Gayatri Wailissa, Hijrah ke Jakarta untuk Memburu Cita-Cita

Sabtu, 25 Oktober 2014 – 07:36 WIB
SELAMAT JALAN: Gaya Gayatri Wailissa ketika pengambilan gambar untuk edisi khusus Sumpah Pemuda Jawa Pos tahun lalu. Foto: Beky Subechi/Jawa Pos

MALUKU kehilangan salah seorang putri terbaiknya. Gayatri Wailissa, gadis asal Ambon yang menguasai 13 bahasa itu, meninggal dunia di RS Abdi Waluyo, Menteng, Jakarta, Kamis (23/10). Remaja 19 tahun tersebut mengembuskan napas terakhir setelah mengalami koma akibat pendarahan pada otak.
-------------------
ZALZILATUL HIKMIA-BAYU PUTRA, Jakarta
-------------------
SUASANA berkabung terasa di ruangan 2 x 7 meter RSPAD Gatot Subroto Jakarta kemarin petang (24/10). Orang-orang tertunduk lesu, tenggelam dalam duka yang mendalam. Beberapa di antara mereka berlinang air mata.

Tapi, kesedihan tidak tampak lagi di wajah Deddy Darwis Wailissa, ayah Gayatri Wailissa. Dengan tegar pria 57 tahun itu menyanding peti jenazah putrinya. Sambil sesekali memandangi wajah sang buah hati, dia lalu membuka buku Yasin yang dipegangnya.

BACA JUGA: Cerita di Balik Sukses Para Pedagang Batu Bacan di Ternate

Tak jauh dari situ, ibunda almarhumah, Nurul Idawati, juga tak kalah tegar. Perempuan bertubuh mungil itu bahkan dengan tenang bersedia melayani pertanyaan-pertanyaan wartawan. ”Air mata saya seolah sudah kering. Saya tidak boleh menangis. Nanti jalan anak saya akan susah,” ucapnya.

Sebagaimana diketahui, Gayatri meninggal dunia pada Kamis (23/10) pukul 19.00 di RS Abdi Waluyo, Menteng, Jakarta. Dia mengembuskan napas terakhir setelah sejak Senin (20/10) mendapat perawatan intensif akibat pendarahan di otak. Sebelumnya dia tak sadarkan diri saat melakukan olahraga joging di kawasan Senopati, Jakarta.

BACA JUGA: Padukan Bahasa Asing, Tarian, dan Berbagai Benda

Sejak Juli lalu gadis genius itu hijrah ke Jakarta untuk meraih cita-citanya menjadi bagian dari Badan Intelijen Negara (BIN). Karena itu, dia harus menjalani pendidikan khusus di Jakarta. Namun, takdir berkata lain. Sebelum meraih apa yang diinginkan, dia keburu meninggal dunia.

Jenazah Gayatri tadi malam disemayamkan di RSPAD Gatot Subroto sebelum dibawa pulang ke tanah kelahirannya di Ambon. Pemindahan jenazah dari RS Abdi Waluyo ke RSPAD itu dilakukan atas perintah pimpinan TNI-AD.

BACA JUGA: Panglima TNI Langsung Minta Uji di Tank

Maklum, gadis poliglot (istilah untuk orang yang menguasai banyak bahasa asing) tersebut sudah lama menjadi ”anak asuh” TNI-AD, khususnya di lingkungan Kodam XVI/Pattimura, Maluku. Saat masih di Ambon, sehari-hari Gayatri mendapat kawalan personel TNI-AD. Meski masih belia, dia sering diminta memberi ”pelajaran” dan motivasi di lingkungan kodam.

Perlu diketahui, dalam usia yang baru genap 19 tahun, Gayatri sudah mampu menguasai 13 bahasa asing. Yakni bahasa Inggris, Italia, Spanyol, Belanda, Mandarin, Arab, Jerman, Prancis, Jepang, Hindi Nipali, Thailand, Rusia, dan Korea. Selain mahir berbahasa asing, Gayatri menguasai masalah-masalah lingkungan, perdamaian, dan remaja.

Tepat setahun lalu, Jawa Pos memilih Gayatri sebagai salah satu di antara anak-anak muda Indonesia berprestasi untuk ditampilkan dalam edisi khusus Sumpah Pemuda.

Dengan gayanya yang ceria dan smart, dia melayani wawancara wartawan DetEksi Jawa Pos Indriani Puspitaningtyas di sela-sela kesibukan dirinya menjadi narasumber di berbagai aktivitas di Kota Ambon dan sekitarnya.

”Saya beruntung bisa bertemu Gayatri meski hanya sebentar. Sebab, dia sangat sibuk dan sulit ditemui. Ke mana-mana dia dikawal anggota TNI-AD,” ungkap Indri, panggilan Indriani.

Menurut Indri, saat itu cukup sulit bisa mendapat kesempatan bertemu Gayatri. Anak kedua pasangan Nurul Idawati dan Deddy Darwis Wailissa itu sedang sibuk dengan seabrek kegiatan di Kodam XVI/Pattimura.

Sebab, dia mendapat amanah sebagai ikon kodam sehingga sering menjadi pengisi acara dalam berbagai kegiatan di Ambon. Termasuk, kala itu, acara menyambut HUT Ke-68 TNI dan HUT Ke-438 Kota Ambon. Padahal, sebelum itu dia baru keluar dari rumah sakit karena terkena tifus.

Akhirnya, pada 27 September 2013, ajudan Gayatri, Sersan Mayor Charles, menghubungi Jawa Pos.

Dia membuatkan janji untuk bertemu Gayatri keesokan harinya di kediaman orang tua angkatnya, asisten teritorial Kodam XVI. Meski berpacu dengan kesibukan lainnya, Gayatri tetap menyambut ramah wartawan Jawa Pos.

Ya, keseharian gadis berparas manis itu memang cukup padat. Sejak kecil dia memang tak bisa diam. Hampir seluruh harinya dia habiskan untuk aktif di berbagai kegiatan. Mulai teater, tari, sastra, sampai konferensi-konferensi berskala internasional di berbagai negara.

Di antaranya menjadi duta anak tingkat ASEAN, peraih medali perunggu Science Astronomy 2012, penerima Anugerah Tunas Muda Pemimpin Indonesia 2013 dari menteri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, serta sebagai delegasi anak di beberapa konferensi internasional tingkat Asia.

Dalam salah satu penggalan wawancara itu, Gayatri mengungkapkan bahwa hidupnya bukan semata-mata didarmabaktikan untuk kedua orang tuanya.

”Aku memang anak mama dan papa. Tapi, hidupku bukan semata-mata (untuk) mama-papa. Tuhan ngasih aku untuk semua orang, termasuk untuk bangsa Indonesia,” ujarnya.

Dengan kemampuan dan semangat yang dimilikinya itu, ”anak ajaib” tersebut punya keinginan untuk mendorong anak-anak Maluku lainnya agar terus meng-upgrade diri sehingga mampu bersaing dengan anak di daerah lain.

”Saya lagi membuat sebuah konsep melalui kegiatan road show di beberapa sekolah di Ambon, mulai SD sampai SMA, agar anak-anak Maluku lainnya juga dapat mengembangkan bakatnya,” ungkap penggemar megabintang Michael Jackson tersebut.

Jika melihat semangat juangnya yang menggebu dan nasionalismenya yang tinggi terhadap negara Indonesia tercinta, tak ada yang menyangka bahwa gadis periang dengan pemikiran yang dewasa itu juga pernah hampir dijemput maut. Pasalnya, Gayatri dulu terlahir prematur. Tepatnya saat kandungan ibunya berusia enam bulan.

”Ketika itu mama sudah pasrah. Karena di usia itu organ dalamku belum terbentuk sempurna. Nggak ada harapan untuk hidup. Jikalau hidup, aku pasti sudah cacat. Itu harga mati,” cerita gadis yang juga punya kelebihan sebagai anak indigo semasa hidupnya tersebut.

Namun, dengan karunia Tuhan, Gayatri usia 19 tahun sudah mengabdikan dirinya pada cita-cita mulianya. Gayatri kini memang telah tutup usia. Tapi, setidaknya gadis cerdas yang ramah dan peduli sesama itu sudah membuat namanya dikenal seluruh dunia.

Memang, orang tuanya tak menyangka Gayatri akan mendahului mereka. ”Benar-benar tidak menyangka. Kami tidak pernah menduga akan ditinggalkan begitu cepat. Tidak ada kata-kata apa pun darinya,” urai Nurul, sang bunda.

Hal yang sama diungkapkan kakak almarhumah, Wahyuni Wailissa. Sebab, selama ini Gayatri tidak pernah mengeluhkan apa pun kepadanya. Apalagi sakit kepala hingga tak tertahankan seperti yang diceritakan tetangga dan teman-teman Gayatri di Jakarta.

Kendati demikian, dia mengaku mengikhlaskan sang adik berpulang. Wahyuni percaya sang adik akan mendapatkan tempat yang terbaik di sisi-Nya. ”Dia sangat cinta kepada negara ini,” tandasnya.

Ibu satu anak itu mengungkapkan, ada momen yang paling membuat dirinya bersedih bila mengingat sang adik. Saat membereskan kamar Gayatri, dia menemukan sebuah catatan yang ditulis adik perempuannya tersebut.

Catatan itu bagaikan firasat khusus dari Gayatri. Tulisan tersebut berbunyi begini. Waktu yang telah berlalu tak dapat kembali. Waktu yang akan datang belum pasti ada. Maka pergunakanlah waktu saat ini dengan sebaik-baiknya..

Duka kehilangan Gayatri juga datang dari berbagai pihak. ’’Tentu ini juga menjadi duka negeri kita. Gayatri adalah generasi bangsa yang sangat luar biasa. Sebagai warga Maluku, saya turut merasakan kehilangan yang mendalam,’’ ujar anggota DPD RI asal Maluku Nono Sampono yang hadir di rumah duka.

Dia berharap anak-anak muda Indonesia dapat menjadikan Gayatri sebagai inspirasi dalam mencapai cita-cita dan mengharumkan nama bangsa.

’’Almarhumah adalah teladan yang sangat baik. Mudah-mudahan nanti lahir Gayatri-Gayatri lain dari seluruh pelosok tanah air,’’ tuturnya.

Pangdam V/Brawijaya Mayjen Eko Wiratmoko termasuk yang terpukul atas meninggalnya Gayatri. Alumnus Akmil 1982 itu mengenal Gayatri cukup dekat. Terutama semasa dirinya masih menjabat Pangdam XVI/Pattimura. Bagi Eko, Gayatri adalah sosok generasi muda yang luar biasa.

Eko menuturkan, dirinya kali pertama mengenal Gayatri dari tayangan acara Kick Andy akhir 2012. Mengetahui kemampuan Gayatri yang luar biasa, terlebih karena dia berasal dari Maluku, Eko langsung mencarinya.

’’Saya ajak dia untuk memberi motivasi guru, pegawai pemda, dan semua masyarakat di Maluku. Saya juga minta dia untuk ngajar bahasa Inggris ke anggota saya,’’ kenangnya.

Menurut Eko, siapa pun yang mengenal Gayatri akan mudah menilai betapa menyenangkannya gadis itu. ’’Dia punya kemampuan luar biasa, namun tidak sombong,’’ tuturnya.

Selain itu, wawasannya sangat luas. ’’Saya berharap Gayatri bisa menjadi duta Indonesia kelak. Namun, Tuhan berkehendak lain,’’ tambahnya.

Jenazah Gayatri rencananya diberangkatkan menuju Ambon pada Sabtu dini hari tadi pukul 01.00. Sesampai di sana, jenazah akan disemayamkan di Kodam Pattimura untuk selanjutnya dimakamkan di Pemakaman Bahagia, Ambon. (*/dilengkapi laporan Rudy Muhrim dari Rakyat Maluku/c9/ari)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiga Gunung meski Kaki Cedera


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler