Padukan Bahasa Asing, Tarian, dan Berbagai Benda

Kamis, 23 Oktober 2014 – 07:09 WIB
BERPRESTASI: Jasmine memperagakan tarian sambil membawa wayang dan cakra. Foto: Maya/Jawa Pos

jpnn.com - JASMINE Carissa Wirawan begitu cinta pada dunia seni. Gadis 16 tahun itu menguasai berbagai jenis tari tradisional, modern, hingga mendongeng. Dia pun diganjar Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi 2014 kategori Anak dan Remaja yang Berdedikasi terhadap Kebudayaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

* * *

BACA JUGA: Panglima TNI Langsung Minta Uji di Tank

ENERGIK. Itulah gambaran sekilas sosok Jasmine Carissa Wirawan. Remaja kelahiran Jakarta, 9 September 1998, itu begitu lincah. Dia juga ramah. Saat ditemui di kediamannya, kawasan Simpang Darmo Permai Selatan, Selasa malam (14/10), Jasmine tampak cantik.

Berkebaya encim warna oranye dipadu rok hijau selutut, make-up minimalis, dan rambut panjang yang tergerai, penampilan Jasmine semakin menarik.

BACA JUGA: Tiga Gunung meski Kaki Cedera

Daya tarik siswi Intan Permata Hati (IPH) Christian School kelas X IPA itu bertambah tatkala mulai bercerita. Dengan penuh percaya diri, Jasmine melenggak-lenggokkan tubuhnya dengan gemulai.

Dia mengawali cerita rakyat Putri Mandalika dengan tarian tradisional yang rancak. Ada tari Bali yang dikombinasi gerakan tari modern. Di sekeliling dia, berbagai benda seperti wayang, panah, keris, ukulele, hingga balon dijajar di lantai. Benda tersebut menjadi peranti Jasmine untuk bercerita.

BACA JUGA: Kakek-Nenek Itu Lega Bisa Lihat Jokowi dari Dekat

Sambil menari dan bercerita, benda-benda itu diraihnya satu per satu. Pertama adalah wayang. Lalu, keris dan balon. Balon yang dibentuk seperti pedang itu merupakan pengganti keris Putri Mandalika yang patah. ”Pesan cerita tadi adalah orang tidak boleh putus asa meskipun senjata andalan tidak ada,” ungkap Jasmine.

Sebab, lanjut dia, masih ada jalan atau senjata lain yang dapat digunakan seseorang untuk menang, meraih cita-cita, asalkan mau berusaha. Tidak boleh menyerah begitu saja. Pesan dalam setiap dongeng yang disampaikan Jasmine tersebut selalu diberikan saat mengakhiri cerita.

”Jadi, bukan sekadar bercerita. Tapi, ada pesan bermakna yang selalu saya sampaikan,” ucapnya mantap. Bukan hanya cerita Putri Mandalika dari Lombok yang dibawakan Jasmine ketika mengikuti ajang storytelling. Cerita rakyat dari berbagai daerah lain pun dia bagikan kepada masyarakat.

Misalnya, kisah Bawang Suna dari Bali, Putri Kemang dari Bengkulu, serta Suwidak Loro, cerita dari Jawa yang mengisahkan seorang anak dengan 62 helai rambut. Cerita rakyat dengan pesan moral mendalam itu tidak hanya didengar masyarakat Indonesia. Warga luar negeri pun sering mendengar kisah tradisional dari mulut Jasmine.

Putri Timotius Rusmin Wirawan dan Yulinda Wirianta itu memang tidak hanya bercerita dalam lomba di dalam negeri. Jasmine sudah melanglang buana menjadi peserta storytelling di berbagai negara. Thailand, Singapura, Malaysia hingga Australia pernah menjadi tempat ”bercerita” Jasmine.

Tidak hanya membagikan cerita rakyat kepada masyarakat. Jasmine juga mengenalkan berbagai seni di Indonesia. Melalui beragam tarian yang dibawakannya, Jasmine ingin memberi tahu dunia bahwa negaranya kaya akan budaya.

Bukan hanya tari Bali yang dikuasai Jasmine. Tari gandrung dari Lombok serta tari remo dan topeng dari Jawa juga bisa dibawakannya.

”Alat untuk bercerita ini juga merupakan benda seni. Ada yang kami beli. Ada juga yang dibuat dan dimodifikasi sendiri,” ucap Jasmine sambil menunjukkan beragam peranti untuk menari dan mendongeng.

Beragam kemampuan dan ide kreatif itulah yang menjadikan Jasmine sebagai pendongeng yang memiliki ciri khas. Dia bercerita dengan tarian tradisional maupun modern serta beragam alat peraga yang memiliki nilai seni.

Dia juga senantiasa bercerita dengan menggunakan bahasa Inggris. Dengan demikian, cerita yang dibawakan bisa diterima di negara mana pun.

Menjadi pendongeng memang tidak mudah. Itu diakui Jasmine dan Yulinda, ibunya. Ibu dan anak itu selalu bekerja sama mengemas sebuah cerita rakyat yang panjang menjadi pendek dan menarik perhatian.

”Intinya, bagaimana membuat anak-anak, pendengar cerita itu, tidak bosan dan menangkap isi cerita dengan benar,” ujar Yulinda.

Karena itu, Jasmine dan Yulinda sepakat menetapkan bahwa satu cerita berdurasi 10 hingga 15 menit. Waktu tersebut digunakan untuk merangkum semua cerita rakyat yang cukup panjang menjadi singkat dan menarik. Bumbunya adalah kemampuan Jasmine menari tradisional dan modern, hip hop, plus keahliannya bermain musik.

Karena itu, Jasmine dan Yulinda harus pandai memilih musik latar sebagai penunjang cerita. Mereka menyesuaikan dengan suasana setiap plot cerita. Musik yang rancak dan bersemangat dipakai untuk adegan perang.

Musik lembut yang mengalun merdu dipilih untuk momen sendu. ”Memilih musik agar benar-benar pas itu membutuhkan ketelitian,” imbuh ibu dua anak tersebut.

Orang tua Jasmine sangat mendukung segala aktivitasnya. Mereka merupakan tokoh di balik kesuksesan dan prestasi yang diraih Jasmine selama ini.

Yulinda sering bertindak sebagai penilai tampilan Jasmine. Dia memberikan masukan positif dan negatif layaknya juri. Ayahnya, Timotius, lebih berperan pada kemampuan Jasmine di bidang bahasa asing.

Darah seni yang mengalir di tubuh Jasmine berasal dari ayahnya yang merupakan penari Bali. Tidak heran, Jasmine begitu indah saat menari. Sejak kecil dia belajar menari balet. Dia juga menekuni tarian hip hop plus tradisional.

Ketika duduk di kelas III SD, Jasmine mulai mengikuti lomba storytelling antarsekolah. ”Awalnya, diajak guru bahasa Inggris untuk lomba,” kata Jasmine.

Sejak saat itu, Jasmine menjadi storyteller yang unik. Tidak hanya duduk dan bercerita menggunakan boneka, dia juga memamerkan kemampuan menari dalam setiap aksinya. Dia ingin menjadi pendongeng yang tidak biasa.

”Aku kan senang menari. Maka, aku bercerita melalui tarian. Sedangkan yang lain bisa lewat menyanyi, melukis, dan lainnya sesuai talenta masing-masing,” imbuh peserta 2nd International Storytelling Festival, Mahasarakham University, Thailand, itu.

Dengan bercerita, Jasmine juga ingin mengajak anak-anak untuk gemar membaca. Banyak anak-anak yang tertarik membaca buku cerita setelah melihat penampilan Jasmine. Tidak jarang, saat mengikuti festival, buku yang berisi cerita yang dibawakan Jasmine ludes dibeli pengunjung.

Jasmine pun senang dengan hal itu. Setidaknya dia mampu menumbuhkan minat membaca anak-anak. Bukan sekadar menyebarkan cerita rakyat agar diketahui masyarakat.

”Sebagai storyteller, Jasmine harus rajin membaca. Banyak kok cerita rakyat di Indonesia yang menarik,” imbuh Timotius.

Mendengar perkataan orang tuanya, Jasmine mengangguk mantap. Keinginan remaja yang lahir prematur dengan berat 1,5 kilogram itu untuk terus belajar memang cukup tinggi. Ketertarikannya di dunia seni tidak pernah mati.

Setiap libur sekolah Jasmine rela tidak ”menikmati” liburan seperti anak-anak lainnya. Biasanya, dia pergi ke Bali untuk belajar menari. Sehari Jasmine bisa menghabiskan waktu tiga hingga empat jam untuk belajar menari.

Dalam kurun waktu empat hari, dia dapat menguasai sebuah tarian baru. Banyaknya tarian itu membantu Jasmine untuk memperkuat ragam karakter tokoh dalam dongengnya.

Dalam satu cerita tidak jarang ada tujuh tokoh sekaligus yang harus dimainkan. Mulai seorang putri cantik yang lembut dan lemah gemulai, penjahat jahat yang digambarkan dengan tarian tegas dan suara lantang, hingga suara dan sosok binatang seperti buaya. Bahkan, tokoh tua seperti kakek-kakek harus dikuasai dengan sempurna.

Meski tidak mudah dan perlu kerja keras untuk menjadi seorang storyteller andal dan khas, Jasmine tidak menyerah untuk belajar. Dia terus berusaha menjadi pendongeng kenamaan di dunia, layaknya rekan-rekan pendongeng yang sering tampil di pentas festival dunia bersamanya. Tentunya, dia juga tidak meninggalkan prestasi di bidang pendidikan formal.

”Sebenarnya, ada undangan festival di India dan Iran. Tapi, tidak kami ambil karena waktu perjalanannya lama. Nanti ketinggalan sekolahnya,” imbuhnya.

Jasmine dan keluarga masih tidak menyangka mampu mendapatkan penghargaan istimewa. Mereka bangga dan bahagia.

Sebab, sejak awal mereka percaya bahwa segala sesuatu yang dilakukan dengan kerja keras dan totalitas akan membuahkan prestasi. Seni tidak hanya untuk dicintai, tapi juga perlu dijunjung tinggi dan dikenalkan pada dunia agar lestari. (Maya/*/c6/dos)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan di Mata Para Direksi BUMN


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler