, berdasarkan faktor-faktor tersebut, Tauhid meyakini adanya potensi target defisit negara akan melebar.

Tauhid menyebut hal itu akan berbanding terbalik jika pemeintah benar-benar bahwa mau tidak mau mengurangi belanja untuk pemulihan ekonomi.

"Dikurangi secara drastis. Saya kira urgensitas itu yang perlu didiskusikan kembali," tutur Tauhid. (mcr10/jpnn)


Redaktur : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler