Gay dan LSL Rentan HIV Aids

Senin, 05 Maret 2012 – 11:33 WIB
TARAKAN – Selain PSK (Pekerja Seks Komersial), Komisi Penanggulangan AIDS Kota Tarakan menaruh perhatian khusus pada komunitas Gay, Waria dan Lelaki Suka Lelaki (GSL). Komunitas yang cenderung berganti-ganti pasangan ini disinyalir sangat rawan terjangkit virus HIV (Human Immunodeficiency Virus).

Gay dan LSL sebenarnya memiliki kemiripan. Keduanya memiliki kecenderungan seksual kepada sesame pria. Namun menurut Komisi Penanggulangan AIDS Kota Tarakan, LSL dikategorikan “pelanggan” waria.

Namun pihak Komisi Penanggulangan AIDS Kota Tarakan bersama segenap konselor dan surveyor mulai memetakan populasi LSL di Tarakan yang kali pertamanya dilaksanakan. Tujuannya, memudahkan sosialisasi bahaya HIV maupun Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).

Ikatan Waria Tarakan (Iwarta) mengaku mendukung program pemetaan populasi LSL di Tarakan. “Tentunya banyak hal positif yang bisa kami dapatkan,” kata anggota Iwarta yang juga konselor HIV AIDS, Hasnaeni kepada Radar Tarakan (JPNN Grup).

Sebagai surveyor yang juga dilibatkan dalam pemetaan, Naeni – sapaan akrab Hasnaeni mengaku untuk sementara ini pemetaan lebih difokuskan pada waria. Upaya ini lakukan karena waria lebih terbuka dibanding LSL maupun gay yang cenderung tertutup, dan sulit membuka diri.

Khusus waria, kata Naeni, dari 59 orang yang terdata dan tersebar di empat kecamatan, sekitar separonya pendatang. Bahkan kata Naeni lagi, kaum waria didominasi dengan pekerjaan-pekerjaan seperti membuka salon kecantikan, rias pengantin, menjahit, dan tata boga.

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Kota Tarakan, Syahaddan menambahkan, pemetaan komunitas GWL dilaksanakan secara kontinu atau berkesinambungan. “Ini merupakan pemetaan awal kami. Data ini nantinya akan kami gunakan dalam program-program kami ke depan seperti sosialisasi HIV AIDS, pemberitahuan tentang IMS (Infeksi Menular Seksual), dan lain-lain,” kata Syahaddan.

Selain itu, pemetaan ini juga dimaksud membantu, jika ada instansi-instansi daerah yang peduli HIV AIDS untuk melakukan kegiatannya.

Syahaddan berharap, dengan adanya data pemetaan tersebut, pihak yang mempunyai program tertentu yang berkaitan dengan HIV AIDS akan lebih mudah mengakses komunitas tersebut.
Diakuinya, dalam mencari data ini pada dasarnya terbilang rumit. Sebab, beberapa dari komunitas ini masih terlalu tertutup dan sulit di deteksi langsung. Melalui surveyor dari komunitas yang sama, pihaknya sedikit dimudahkan dalam pemetaan jumlah komunitas yang tersebar di Tarakan.

Syahaddan menuturkan, tidak menutup kemungkinan juga data ini bisa berubah sewaktu-waktu, baik itu meningkat atau bis ajuga menurun. Hal ini sesuai dengan kondisi ekonomi sosial, dan tingkat mobilitas populasi LSL tersebut.

“Misalkan di sini tidak ada lagi pelanggan, maka dia akan pindah ikut pacarnya, atau jika usaha yang dijalaninya mulai redup, maka tak menutup kemungkinan mereka keluar kota,” jelas Syahaddan.

Namun demikian, lanjut Syahaddan, setiap tiga bulan sekali Komisi Penanggulangan AIDS Kota Tarakan akan selalu mengadakan evaluasi data di lapangan.

Pemetaan populasi komunitas LSL sejauh ini juga mendapat respon baik dari komunitas waria di Tarakan. Respon yang diberikan sangat positif, sehingga memudahkan Komisi Penanggulangan AIDS Kota Tarakan dalam melakukan pendataan.

“Respon dari mereka sejauh ini Alhamdulillah baik, dan pada prinsipnya mereka sangat mendukung. Mereka juga mengharapkan dapat mengakses informasi-informasi tersebut dari kami. Kami juga sarankan ke mereka untuk sering-sering mengakses melalui internet seputaran tentang HIV AIDS,” kata Syahaddan. (rif/ris/fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tujuh Kabupaten Endemis Kaki Gajah

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler