jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Iberamsjah mengatakan, Ketua umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) lupa bahwa partai yang dipimpinnya adalah partai besar yang punya sejarah dan tradisi berdemokrasi yang sudah panjang.
Bahkan menurut Iberamsjah, dalam situasi sulit di awal reformasi, partai ini mampu bertahan dari berbagai rongrongan, termasuk bertahan dari gemburan pembubaran.
BACA JUGA: Sebut Uang Suap untuk Dua Hakim Agung
"Namun, saat ini Golkar seperti terseok dan tidak mampu mengembalikan jatidiri serta kebesaran partai dengan anggota puluhan juta dan tersebar hingga ke pelosok daerah. Ical sepertinya menganggap Golkar itu perusahaan, sehingga kepemimpinnya tidak mencerminkan pemimpin partai besar," kata Iberamsyah, saat dihubungi wartawan, Senin (23/9).
Akibat dari sikap Ical itu, lanjutnya, muncul berbagai benih ketidakpuasan yang memuncak pada perseteruan antarelite seperti pernyataan Akbar Tandjung yang secara terbuka dan keras meminta evaluasi atas kinerja DPP dan juga pencapresan Ical
BACA JUGA: Kewenangan Kepala Daerah Angkat Honorer Dipangkas
Menurut Ibramsyah, partai sebesar Golkar tidak bisa dipimpin dengan gaya seperti Ical yang tidak demokratis. Misalnya melarang orang beda pendapat, juga melarang Akbar untuk terus mengusik dengan usulan evaluasi pencapresan.
“Bagaimana mungkin orang sekelas Akbar, dilarang berpendapat. Dia mantan Ketua DPR yang pernah membela mati-matian Golkar saat sulit. Juga pernah menjadi beberapa kali jadi menteri. Ini tidak masuk akal,” ujarnya.
BACA JUGA: Jefferson Duga Ada Uang Mengalir ke Dewan
Justru lanjut Iberamsyah, orang seperti Akbar dan juga tokoh lain seperti Jusuf Kalla mestinya dirangkul, diajak bicara dan kemudian berembuk mencari solusi bersama atas berbagai persoalan yang mencuat ke permukaan.
“Konflik antareliet akan berimbas ke bawah. Kader dan simpatisan akan berfikir untuk membela Golkar apabila pemimpinnya ribut dan konflik terus di media,” imbuhnya.
Selain itu, Iberamsyah juga menyayangkan para pendukung Ical yang sepertinya tidak belajar dari sejarah perjalanan Golkar, dan malah memberikan pernyataan yang kurang etis serta merugikan partai.
Karena itu, Iberamsyah mengusulkan agar para tokoh Golkar bertemu membahas dinamika politik saat ini, apalagi elektabilitas Ical sebagai capres yang masih di bawah 15 persen, dipastikan akan sulit untuk bersaing dengan kandidat lain yang lebih memiliki elektabilitas tinggi.
”Mengapa memaksakan mencalonkan diri jika elektabilitas tetap rendah. Di sini evaluasi sangat penting,” kata Iberansyah. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Mulai Proses Voting Pemilihan Calon Hakim Agung
Redaktur : Tim Redaksi