jpnn.com, JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan terjadi lonjakan pesat kebutuhan pasokan oksigen dan stok obat-obatan. Untuk mengantisipasi itu, pemerintah bekerja sama dengan beberapa pihak untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
“Dari sisi oksigen, kami juga update ke kabinet bahwa kebutuhan oksigen memang meningkat sangat pesat, dari sebelumnya 400 ton per hari, sekarang menjadi hampir 2 ribu ton per hari,” kata Budi dalam keterangan pers virtual usai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo, Jumat (16/7).
BACA JUGA: Kadin Indonesia - Hulu Migas Berikan Bantuan Tujuh ISO Tank dan 1.500 Tabung Oksigen
Untuk memenuhi kebutuhan oksigen bagi perawatan pasien Covid-19, Kemenkes melakukan sejumlah upaya antara lain bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian. Tujuannya untuk menggunakan kelebihan kapasitas oksigen dari berbagai pabrik dan industri di dalam negeri.
“Kami juga sudah memberikan strategi pemenuhan suplainya dengan cara menggunakan excess capacity dari pabrik-parik atau industri-industri di dalam negeri bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian. Ada sekitar 240-250 ton per hari excess capacity yang bisa kami gunakan dari industri-industri dalam negeri,” jelasnya.
BACA JUGA: Ridwan Kamil Minta Daerah Bentuk Posko Distribusi Oksigen
Selanjutnya, Kemenkes juga berupaya untuk membangun strategi penggunaan oksigen konsentrator yang dapat digunakan dengan mudah di rumah maupun rumah sakit untuk kebutuhan isolasi pasien Covid-19.
“Ini adalah alat kecil yang membutuhkan listrik saja. Kami bisa pasang di rumah maupun tempat tidur rumah sakit untuk menyuplai oksigen dengan kapasitas 10 liter atau 5 liter per menit sehingga cukup untuk tempat tidur isolasi,” ujarnya.
BACA JUGA: Bea Cukai Batam Mempercepat Distribusi Oksigen dari Batam ke Medan
Untuk mendukung strategi tersebut, pemerintah berencana untuk membeli sekitar 20 hingga 30 ribu oksigen konsentrator untuk rumah sakit dan masyarakat yang membutuhkan.
Sementara itu, terkait dengan obat-obatan, Kemenkes sudah mengidentifikasi untuk obat-obat yang ada pabriknya di dalam negeri relatif masih terkontrol suplainya. Namun, Budi menyadari ada obat-obatan impor yang memang secara global suplainya juga sangat ketat.
Untuk itu, Budi bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri untuk mendapatkan obat-obatan khusus untuk pasien Covid-19. Obat-obatan itu diimpor dari luar negeri dan suplainya sangat terbatas secara global.
“Yang pertama adalah obat Remdesivir yang kami impor dari India, Pakistan, dan China, dan itu sekarang solusinya kami sudah negosiasi dengan Ibu Menlu dibantu agar India bisa membuka kembali keran ekspornya. Sudah masuk 50 ribu vial minggu ini dan nanti bertahap 50 ribu vial setiap minggu,” jelas Budi.
Selain itu, pemerintah juga berupaya untuk mencari jenis obat-obatan alternatif sebagai pengganti jenis obat yang sulit didapatkan, seperti Remdesivir dan Actemra. Terkait hal tersebut, Budi menyebut pemerintah telah membuka akses ke Tiongkok dan Amerika Serikat untuk mendatangkan obat pengganti.
“Kami juga sudah bicara dengan CEO Roche dan memang diakui ada global suplai yang ketat sehingga dengan stok yang ada sekarang masih jauh dari yang kita butuhkan. Kami mencari beberapa alternatif obat yang mirip dengan produk yang mirip dari produk Actemra ini dari Amerika Serikat,” jelasnya.
Selain kedua jenis obat tersebut, Kemenkes dengan Kementerian Luar Negeri juga terus melakukan diskusi dengan pemerintah Tiongkok untuk mendapatkan obat-obatan jenis lainnya yang diproduksi di sana seperti Gamaras.
“Kami juga mencari obat yang namanya Gamaras, itu merek dagang dari kategori obat yang dikenal dengan grup IVIG (intravenous immunoglobulin therapy) ini produksinya ada di China, kami juga membutuhkan cukup banyak,” ujar Budi. (tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga